Aneka berita berlangsung di Jabar Banten hari ini. Mulai kasus seorang ayah menyiksa anak kandung hingga Gubernur Banten melaporkan dugaan penyunatan hibah ponpes Rp 117 miliar.
Berikut rangkumannya:
Ayah Siksa Anak Kandung di Bandung
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DJ (31), seorang ayah di Bandung, menyiksa anak kandungnya sendiri demi rujuk dengan mantan istri. Apa pengakuan DJ usai menyiksa anak lelakinya berusia 3 tahun itu?
"Nggak ada niat (siksa anak), awalnya cuma ingin rujuk saja," ucap DJ di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Jumat (9/4/2021). DJ menyiksa anaknya pada pertengahan bulan lalu. Awalnya, dia meminta izin kepada istrinya untuk mengajak sang buah hati jalan-jalan.
Namun bukannya main, bocah lelaki itu justru mendapat siksaan dari ayahnya. Berbagai penyiksaan dilakukan mulai dari dipukul hingga diinjak-injak. Selama 17 hari, bocah lelaki itu dalam penguasaan sang ayah.
Belakangan juga diketahui, DJ kerap bersikap kasar terhadap mantan istrinya. Namun, DJ membantah melakukan pemukulan ke istrinya.
"Ke istri belum, kalau kata-kata iya," kata DJ.
Upaya DJ mendapat simpati mantan istrinya untuk rujuk malah berurusan dengan hukum. Dia justru harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di penjara.
DJ dijerat Pasal 80 Jo 76C UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Akibat penyiksaan sadis, anak berusia tiga tahun tersebut mengalami trauma fisik dan psikis. "Kita sudah memintakan visum yang menyatakan ada (bekas) kekerasan fisik," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP Adanan Mangopang di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Jumat (9/4/2021).
Selain fisik, kata Adanan, bocah itu juga mengalami trauma secara psikologi. Pihaknya sudah meminta tim psikolog dan dinas sosial guna memantau kondisi korban. "Trauma psikis korban masih di pantau tim psikologi Polda Jabar dan Dinas Sosial," ucapnya.
Adanan menuturkan perbuatan tersangka DJ (31) itu dilakukan guna mencari perhatian mantan istrinya agar mau kembali lagi bersama. DJ dan istrinya memang sudah bercerai.
Menurut dia, berdasarkan pengakuannya, DJ juga kerap melakukan kekerasan kepada mantan istrinya itu. "Ibunya sendiri sering mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)," kata Adanan.
Miris! Pekerja Migran Bandung di Jeddah Tak Digaji Majikan 18 Tahun
Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung dapat bernafas lega setelah dirinya dapat diungsikan ke tempat aman di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (3/4).
Ia adalah Yayah Sopiah alias Sumarni (46). Sejak memutuskan pergi ke Arab Saudi pada 2004 lalu, dirinya belum pernah pulang ke tanah air. Sebelumnya, Yayah sempat berkomunikasi dengan pihak keluarga pada awal tahun 2020.
Rupanya, selama di sana Yayah tidak pernah dibayar. Bahkan, pasport-nya pun tidak pernah diperpanjang. Namun, setelah sempat terhubung, komunikasi kembali terputus dan tidak ada kabar lagi dari dirinya. Akhirnya, setelah penantian selama 14 bulan, kabar baik tiba-tiba datang dari KJRI Jeddah. Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Raya (Astakira) DPC Cianjur yang mengadvokasi PMI asal Kabupaten Bandung tersebut, mendapatkan kabar bahwa Yayah sudah berada di KJRI Jeddah.
"Alhamdulillah upaya 14 bulan yang sangat melelahkan, ibu Yayah PMI asal Ciwidey sekarang sudah ada di shalter KJRI Jeddah," ujar Ketua Astakira Cianjur Ali Hildan melalui pesan singkat kepada detikcom, Jumat (9/4/2021).
Informasi dari KJRI Jeddah, kata Ali, Yayah dalam keadaan sehat ketika diungsikan ke shalter KJRI Jeddah. Rencananya, Yayah akan berada di KJRI Jeddah untuk sementara waktu. Yayah dibantu staf KJRI akan menuntut haknya terutama gaji yang tidak pernah dibayar majikannya selama hampir 18 tahun.
"Tadi saya sudah koordinasi dengan staf KJRI Jeddah, jadi rencananya sekarang sedang nunggu negosiasi soal gaji. Karena selama 18 tahun ini yang bersangkutan tidak memperoleh gaji sepersen pun," kata Ali.
Ali menyebutkan, pihak majikan Yayah akan bersedia membayar gaji yang ditunggaknya selama 18 tahun. Gaji yang belum dibayar tersebut diperkirakan sekitar 180 riyal atau dalam rupiah kurang lebih sekitar Rp 500 juta.
"Itu pengakuan dari majikannya," kata Ali.
Masih melalui Ali, saat ini Yayah telah dibuatkan rekening pribadi oleh KJRI Jeddah. Apabila gaji yang Yayah telah dibayarkan, rencananya Yayah akan segera dipulangkan kembali ke tanah air. "Sekarang sedang mediasi menunggu pembayaran gajinya. Kemudian menurut staf KJRI akan dimasukin ke rekening yang bersangkutan, yang bersangkutan sudah dibuatkan rekening. Dan setelahnya akan dipulangkan ke tanah air," katanya.
Sekadar diketahui, Yayah telah bekerja sebagai PMI di Arab Saudi sejak 2004. Dua tahun di Arab Saudi, Yayah masih dapat berkomunikasi dengan keluarga. Namun beranjak hari demi hari, tidak ada lagi kabar.
Harapan itu hadir ketika Yayah mengirimkan pesan melalui Instagram kepada akun @safeaih900. Yayah meminta tolong agar pesannya dapat disampaikan ke keluarganya.
Keluarga tidak menyangka dengan pesan yang dikirimkan Yayah. Keluarga Yayah pun akhirnya mencoba meminta bantuan kepada Astakira Cianjur dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung. Setelah 14 bulan sejak ada pesan tersebut, akhirnya Yayah kini berada di tempat yang aman untuk menuntut haknya.
Jeritan Sopir Bus di Tengah Larangan Mudik Lebaran
Para pekerja industri transportasi kian terjepit, seiring dengan larangan beroperasi bagi moda transportasi selama masa mudik Idul Fitri 2021. Aturan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan itu berlaku pada 6 Mei-17 Mei 2021.
Anto (45) tampak gamang, ketika duduk di bagasi samping busnya. Sebab, kursi bus jurusan Bandung-Surabaya yang ia kemudikan belum terisi seorang penumpang pun. "Minim banget mas, selama pandemi ini minim sekali penumpang," ujar Anto saat ditemui di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (9/4/2021).
Selama sembilan tahun ia bergelut di industri transportasi, tahun-tahun ini merupakan yang berat yang pernah dihadapi. Di pikirannya, terbayang biaya sekolah anak-anaknya yang mesti tetap dibayar penuh walau dilakukan secara daring, tapi pemasukannya seret.
"Dampaknya hampir 100 persen mas, biasa bisa dapat penghasilan Rp 200 ribu misalnya, sekarang hanya Rp 75 ribu. Kalau gaji sopir kan tergantung premi dari penumpangnya, saya dapat Rp 21 ribu dari satu penumpang untuk perjalanan dua hari dua malam," katanya.
Penghasilan tersebut tak rutin ia dapatkan. Dia harus bergiliran dengan rekan sesama sopir di perusahaan PO-nya untuk mengemudikan bus tersebut. "Karena armada kita sedikit, tidak ada yang dirumahkan, tapi nariknya bergiliran," katanya.
Anto berharap pemerintah bisa meninjau ulang larangan mudik tersebut. Ia mengusulkan agar para penumpang di terminal juga bisa diperiksa dengan menggunakan alat deteksi COVID-19 yang diklaim pemerintah berlimpah.
"Harapan kita semua sih tidak ditutup ya, kiranya ada protokol kesehatan. Waktu PSBB dan New Normal diperbolehkan jalan, misal tempat duduk 40, hanya boleh diisi 20. Kalau ditutup semua, kaum-kaum kaya kita semua bakal repot banget," ucap Anto.
Solusi lainnya, ada bantuan dari pemerintah untuk pekerja sektor transportasi yang terdampak. Pasalnya, sampai saat ini ia belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. "Kalau ada bantuan dari pemerintah sih ya enggak apa-apa, sekarang perusahaan juga sedang sulit," ujar Anto.
Sementara itu, Kurdi (50), sopir bus Bhineka jurusan Bandung-Cirebon, hanya bisa pasrah menerima keputusan dari pemerintah. Menurutnya, bekerja dengan penghasilan minim lebih baik daripada tak bekerja sama sekali. "Pendapatan sudah pasti berkurang. Mulai tanggal enam (Mei) tidak bisa jalan sama sekali. Kita ikuti pemerintah sajalah apa adanya, habis bagaimana aturan pemerintah begitu, ya kita ikuti," tutur Kurdi.
Kurdi mengatakan rata-rata penumpang bus AKDP yang ia kemudikan berkisar tujuh orang dan paling banyak 10 orang dari kapasitas 40 penumpang. "Seringnya tidak memenuhi target setoran, memang berkurang banyak saat Corona. Sehari kalau PP itu setorannya Rp 650 ribu, dan kalau Jumat - Sabtu naik jadi Rp 800 ribu," ujarnya.
Untuk menutupi biaya sehari-hari, istrinya di rumah berjualan. "Bantuan tidak ada, tapi alhamdulillah di rumah istri bisa jualan, daripada kita jenuh di rumah," ujar pria yang telah bekerja sebagai sopir bus selama 28 tahun itu.
Buaya Teror Pangandaran
Warga di Desa Sukaresik, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran digegerkan dengan kemunculan buaya di Sungai Citonjong. Penampakan buaya muara itu berhasil direkam oleh seorang warga.
Kehadiran buaya itu membuat warga was-was. Pasalnya Sungai Citonjong kerap jadi tempat berenang anak-anak di kampung tersebut.
Warga setempat Abah Atong Sugandi (60) mengatakan kemunculan buaya di Sungai Citonjong sudah sering terjadi. "Itu buaya beneran, tidak ada kaitannya dengan hal mistik. Mentang-mentang ditemukan Kamis sore atau menjelang malam Jumat, terus dikait-kaitkan dengan hal mistis," kata Atong, Jumat (9/4/2021).
Atong mengaku sering menemukan kawanan buaya muara Citonjong. "Saya suka mencari ikan dengan cara menyelam, sering bertemu. Tapi karena ukurannya masih kecil, buaya yang kabur. Saya mah tenang aja," kata Atong.
Dia memperkirakan ada 5 ekor buaya yang bersarang di sekitar Sungai Citonjong. Dia berharap buaya itu jangan diburu, tapi cukup dihalau atau ditangkap untuk dipindahkan ke tempat lain.
"Warga memang resah, takut menyerang anak-anak. Naluri buaya kan menyerang ke makhluk yang lebih kecil. Tapi sebaiknya jangan dibunuh. Ditangkap saja, lalu dipindahkan atau dibawa ke penangkaran," kata Atong.
Sementara itu petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Cagar Alam Pangandaran, sudah melakukan pemantauan sejak adanya pelaporan kemunculan buaya tersebut.
Gubernur Banten Laporkan Dugaan Penyunatan Hibah Ponpes Rp 117 M
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan bahwa dirinya melakukan pelaporan atas maraknya informasi pemotongan hibah untuk pondok pesantren yang nilainya Rp 117 miliar. Hibah ini diberikan ke 3 ribu lebih pesantren yang nilainya masing-masing Rp 30 juta di anggaran tahun 2020.
"Yang melaporkan ke Kejati (Banten) saya, bagitu banyak informasi-informasi pemotongan. Yang melaporkan saya itu saya memerintahkan supaya jangan sampai ada yang memanfaatkan," kata Wahidin kepada wartawan di Serang, Jumat (9/4/2021).
Gubernur mengungkap bahwa hibah Pemprov itu ada yang memanfaatkan. Kelompok yang ia tidak bisa sebutkan spesifiknya diduga mengambil keuntungan dengan melakukan pemotongan. "Kita belum tahu nilainya, ini membutuhkan kesungguhan gubernur dalam rangka membangun integritas," ujarnya.
Alasan pelaporan oleh Pemprov bahwa hibahnya diduga jadi bancakan karena maraknya laporan masuk ke telinga gubernur. Isinya mulai dari laporan fiktif hingga ada pemotongan sekian rupiah ke pesantren. Mereka memanfaatkan saat ada proses validasi dan verifikasi ke setiap pesantren.
"Tapi di balik verifikasi dan validasi mungkin ada tangan kepentingan, minta bantuan kejaksaan polisi proses itu secara hukum," ujarnya.
Pemprov juga memantau apakah dalam proses pemeriksaan di Kejati ada oknum yang terlibat. Yang jelas perkara ini masih dalam proses penyelidikan di kejaksaan. "Kita lihat apakah pemeriksaan berikutnya ada oknumnya, kalau ada sikat," ujar Wahidin.
Kejati Banten membenarkan tengah melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan dana hibah ke pondok pesantren dari Pemprov Banten senilai Rp 117 miliar. Hibah tahun anggaran 2020 ini diberikan ke 3 ribu lebih pesantren seluruh Banten.
"Masih mengkonfirmasi masih sprin tugas, proses pelaksanaan tugas untuk mengkonfirmasi kebenaran tersebut," kata Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Siahaan saat dikonfirmasi detikcom melalui sambungan telepon di Serang, Jumat (9/4/2021).
Ia membenarkan bahwa sudah ada beberapa pihak terkait hibah ini yang menjalani proses pemeriksaan. Namun, ia tidak bisa memberi keterangan lebih jelas berapa jumlah saksi yang telah dipanggil Kejati.
"Ada, tapi kita masih mengkonfirmasi kebenaran laporan," ujar Ivan.