Pada akhirnya kasus yang sempat menghebohkan dunia penegakan hukum serta perpolitikan Indonesia tergelar pula di meja hijau. Adalah kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang salah satu tersangka penyuapnya telah duduk di kursi pesakitan.
Saeful Bahri namanya. Dia--seperti disebutkan dalam surat dakwaan--bekerja sebagai seorang wiraswasta. Namun ada keterangan lain mengenai pekerjaannya yaitu anggota kader PDIP.
Persidangan Saeful digelar di tengah pandemi virus corona terbaru (COVID-19). Oleh karenanya persidangan digelar semi-virtual. Jaksa KPK tetap datang ke Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara Saeful berada di sel tahanan menyaksikan secara telekonferensi.
Saeful sebenarnya tidak sendiri sebagai orang yang diduga memberikan suap ke Wahyu. Ada seorang lagi yaitu Harun Masiku yang merupakan mantan calon anggota legislatif (caleg) PDIP yang hingga detik ini keberadaannya seolah hilang ditelan bumi.
Dalam surat dakwaan itu disebutkan bila Saeful dan Harun memberikan suap ke Wahyu dan seorang lagi bernama Agustiani Tio Fridelina. Kepentingannya berkaitan dengan pergantian antar-waktu atau PAW dari seorang caleg DPR terpilih PDIP yaitu Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun rupanya surat dakwaan KPK itu menyebutkan sejumlah nama para pesohor. Siapa saja mereka?
Wahyu Disuap Rp 600 Juta
Saeful bersama-sama dengan Harun disebut memberikan suap ke Wahyu dan Agustiani untuk urusan PAW tersebut. Pemberian suap disebut berlangsung tidak hanya sekali.
"Terdakwa telah memberi uang secara bertahap sejumlah SGD 19.000 dan SGD 38.350 yang seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600.000.000," ujar jaksa dalam surat dakwaan.
Apa tujuan pemberian suap itu?
Bermula dari caleg terpilih untuk daerah pemilihan (Dapil) I Sumatera Selatan (Sumsel) dari PDIP yaitu Nazarudin Kiemas meninggal dunia sebelum hari pencoblosan saat Pemilu Legislatif 2019. Namun nama Nazarudin masih tercantum dalam kertas suara.
"Selanjutnya Nazarudin Kiemas dicoret dari Daftar Calon Tetap) serta menginformasikan pencoretan tersebut kepada KPU Provinsi Sumsel, namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu," kata jaksa.
Singkat cerita dalam rekapitulasi KPU, Nazarudin mendapatkan 0 suara. Lantas untuk suara tertinggi yaitu Riezky Aprilia sebanyak 44.402 suara untuk rekapitulasi suara PDIP dalam dapil itu. Harun Masiku kalah jauh dibandingkan caleg-caleg lainnya yaitu 5.878 suara.
Namun Harun Masiku berupaya agar dapat menjadi anggota DPR menggantikan almarhum Nazarudin meskipun secara aturan Riezky yang mendapatkan kursi. Transaksi haram pun terjadi hingga akhirnya terendus KPK dan terjadilah operasi tangkap tangan (OTT). Namun sayang sampai detik ini Harun masih berstatus buronan.
Peran Hasto Kristiyanto
Kasus ini memang sempat heboh lantaran adanya kabar dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto yang merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP. Simpang-siur kabar ini ditepis Hasto meski pada akhirnya dia sempat dipanggil KPK untuk memberikan kesaksian.
Dalam surat dakwaan, nama Hasto sempat disebut meski hanya secuil. Apa perannya?
"Pada sekitar bulan Juli tahun 2019, dilaksanakan Rapat Pleno DPP PDIP yang memutuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas dari Dapil Sumsel-1, dengan alasan meskipun telah dicoret oleh KPU dari DCT Dapil Sumsel 1 (meninggal dunia), namun Nazarudin Kiemas sebenarnya mendapat perolehan suara sejumlah 34.276 suara dalam pemilu," ujar jaksa.
"Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI," imbuh jaksa.
Harun Masiku Temui Ketua KPU
Jaksa menyebut Harun Masiku mengetahui perihal permintaan Hasto pada Donny. Lantas Harun Masiku meminta tolong pada Saeful untuk menggunakan segala cara asalkan dirinya dapat menggantikan Riezky di kursi DPR.
"Setelah mengetahui hal tersebut, Harun Masiku melakukan pertemuan dengan terdakwa selaku kader PDIP di Kantor Pusat DPP PDIP. Dalam kesempatan itu Harun Masiku meminta tolong kepada terdakwa agar dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun yang kemudian disanggupi oleh terdakwa," kata jaksa.
Tiba-tiba pada 5 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan surat ke KPU perihal permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan MA itu pada intinya meminta KPU menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, bukan Riezky.
"Selanjutnya masih pada bulan yang sama, Harun Masiku datang ke kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu Harun Masiku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang secara formal telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan," kata jaksa.
Namun permintaan DPP PDIP itu ditolak KPU. "Intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," imbuhnya.
Saeful Cari Pintu Lain
Lantasan kandas, Saeful yang sedari awal diminta bantuannya oleh Harun Masiku mencari cara lain. Dia lantas menghubungi Agustiani Tio Fridelina yang merupakan mantan Anggota Bawaslu agar dapat menghubungkannya dengan Wahyu Setiawan yang saat itu aktif sebagai Komisioner KPU.
Saeful melalui Agustiani mengirimkan pesan ke Wahyu. Isi pesannya yaitu agar Wahyu dapat mendorong KPU melaksanakan putusan MA agar Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
"Setelah menerima pesan tersebut, Wahyu Setiawan membalas isi pesan (dengan jawaban) 'siap, mainkan'," kata jaksa.
Konstruksi Suap
Transaksi haram dalam kasus ini mulai berlangsung saat Saeful berhubungan dengan Agustiani untuk mencapai Wahyu. Mulanya Saeful menawarkan Rp 750 juta untuk Wahyu agar mengurus segala sesuatunya demi Harun Masiku duduk di kursi empuk Senayan.
"Atas permintaan terdakwa tersebut, Agustiani Tio Fridelina menyampaikan kepada Wahyu Setiawan melalui pesan iMessage 'Mas, ops nya 750 cukup mas?' dan dibalas oleh Wahyu Setiawan dengan pesan iMessage '1000', yang maksudnya uang sebesar Rp 1.000.000.000," kata jaksa.
Setelahnya Saeful bersama Donny Tri Istiqomah melapor ke Harun Masiku lantas disepakati urusan PAW melalui Wahyu Setiawan memerlukan Rp 1,5 miliar.
Agustiani Tio Fridelina (Foto: Ari Saputra/detikcom) |
Singkat cerita Harun Masiku awalnya memberikan Rp 400 juta pada Saeful. Oleh Saeful, Rp 200 juta dari uang itu ditukarkan ke dolar Singapura sebesar SGD 20 ribu.
"Untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan sebagai uang Down Payment (DP) terlebih dahulu yang diserahkan melalui Agustiani Tio Fridelina di Plaza Indonesia," ujar jaksa.
"Sedangkan sisa uang dari Harun Masiku tersebut dibagi rata untuk terdakwa dan Donny Tri Istiqomah masing-masing sejumlah Rp 100 juta," imbuhnya.
Lantas Saeful menemui Wahyu dan Agustiani. Saeful menyampaikan langsung permintaannya kepada Wahyu perihal Harun Masiku.
"Wahyu Setiawan menjawab, 'Iya saya upayakan'," kata jaksa.
Agustiani lantas memberikan SGD 19 ribu ke Wahyu tetapi Wahyu hanya mengambil SGD 15 ribu. Sedangkan sisanya dibawa oleh Agustiani.
Setelahnya Harun Masiku kembali memberikan uang ke Saeful sebesar Rp 850 juta. Uang itu lantas digunakan Saeful serta dibagikan ke Donny, baru sisanya diserahkan ke Agustiani.
"Selanjutnya dari uang tersebut digunakan oleh terdakwa, masing-masing untuk operasional terdakwa sejumlah Rp 230 juta, diberikan kepada Donny Tri Istiqomah sejumlah Rp 170 juta, diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina sejumlah Rp 50 juta, dan sisanya sejumlah Rp 400 juta terdakwa tukar dengan mata uang dolar Singapura yaitu sejumlah SGD 38.350 untuk nantinya diberikan sebagai DP kedua kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina," imbuh jaksa.
Uang SGD 38.350 itu lantas diserahterimakan pada Agustiani. Namun Wahyu disebut meminta Agustiani menyimpan dulu uang itu. Wahyu lantas mendorong anggota KPU lainnya untuk mengeksekusi permohonan PDIP agar Harun Masiku menjadi anggota DPR.
"Menyampaikan kepada anggota KPU lainnya agar surat permohonan dari DPP PDIP segera ditindaklanjuti dengan alasan karena 'di luar sudah ramai'," kata jaksa.
Setelahnya Wahyu sempat menyampaikan ke forum rapat pleno KPU tentang kehadiran Agustiani sebagai utusan PDIP. Agustiani lantas mengadakan pertemuan dengan Wahyu dan Komisioner KPU lainnya atas nama Hasyim Asy'ari.
"Dalam pertemuan itu dibahas mengenai prosedur atau mekanisme PAW Anggota DPR RI dari PDIP Dapil Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia untuk digantikan oleh Harun Masiku dan karena posisi Riezky Aprilia telah dilantik sebagai anggota DPR RI, maka mekanisme penggantiannya harus melalui PAW yang diajukan oleh Pimpinan
DPR RI kepada KPU RI dan bukan diajukan oleh DPP PDIP," kata jaksa.
Singkat kata KPU kembali menolak permintaan PDIP itu. Setelahnya Wahyu sempat meminta Agustiani mengirimkan uang Rp 50 juta yang dulu diberikan Harun Masiku melalui Saeful.
"Namun sebelum Agustiani Tio Fridelina mentransfer uang tersebut, Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan diamankan oleh petugas KPK dengan menyita uang sejumlah SGD 38.350.00 dari Agustiani Tio Fridelina," imbuh jaksa.