5 Peran Nadiem di Kasus Laptop Terungkap di Dakwaan Anak Buahnya

5 Peran Nadiem di Kasus Laptop Terungkap di Dakwaan Anak Buahnya

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 17 Des 2025 07:15 WIB
5 Peran Nadiem di Kasus Laptop Terungkap di Dakwaan Anak Buahnya
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Peran demi peran mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada Kemendikbudristek terungkap. Perannya diungkap jaksa dalam sidang dakwaan anak buahnya.

Peran itu di antaranya mencopot anak buah yang tak setuju soal pengadaan Chromebook hingga pembuatan grup WhatsApp sebelum menjabat menteri. Nadiem sendiri disebut menerima Rp 809 miliar dalam pengadaan ini.

Adapun terdakwa itu adalah Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan. Sidang ini digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nadiem sendiri juga merupakan terdakwa dalam kasus ini. Namun, dakwaannya akan dibacakan pekan depan karena Nadiem masih dibantarkan di rumah sakit.

ADVERTISEMENT

Jaksa mengatakan hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar). Selain Nadiem, jaksa mengatakan pengadaan ini telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

Berikut lima peran Nadiem dalam kasus ini:

1. Surat Google Dibalas di Era Nadiem, Tak Dijawab di Era Muhadjir

Jaksa mengatakan surat dari PT Google Indonesia terkait laptop merek Chromebook ke Kemendikbud era Muhadjir Effendi tak dibalas. Jaksa mengatakan surat itu baru dibalas di era Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

Jaksa mengatakan awalnya Nadiem ingin program pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan program Merdeka Belajar melalui digitalisasi pendidikan bekerja sama dengan Google. Nadiem kemudian melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak membahas hal tersebut.

"Maka sebelumnya di bulan November 2019 Nadiem Anwar Makarim melakukan pertemuan dengan Colin Marson selaku Head of Education Asia pacific dan Putri Ratu Alam yang membahas terkait produk-produk Google for Education, seperti Chromebook, Google Workspace, dan Google Cloud," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan Sri Wahyuningsih.

Setelah pertemuan tersebut, Nadiem sepakat untuk menggunakan produk Google for Education di antaranya penggunaan Chromebook untuk setiap sekolah yang ada di Indonesia dan spesifikasi teknis akan diganti menggunakan sistem operasi Chrome. Jaksa mengatakan kesepakatan itu dimulai dengan membalas surat dari Google yang sebelumnya tidak dijawab di era Muhadjir.

"Adapun langkah awal sistem operasi Chrome yang akan digunakan di Kemendikbud maka surat PT Google Indonesia tertanggal 7 Agustus 2019 yang sebelumnya tidak dijawab oleh Muhadjir Effendi sebelumnya sebagai Mendikbud lalu dijawab oleh pihak Kemendikbud melalui Sutanto selaku Plt Sekretaris Ditjen Paudasmen Kemendikbud tanggal 27 Januari 2020," ujar jaksa.

"Yang pada pokoknya menyatakan bahwa komponen penggunaan dana BOS maupun DAK Fisik melalui petunjuk teknis dengan tanpa mengatur spesifikasi teknis secara detil tidak mengarah kepada merek tertentu seperti Windows dan Linux," imbuh jaksa.

Jaksa mengatakan Nadiem mundur dari direksi PT Gojek Indonesia dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB). Jaksa mengatakan hal itu dilakukan agar tidak terlihat adanya conflict of interest saat Nadiem menjabat Mendikbudristek.

"Akan tetapi Nadiem Anwar Makarim menunjuk teman-temannya di antaranya Andre Soelistyo dan Kevin Bryan Aluwi sebagai Direksi dan Beneficial Owner untuk kepentingan Nadiem Anwar Makarim sebagai saham founder atau saham pendiri milik terdakwa Nadiem Anwar Makarim di PT Gojek Indonesia dan PT AKAB," ucap jaksa.

Jaksa mengatakan Nadiem juga mengangkat Fiona Handayani sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di bidang isu strategis, serta Jurist Tan, yang kini buron, sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di Bidang Pemerintahan yang tugasnya memberikan masukan strategis terkait kebijakan pemerintahan di sektor pendidikan seperti program Merdeka Belajar. Pengangkatan Fiona dan Jurist Tan dilakukan pada 2 Januari 2020.

"Nadiem Anwar Makarim memberikan kekuasaan yang luas kepada Jurist Tan dan Fiona Handayani kemudian menyampaikan kepada pejabat eselon 1 dan 2 di Kemendikbud bahwa 'apa yang dikatakan Jurist Tan dan Fiona Handayani adalah kata-kata saya'," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Jurist Tan dan Fiona kemudian sering memimpin rapat daring pejabat eselon 1 dan 2 mewakili Nadiem untuk program Digitalisasi Pendidikan berbasis Chromebook. Jaksa menuturkan hal itu bisa dilakukan Jurist Tan dan Fiona karena kekuasaan luas yang diberikan Nadiem.

"Bahwa selanjutnya Jurist Tan dan Fiona Handayani sering memimpin Zoom meeting dengan pejabat Eselon 1 dan 2 di Kemendikbud mewakili Nadiem Anwar Makarim untuk mengusung program dan project pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar melalui Digitalisasi Pendidikan berbasis Chromebook," kata jaksa.

2. Bikin 2 Grup WA Sebelum Menjabat

Jaksa mengatakan Nadiem Makarim juga membuat dua grup WhatsApp (WA) sebelum menjabat menteri. Jaksa mengungkap tujuan dan anggota grup WA yang dibuat Nadiem itu.

Mulanya, jaksa mengatakan Nadiem menggantikan Muhadjir Effendi sebagai Mendikbud pada Oktober 2019. Meski demikian, menurut jaksa, Nadiem telah membuat dua grup WA pada Juli dan Agustus 2019 bernama 'Education Council' dan 'Mas Menteri Core Team'.

"Sebelum menduduki jabatan sebagai Mendikbud, sekitar bulan Juli 2019 dan Agustus 2019 Nadiem Anwar Makarim membuat dua grup WhatsApp ,yaitu grup yang pertama WA 'Education Council' dan grup WA 'Mas Menteri Core Team'," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan Sri Wahyuningsih.

Jaksa mengatakan anggota group WA itu adalah teman-teman Nadiem. Antara lain buron Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Najeela Shihab.

"Yang beranggotakan teman-temannya di antaranya bernama Jurist Tan, Najeela Shihab, dan Fiona Handayani dari Yayasan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan atau PSPK yang membicarakan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan buron Jurist Tan juga membentuk grup WA bernama 'Tim Paudasmen' yang beranggotakan Najeela Shihab. Tujuan grup itu ialah memasukkan program Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan program Merdeka Belajar milik Yayasan PSPK ke dalam program digitalisasi pendidikan sesuai dengan arahan Nadiem.

"Jurist Tan juga membentuk grup WA bernama 'TIM Paudasmen' yang beranggotakan Fiona Handayani, Najeela Shihab, serta memasukkan Jumeri yang saat itu masih menjabat Kepala Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Tengah untuk dipersiapkan menjadi pejabat eselon I di Direktorat Jenderal Paudasmen Kemendikbud atas permintaan Nadiem Anwar Makarim," kata jaksa.

"Adapun tujuan grup WA bernama 'TIM Paudasmen' memasukkan program Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar milik Yayasan PSPK ke dalam program digitalisasi pendidikan sebagaimana arahan Nadiem Anwar Makarim," imbuh jaksa.

Program Merdeka Belajar merupakan program yang dibuat Najeela Shihab di yayasan PSPK. Singkatnya, kerja sama antara Nadiem dan Yayasan PSPK disepakati yang dituangkan dalam nota kesepahaman tertanggal 27 November 2019.

"Ruang lingkup nota kesepahaman antara Kemendikbud dengan Yayasan PSPK di antaranya melaksanakan Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar merupakan program yang dibuat oleh Najeela Shihab di PSPK yang diambil oleh Nadiem Anwar Makarim ketika menjabat sebagai Mendikbud untuk diterapkan di Kemendikbud," ujar jaksa.

3. Bikin Zoom Meeting Tak Lazim

Jaksa mengungkap Nadiem Anwar Makarim juga membuat rapat daring atau disebut Zoom meeting tak lazim untuk membahas pengadaan laptop Chromebook. Jaksa mengatakan semua peserta rapat itu harus menggunakan headset atau berada di ruang tertutup.

"Selanjutnya, pada tanggal 6 Mei 2020 Nadiem Anwar Makarim mengundang Jurist Tan, Ibrahim Arief alias Ibam, Fiona Handayani, Anindito Aditomo alias Nino, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno untuk menghadiri rapat yang meminta Ibrahim Arief alias IBAM memaparkan bahan presentasi pengadaan TIK menggunakan sistem operasi Chrome," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan undangan rapat itu dibuat rahasia dan tertutup. Jaksa mengatakan semua peserta diperintahkan untuk menggunakan headset atau berada di ruang tertutup dan tak boleh didengar orang lain.

"Adapun undangan rapat Zoom Meeting tersebut dibuat secara tidak lazim, yaitu bersifat tertutup dan rahasia, serta memerintahkan peserta rapat untuk menggunakan headset atau berada di ruangan tertutup yang tidak didengar oleh orang lain," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Zoom Meeting itu juga tak boleh direkam. Jaksa mengatakan isi rapat itu pada pokoknya menyampaikan Chromebook dengan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management (CDM) atau Chrome Education Upgrade lebih unggul daripada sistem operasi Windows dalam single digital platform.

"Pada rapat Zoom Meeting tersebut, peserta rapat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan posisi video dalam keadaan off, kecuali Ibrahim Arief alias Ibam dan rapat Zoom Meeting tersebut tidak boleh direkam. Selanjutnya, rapat dimulai sekitar pukul 12.30 WIB yang dimulai oleh Ibrahim Arief alias Ibam yang menyampaikan presentasi pengadaan TIK untuk asesmen dan pembelajaran tim PAUDasmen, tim asesmen, dan tim wartek," kata jaksa.

Jaksa mengatakan Nadiem menyampaikan 'Go ahead with Chromebook' dalam Zoom Meeting tersebut. Jaksa mengatakan pemilihan Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan pernah gagal pada 2018.

"Kemudian, Nadiem Anwar Makarim menyatakan 'Go ahead with Chromebook'. Padahal pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome untuk program digitalisasi pendidikan tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan telah diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome termasuk Chrome Device Management atau Chrome Education Upgrade yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia serta selain itu pernah gagal saat di tahun 2018," ujar jaksa.

4. Copot 2 Anak Buah

Nadiem Makarim juga mencopot dua pejabat eselon II di Kemendikbudristek gegara beda pendapat soal pengadaan laptop merek Chromebook. Kedua pejabat eselon II itu ialah Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati.

Jaksa mengatakan pencopotan dilakukan pada 2 Juni 2020. Jaksa mengatakan Nadiem mencopot Khamim dari Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen lalu menunjuk Sri Wahyuningsih sebagai pengganti.

Nadiem juga disebut mencopot Poppy dari Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dan menunjuk Mulyatsyah. Sri dan Mulyatsyah kini menjadi terdakwa.

"Pertama, Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen dari Khamim kepada terdakwa Sri Wahyuningsih berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47383/MPK/RHS/KP/2020 dan kedua, Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dari Poppy Dewi Puspitawati kepada Mulyatsyah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47383/MPK/RAS/KP/2020," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan Sri Wahyuningsih.

Jaksa mengatakan pencopotan dilakukan karena perbedaan pendapat hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem. Jaksa mengatakan Poppy tak setuju jika pengadaan merujuk pada satu produk tertentu, yakni Chromebook.

"Salah satu alasan Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat eselon II di antaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem Anwar Makarim, tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu, sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020," kata jaksa.

Jaksa mengatakan penggantian jabatan itu diikuti dengan penunjukan Mulyatsyah sebagai ketua tim review hasil kajian pengadaan laptop menggantikan Khamim dan Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua menggantikan Poppy Dewi Puspitawati. Keputusan itu tertuang dalam penetapan tertanggal 8 Juni 2020.

"Kemudian, pada tanggal 8 Juni 2020, Hamid Muhammad selaku Plt Dirjen PAUDasmen mengeluarkan Keputusan Nomor 5190/C.C1/KP/2020 tentang Penetapan Tim Teknis Review Hasil Kajian Tim Teknis Analisis Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, yaitu menunjuk Mulyatsyah sebagai ketua menggantikan Khamim dan terdakwa Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua menggantikan Poppy Dewi Puspitawati," ujar jaksa.

5. Terima Rp 809 M

Jaksa juga mengatakan Nadiem Makarim menerima Rp 809 miliar dari pengadaan tersebut.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000," ujar jaksa Roy Riady.

Jaksa mengatakan hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar). Selain Nadiem, jaksa mengatakan pengadaan ini telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan terdakwa lainnya yakni Nadiem Makarim. Kemudian, bersama Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dan mantan staf khusus Nadiem, buron Jurist Tan.

Jaksa mengatakan pengadaan Chromebook dan CDM tahun anggaran 2020-2022 dilakukan para terdakwa tidak sesuai perencanaan, prinsip pengadaan, tanpa melalui evaluasi harga dan survei. Sehingga laptop tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).

"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat reviu kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T," ujar jaksa.

Simak juga Video Nadiem Disebut Perkaya Diri Rp 809,5 M di Kasus Korupsi Pengadaan Laptop

Halaman 5 dari 6
(azh/azh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads