Pemerintah Rusia menuduh Ukraina meningkatkan serangan udara dengan tujuan menggagalkan perundingan damai. Moskow juga mengatakan bahwa serangan besar-besarannya terhadap Ukraina merupakan "respons" atas serangan drone Ukraina terhadap Rusia.
Upaya yang dipimpin Amerika Serikat untuk memaksakan perundingan damai antara kedua negara tetangga tersebut, sejauh ini gagal mencapai terobosan. Ini membuat Presiden AS Donald Trump frustrasi dengan kedua belah pihak.
Sebelumnya pada hari Senin (27/5) waktu setempat, Moskow melancarkan serangan udara terbesar terhadap Ukraina sejak dimulainya operasi militer skala penuh pada tahun 2022.
"Kyiv, dengan dukungan beberapa negara Eropa, telah mengambil serangkaian langkah provokatif untuk menggagalkan perundingan yang diprakarsai oleh Rusia," kata Kementerian Pertahanan Rusia, dilansir kantor berita AFP, Selasa (27/5/2025).
Kementerian menambahkan bahwa pasukan Rusia menyerang Ukraina "sebagai respons terhadap serangan drone Ukraina secara massal di wilayah Rusia".
Moskow mengklaim bahwa mereka hanya menyerang "target militer" di Ukraina. Namun, militer Rusia melancarkan serangan pada hari Minggu lalu, yang menewaskan 13 warga sipil, termasuk tiga anak dari keluarga yang sama, di kota Zhytomyr di Ukraina bagian tengah.
Moskow mengatakan telah melancarkan serangan-serangan setelah Ukraina mengirim 1.465 drone ke Rusia sejak 20 Mei lalu.
Otoritas Moskow mengatakan bahwa warga sipil Rusia, "termasuk wanita dan anak-anak", terluka dalam serangan-serangan Ukraina tersebut. Moskow pun memperingatkan bahwa mereka akan melanjutkan serangan "sebagai tanggapan terhadap serangan teroris atau provokasi oleh Kyiv".
Simak juga Video: Trump Kecam Serangan Rusia ke Ukraina: Apa yang Terjadi Pada Putin?
(ita/ita)