Sertu Riza Pahlivi divonis penjara 10 bulan dalam kasus penganiayaan seorang pelajar SMP di Medan berinisial MHS (15). Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik vonis ini karena ringan dan prosesnya janggal.
"Putusan ini bahkan lebih ringan dari hukuman terhadap kasus-kasus pidana ringan seperti pencurian," tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM hingga Human Right. Koalisi melihat ada kejanggalan dalam pertimbangan hakim.
"Kejanggalan dalam pertimbangan hakim, seperti menyebut korban tidak memiliki luka bekas sesuai keterangan saksi, kian memperkuat pandangan bahwa proses militer merupakan ruang tertutup yang 'tidak dapat disentuh' dan tidak memenuhi standar transparansi serta akuntabilitas," tuturnya.
"Hal tersebut semakin menunjukkan bahwa keadilan bagi warga sipil korban kekerasan militer masih jauh dari harapan," lanjutnya.
Koalisi juga menyoroti pola berulang pada kasus kekerasan yang dilakukan oknum TNI. Sebab, Koalisi melihat ketidaksetaraan.
"Fakta-fakta tersebut menggambarkan pola yang terus berulang: ketika pelakunya berasal dari institusi militer, proses hukum menjadi tertutup, perlakuan tidak setara terjadi, dan hukuman tidak proporsional dijatuhkan. Hukum tampak tunduk pada seragam dan pangkat, bukan pada keadilan," tegasnya.
Koalisi melihat hukum kerap dikorbankan demi citra dan solidaritas korps. Hal ini kerap disalahartikan sebagai loyalitas membabi buta.
"Keadilan sering dikorbankan demi melindungi citra dan solidaritas korps (esprit de corps), yang disalahartikan sebagai loyalitas membabi buta antaranggota militer," tegasnya.
(rdp/imk)