Gejolak Lagi di KPK yang Kini Dianggap 'Berlemak'

Round-Up

Gejolak Lagi di KPK yang Kini Dianggap 'Berlemak'

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 19 Nov 2020 05:01 WIB
Gedung KPK
Gedung KPK / Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Perubahan di KPK lagi-lagi menimbulkan gejolak. Struktur organisasi baru KPK kini makin gemuk, bahkan dianggap 'berlemak'.

Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan pada 11 November 2020.

Berdasarkan peraturan itu, ada belasan jabatan baru di tubuh KPK, yaitu sebagai berikut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
2. Direktur Jejaring Pendidikan
3. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi
4. Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat
5. Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi
6. Sekretaris Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
7. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi
8-12. Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I sampai V
13. Sekretaris Deputi Koordinasi dan Supervisi
14. Direktur Antikorupsi dan Badan Usaha
15. Direktur Manajemen Informasi
16. Direktur Deteksi dan Analisis Korupsi
17. Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi
18. Staf Khusus
19. Inspektorat

Selain itu, ada pula jabatan yang hilang, yaitu:

ADVERTISEMENT

1. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
2. Direktur Pengawas Internal
3. Unit Kerja Pusat Edukasi Antikorupsi/ACLC

Perubahan ini pun menjadi sorotan dan didiskusikan oleh aktivis antikorupsi hingga mantan pimpinan dan jubir KPK. Bahkan, muncul sederet sindiran.

"Saya dan beberapa mantan pimpinan KPK sudah mendiskusikan struktur baru itu dengan sejumlah pegawai KPK. Kami tidak heran dengan struktur yang super gemuk dan terindikasi berlemak itu," kata eks pimpinan KPK, Busyro Muqodas, kepada wartawan, Rabu (18/11/2020).

Selengkapnya ada di halaman berikutnya:

Perbandingan Struktur Lama dan Baru KPK

Struktur organisasi KPK sebelumnya diatur melalui Perkom Nomor 03 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

KPKStruktur lama KPK

Sedangkan struktur organisasi yang baru dapat dilihat pada bagan ini:

KPKStruktur baru KPK Foto: dok istimewa

Perkom yang mengatur struktur organisasi KPK yang baru itu berbeda dari apa yang tertuang dalam Undang-Undang (UU). Dalam Pasal 26 UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 26

(1) Susunan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan 4 (empat) orang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

(2) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawahkan 4 (empat) bidang yang terdiri atas:
a. Bidang Pencegahan;
b. Bidang Penindakan;
c. Bidang Informasi dan Data; dan
d. Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

(3) Bidang Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a membawahkan:
a. Subbidang Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara;
b. Subbidang Gratifikasi;
c. Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat; dan
d. Subbidang Penelitian dan Pengembangan.

(4) Bidang Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b membawahkan:
a. Subbidang Penyelidikan;
b. Subbidang Penyidikan; dan
c. Subbidang Penuntutan.

(5) Bidang Informasi dan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c membawahkan:
a. Subbidang Pengolahan Informasi dan Data;
1. Subbidang Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi;
2. Subbidang Monitor.

(6) Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d membawahkan:
a. Subbidang Pengawasan Internal;
1. Subbidang Pengaduan Masyarakat.

(7) Subbidang Penyelidikan, Subbidang Penyidikan, dan Subbidang Penuntutan, masing-masing membawahkan beberapa Satuan Tugas sesuai dengan kebutuhan subbidangnya.

1. Ketentuan mengenai tugas Bidang-bidang dan masing-masing Subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dianggap Salahi UU

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penambahan sejumlah posisi dalam struktur KPK. ICW menilai penambahan posisi dalam struktur KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

"ICW beranggapan bahwa Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 (Perkom 7/2020) tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan.

Kurnia mengatakan bahwa Pasal 26 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019. Hal itu tentu mengartikan bahwa bidang-bidang yang ada di KPK seharusnya masih seperti sedia kala, yakni Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

"Namun yang tertuang dalam Perkom Nomor 7 Tahun 2020 malah terdapat beberapa penambahan, seperti Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat, dan Bidang Koordinasi dan Supervisi. Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK," ujar Kurnia.

"Mestinya saat ini KPK memfokuskan pada perbaikan kinerjanya sendiri, ketimbang merombak susunan internal yang sebenarnya bertentangan dengan undang-undang dan efektivitasnya juga dipertanyakan," sambungnya.

---

Kritik dan Sindiran Eks Pimpinan KPK

Perubahan ini pun menjadi sorotan dan didiskusikan oleh aktivis antikorupsi hingga mantan pimpinan dan jubir KPK. Bahkan, muncul sederet sindiran.

"Saya dan beberapa mantan pimpinan KPK sudah mendiskusikan struktur baru itu dengan sejumlah pegawai KPK. Kami tidak heran dengan struktur yang super gemuk dan terindikasi berlemak itu," kata eks pimpinan KPK, Busyro Muqodas, kepada wartawan, Rabu (18/11/2020).

Busyro menilai gemuknya struktur organisasi KPK kali ini karena bagian dari master plan pemerintah dan dampak destruktif atas pengesahan revisi UU KPK. Menurutnya, tidak terlihat naskah akademik dan riset akuntabel yang seharusnya menyertai struktur baru tersebut.

"Boros dan membuka job seeker dan tidak efektif dalam menggempur struktur state capture corruption yang semakin sistemik dalam genggaman dominasi oligarki taipan dan oligarki politik. Wujud kepemimpinan topdown komando, karakter independen KPK semakin dikikis," katanya.

Dihubungi terpisah, Saut Situmorang mengatakan pada periode lalu banyak lembaga yang kompeten selalu bilang miskin struktur kaya fungsi. Dia merasa hal itu hingga kini masih relevan.

"Saya sering berulang mengatakan bahwa negeri ini bukan saja bermasalah dengan strategi, skills, staf, system, style, dan strukturnya saja. Namun yang utama adalah value atau nilai-nilai yang berkembang dan ditata secara professional sebagai penegak hukum," katanya.

Ada Jabatan Staf Khusus

Salah satu jabatan baru di KPK adalah staf khusus. Nantinya staf khusus akan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan KPK. Apa saja tugas staf khusus?

Jabatan staf khusus itu merupakan 1 dari 19 posisi baru di KPK sebagaimana tertuang dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan pada 11 November 2020. Perkom itu menggantikan aturan sebelumnya, yaitu Perkom Nomor 03 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Perihal jabatan staf khusus ini sempat menuai sorotan dari mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto (BW). Menurut Bambang, pembentukan struktur organisasi KPK sekarang tidak berbasis pada kajian naskah akademik dan riset yang akuntabel serta meniadakan prinsip kaya fungsi-miskin struktur.

"Lihat saja dengan adanya staf khusus. Dipastikan, itu adalah cara pimpinan KPK membuat legalisasi masuknya pihak yang kredibilitasnya tidak pernah diuji," kata BW.

Sorotan Eks Jubir

Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah turut memberikan komentar. Febri mengatakan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 (Perkom 7/2020) tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK berisiko melanggar Undang-Undang KPK, khususnya Pasal 26 ayat (8).

"Menurut Saya, perkom ini berisiko melanggar UU KPK, khususnya Pasal 26 ayat (8). Karena pengaturan lebih lanjut di peraturan KPK (dulu istilah yang digunakan adalah 'keputusan pimpinan') wajib mengacu pada ayat-ayat sebelumnya," kata Febri.

Febri menilai dengan terbitnya Perkom 7/2020, Dewan Pengawas KPK perlu bertindak. Dewas KPK, kata Febri, perlu melakukan review terhadap proses penyusunan perkom tersebut.

"Saya kira, Dewas perlu mengambil tindakan, termasuk melakukan review terhadap proses penyusunannya, apakah sudah sesuai atau tidak dengan UU dan Perkom tentang pembentukan aturan di KPK," ujar Febri.

Dia juga khawatir struktur yang gemuk itu menjadi beban keuangan negara. Febri menyinggung wacana mobil dinas yang sempat juga memanas.

Apa Kata Pimpinan KPK?

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan struktur sebuah organisasi akan menyesuaikan dengan strategi yang akan dikembangkan oleh lembaga tersebut. Begitu juga KPK saat ini.

"Struktur sebuah organisasi sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan, KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan 3 metode yaitu 1. Penindakan, 2. Pencegahan dan 3. Pendidikan sosialisasi dan kampanye," kata Ghufron.

Menurut Ghufron, pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal. Melainkan, kata dia, kejahatan korupsi saat ini sudah sistemik yang perlu penanganan komprehensif.

"Karena kami memandang pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal, tapi sistemik yang perlu ditanggulangi secara komprehensif dan sistemik pula," ujar Ghufron.

Pembelaan dari Senayan

Di tengah banjir kritik, struktur baru KPK yang gemuk ini mendapat pembelaan dari Senayan. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Habiburokhman mendukung soal penambahan struktur KPK. Habiburokhman menilai perubahan struktur KPK cukup baik.

"Kalau dilihat nomenklaturnya sih bagus, antara lain Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktur Jejaring Pendidikan, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi," kata Habiburokhman

Habiburokhman menyakini penambahan struktur itu akan memaksimalkan kinerja KPK dalam edukasi dan pencegahan. Waketum Gerindra itu mengingatkan bahwa KPK tidak boleh hanya mengandalkan penindakan semata.

"Sudah sesuai dengan masukan banyak pihak bahwa selain maksimal di penindakan maka KPK juga harus maksimal di edukasi dan pencegahan. Kami di Komisi III selalu mendukung KPK termasuk kebijakan mereka dalam perbaikan struktur ini," ujarnya.

Senada dengan Habiburokhman, dukungan untuk struktur baru KPK datang dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Sahroni tak mempermasalahkan gemuknya struktur KPK asalkan lembaga antirasuah itu bisa kuat.

"Komisi III akan terus memantau struktural di tubuh KPK, sekalipun gemuk tidak apa-apa asalkan gemuk, berisi, kuat, dan strong daripada struktur kecil tapi tidak kuat," katanya.

Bendahara Umum Partai NasDem ini mengatakan Komisi III akan terus memantau kinerja KPK. Menurutnya, saat ini Ketua KPK Firli Bahuri sedang bekerja mengevaluasi agar tercipta efisiensi dan efektivitas KPK.

"Yang kami komisi III pantau, Ketua KPK sekarang bekerja sambil melakukan evaluasi menuju efisiensi dan efektivitas organisasi. Dan hal ini akan selalu kami pantau progres dan hasilnya," ucapnya

Halaman 5 dari 7
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads