Kaleidoskop 2020: Walkot Cimahi-Tasikmalaya Terjerat Kasus Korupsi

Kaleidoskop 2020: Walkot Cimahi-Tasikmalaya Terjerat Kasus Korupsi

Dony Indra Ramadhan - detikNews
Kamis, 24 Des 2020 20:46 WIB
Poster
Ilustrasi kasus korupsi (ilustrator: Edi Wahyono)
Bandung -

Sejumlah kepala daerah di Jawa Barat terjerat kasus korupsi. Mulai dari Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna hingga Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.

1. Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna

Menjelang penghujung tahun 2020, kabar mengejutkan datang dari Kota Cimahi. Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna diciduk KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (27/11) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ajay ditangkap KPK terkait dugaan kasus proyek pembangunan rumah sakit KB di Kota Cimahi. Ajay diduga meminta uang Rp 3,2 miliar untuk memuluskan proyek tersebut. Selain Ajay yang ditetapkan tersangka, KPK juga menetapkan Hutama Yonathan selalu petinggi RS KB sebagai tersangka.

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait perizinan di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/11/2020).

ADVERTISEMENT

Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Hutama Yonathan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menjelaskan RSU Kasih Bunda berencana menambah pembangunan gedung pada 2019. Firli menyebut Hutama Yonathan (HY) selaku komisaris RSU Kasih Bunda melakukan pertemuan dengan Ajay guna mengurus revisi IMB.

"Kemudian diajukan permohonan revisi IMB kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi. Untuk mengurus perijinan pembangunan tersebut, HY selaku pemilik RSU KB bertemu dengan AJM selaku Wali Kota Cimahi di salah satu restoran di Bandung," ujar Firli di KPK.

Dalam pertemuan itu, Ajay Priatna diduga meminta uang senilai Rp 3,2 miliar. Penyerahan uang dilakukan oleh staf keuangan RSU Kasih Bunda melalui orang kepercayaan Ajay Priatna.

"Pada pertemuan tersebut AJM diduga meminta sejumlah uang Rp 3,2 Miliar yaitu sebesar 10% dari nilai RAB yang dikerjakan oleh subkontraktor pembangunan RSU KB senilai Rp 32 Miliar. Penyerahan uang disepakati akan diserahkan secara bertahap oleh CT selaku staf keuangan RSU KB melalui YR selaku orang kepercayaan AJM," ucap Firli.

Hutama Yonathan kemudian menyembunyikan aliran dana suap tersebut dengan membuat rincian pembayaran dan kuitansi fiktif sebagai pembayaran pekerjaan fisik pembangunan. Menurut Firli, pemberian uang kepada Ajay telah dilakukan sebanyak 5 kali sejak 6 Mei 2020. Namun, Ajay baru menerima uang suap sebesar Rp 1,661 miliar.

"Pemberian kepada AJM telah dilakukan sebanyak 5 kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp 1,661 miliar dari kesepakatan Rp 3,2 miliar. Pemberian telah dilakukan sejak tanggal 6 Mei 2020 sedangkan pemberian terakhir pada tanggal 27 November 2020 sebesar Rp 425 juta," ujarnya.

2. Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman

Sebulan sebelumnya, kasus korupsi juga menjerat Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Ia resmi ditahan KPK usai ditetapkan tersangka kasus dugaan suap ke mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo.

"Pada hari ini KPK menahan saudara BBD (Budi Budiman), Wali Kota Tasikmalaya periode 2012-2017 dan 2017-2022 dalam perkara dugaan suap terkait dana alokasi khusus Kota Tasikmalaya 2018," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Jumat (23/10/2020).

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka karena diduga memberi suap terkait pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tasikmalaya. Total dugaan suap yang diberikan berjumlah Rp 400 juta.

Budi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Budi merupakan tersangka ke-7 dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pengurusan DAK ini.

Kasus ini sudah masuk ke persidangan. Dalam dakwaan KPK, Budi didakwa menyuap pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 1 miliar. Suap dilakukan terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID).

"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi sesuatu yaitu memberi uang seluruhnya sebesar Rp 1 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Yaya Purnomo dan Rifa Surya," ujar Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020).

3. Eks Bupati Indramayu Supendi

Mantan Bupati Supendi terkena OTT KPK di penghujung tahun 2019 lalu. Namun, dia baru duduk di kursi pesakitan di tahun 2020.

Dalam persidangan, Supendi didakwa menerima uang suap Rp 3,9 miliar lebih dari sejumlah pengusaha. Penerimaan ini dilakukan untuk mengatur proyek pembangunan di Kabupaten Indramayu.

Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (9/3/2020). Supendi duduk sebagai terdakwa dalam persidangan ini.

"Terdakwa beberapa kali menerima pemberian uang yang totalnya Rp 3.928.250.000," ucap jaksa KPK Kiki Ahmad Yani saat membacakan dakwaan.

Kiki menyatakan total uang tersebut diterima Supendi dari sejumlah pengusaha termasuk Carsa ES yang juga jadi terdakwa dalam kasus ini. Uang tersebut, kata jaksa, diterima Supendi dengan imbalan memberikan paket pekerjaan kepada para pengusaha itu.

"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan dengan maksud supaya terdakwa selaku Plt dan juga Bupati Indramayu memberikan proyek atau paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Indramayu kepada Carsa ES dan kontraktor atau rekanan yang memberikan uang tersebut," katanya.

Dalam kasus ini, Supendi tak sendiri. Dia bersekongkol dengan pejabat lain di Pemkab Indramayu seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Omarsyah dan Kabid Jalan Dinas PUPR Wempi Triyoso. Kedua nama itu pun menjadi terdakwa.

Sidang berjalan hingga putusan. Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan hukuman 4,5 tahun bui.

"Menyatakan bersalah dan mengadili terdakwa Supendi dengan hukuman empat tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti kurungan empat bulan," ucap ketua majelis hakim Sihar Hamonangan Purba saat membacakan amar putusannya.

4. Anggota DPRD Jabar Abdul Rozak Muslim

Kasus korupsi Supendi pun turut menyeret anggota DPRD Jabar Abdul Rozak Muslim. Dia ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima duit dari korupsi Supendi.

Dalam kasus ini, Abdul Rozak diduga menerima uang sebesar Rp 8,5 miliar. "ARM diduga menerima sejumlah dana sebesar Rp 8,582 miliar yang pemberiannya dilakukan dengan cara transfer ke rekening atas nama orang lain," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/11/2020).

Karyoto mengatakan tim penyidik telah memeriksa 10 saksi dan menyita sejumlah uang. KPK akan terus melakukan pemeriksaan kembali terhadap beberapa pihak terkait.

"KPK juga telah melakukan penyitaan berupa uang senilai Rp 1,594 miliar," ujar Karyoto.

KPK langsung menahan Abdul Rozak di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih. Dia akan ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 16 November hingga 5 Desember 2020.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Kasus RTH Bandung

Masih di tahun yang sama, sejumlah mantan pejabat dan juga anggota DPRD Bandung dijebloskan ke bui atas kasus korupsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung.

Ada tiga orang lebih dulu yang dijebloskan hakim ke buk yakni dua eks anggota DPRD Tomtom Daabul Qomar dan Kadar Slamet serta mantan pejabat Pemkot Bandung Herry Nurhayati.

Tomtom divonis enam tahun penjara sedangkan Kadar lima tahun bui. Keduanya disebut hakim terbukti bersalah melakukan korupsi RTH.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu Tomtom Daabul Qamar pidana penjara selama enam tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp 400 juta subsider pidana enam bulan. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dua Kadar Slamet pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan," ucap hakim saat membacakan amar putusannya.

Herry Nurhayat kemudian menyusul.Dia divonis hakim hukuman selama empat tahun penjara.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Herry Nurhayat pidana penjara empat tahun dan denda Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan enam bulan," ucap Benny saat membacakan amar putusannya.

Dalam putusannya, hakim menyatakan Herry terbukti bersalah melakukan korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam kasus ini, ada satu terdakwa lagi yakni Dadang Suganda. Namun persidangan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Bandung. Sementara dalam dakwaan KPK, dia disebut telah menerima duit sebanyak Rp 19 miliar.

"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa Dadang Suganda sejumlah Rp 19.761.189.243,00," ujar jaksa dalam surat dakwaan yang diterima.

Jaksa mengatakan Dadang didakwa turut serta melakukan perbuatan pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk saran lingkungan hidup RTH tahun anggaran 2012. Dadang juga disebut meminta diikutsertakan sebagai pihak yang mengadakan tanah sarana lingkungan RTH.

"Mengkoordinasikan pihak lain berperan sebagai penerima kuasa menjual yang dibuat secara proforma dalam akta kuasa menjual untuk mencari tanah yang akan dijual kepada Pemerintah Kota Bandung. Menerima beberapa kali sejumlah uang secara bertahap sebagai keuntungan penjualan tanah kepada Pemerintah Kota Bandung," tutur jaksa.

"Meminta agar mempercepat proses administrasi dan ganti rugi kegiatan pengadaan tanah untuk sarana lingkungan hidup-RTH pada DPKAD Kota Bandung serta memberikan sejumlah keuntungan penjualan tanah RTH Bandung tersebut kepada Dada Rosada, Edi Siswa di dan Herry Nurhayat," kata jaksa menambahkan.

6. Eks Bupati Bogor Rachmat Yasin

Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin kembali menjadi pesakitan di pengadilan. Dia kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi setelah sebelumnya sempat bebas dari kasus lamanya alih fungsi lahan.

Untuk kasus kali ini, Rachmat Yasin diduga melakukan korupsi berupa menerima gratifikasi uang, tanah dan mobil. Sidang dakwaan Rachmat Yasin pun sudah digelar di Pengadilan Tipikor Bandung.

Dia didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah satuan kinerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Bogor senilai Rp 8,9 miliar. Selain duit, Rachmat Yasin juga didakwa menerima ratusan hektare tanah dan mobil.

"Bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 8,9 miliar dari beberapa orang kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Bogor," ujar Jaksa KPK Ikhsan Fernandi Z saat membacakan surat dakwaannya.

Selain menerima uang, Rachmat Yasin juga didakwa telah menerima gratifikasi berupa tanah. Pemberian tanah itu dilakukan oleh seorang pengusaha bernama Rudy Wahab. Tanah yang diberikan seluas 170.442 meter persegi di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.

"Dan menerima satu unit mobil merek Toyota Alphard Vellfire G 2400 CC tahun 2010 warna hitam dari Mochammad Ruddy Ferdian," kata dia.

Pemberian gratifikasi uang Rp 8,9 miliar disebut atas permintaan Rachmat Yasin guna kepentingan Pilkad Kabupaten Bogor tahun 2013 dan Pileg tahun 2014.

Sedangkan gratifikasi tanah berkaitan dengan pengurusan izin pembangunan pesantren. Sedangkan pemberian mobil atas permintaan Rachmat Yasin kepada Rudy Ferdian yang merupakan rekanan kontraktor sekaligus timsesnya.

Atas perbuatannya itu, Rachmat Yasin didakwa Pasal 12B Jo Pasal 12C Jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Sedangkan dakwaan kedua, Rachmat Yasin didakwa Pasal 11 Jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Halaman 2 dari 6
(dir/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads