Fakta Baru Presiden Korsel 'Tutup Telinga' Saat Tetapkan Darurat Militer

Haris Fadhil - detikNews
Minggu, 05 Jan 2025 21:39 WIB
Halaman ke 1 dari 2
Yoon Suk Yeol. (dok. Reuters)
Seoul -

Fakta baru terkait sikap Presiden Korea Selatan yang sedang diskors, Yoon Suk Yeol, terhadap darurat militer terungkap. Yoon disebut 'tutup telinga' dari penolakan anggota kabinetnya soal penerapan darurat militer.

Dilansir AFP, Minggu (5/1/2025), hal itu terungkap dari tuntutan jaksa terhadap mantan Menteri Pertahanan Korsel, Kim Yong-hyun. Dokumen penuntutan setebal 83 halaman untuk mendakwa Kim itu mengungkap Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Keuangan Korsel saat itu menyatakan keberatan terhadap rencana darurat militer.

Mereka menyatakan kekhawatiran dengan jelas tentang dampak ekonomi dan diplomatik terhadap penerapan darurat militer. Keberatan itu disampaikan dalam rapat kabinet yang diadakan Yoon sebelum pengumuman darurat militer pada 3 Desember 2024.

"Ekonomi akan menghadapi kesulitan yang parah, dan saya khawatir kredibilitas internasional akan menurun," kata Perdana Menteri saat itu, Han Duck-soo kepada Yoon, sebagaimana dikutip dari dokumen yang dilihat AFP.

Han menjadi Penjabat Presiden setelah Yoon dimakzulkan oleh Parlemen Korsel. Namun, Han juga dimakzulkan oleh anggota parlemen oposisi yang berpendapat dia menolak tuntutan untuk menyelesaikan proses pemakzulan Yoon dan membawanya ke pengadilan.

Menteri Luar Negeri Korsel Cho Tae-yul juga disebut menyatakan darurat militer akan memiliki 'dampak diplomatik tetapi juga menghancurkan pencapaian yang telah dibangun Korea Selatan selama 70 tahun terakhir'. Sementara, Menkeu sekaligus Penjabat Presiden Korsel saat ini, Choi Sang-mok, berpendapat keputusan darurat militer akan memiliki 'dampak yang menghancurkan pada ekonomi dan kredibilitas negara'.

Namun, Yoon tak mempedulikan hal itu. Dia disebut mengatakan 'tidak ada jalan kembali'. Dia juga mengklaim oposisi, yang menang telak dalam pemilihan parlemen bulan April 2024, akan menyebabkan negara itu runtuh.

"Baik ekonomi maupun diplomasi tidak akan berfungsi," katanya.

Ringkasan laporan bulan lalu juga mengungkap Yoon mengizinkan militer untuk menembakkan senjata mereka untuk memasuki gedung parlemen selama darurat militer yang gagal itu. Pengacara Yoon, Yoon Kab-keun, menolak laporan jaksa penuntut.

Dia menganggap dakwaan itu tidak menunjukkan adanya pemberontakan dan 'tidak sesuai dengan hukum, dan juga tidak ada bukti'. Yoon sendiri masih diselidiki atas tuduhan pemberontakan dan menghadapi penangkapan, penjara atau hukuman mati.

Mahkamah Konstitusi telah menjadwalkan 14 Januari 2025 sebagai awal persidangan pemakzulan Yoon. Sidang tetap dilanjutkan meski Yoon tidak hadir.

MK Korsel mungkin akan mempertimbangkan laporan jaksa penuntut tentang Kim. Eks Menhan Kim menjadi orang pertama yang didakwa atas penerapan darurat militer yang dibatalkan usai parlemen menggelar pemungutan suara.




(haf/rfs)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork