MK Diharapkan Kabulkan Gugatan Usia Cawapres, Pemilih Gen Z Disinggung

MK Diharapkan Kabulkan Gugatan Usia Cawapres, Pemilih Gen Z Disinggung

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Rabu, 30 Agu 2023 12:20 WIB
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Erfandi
Erfandi (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Batasan minimal usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pakar hukum Erfandi berharap MK tidak membatasi uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini dengan alasan open legal policy.

Erfandi yang merupakan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) awalnya menjelaskan soal hak warga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Termasuk, kata dia, hak untuk menjadi capres dan cawapres.

"Memang secara prinsip di dalam pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk ikut dalam pemerintahan termasuk dalam hal menjadi capres ataupun cawapres," kata Erfandi kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga dalam beberapa UU kemudian diturunkan mengenai syarat menjadi capres dn atau cawapres seperti pengaturan mengenai usia 35 tahu di dalam pasal 6 UU nomor 23 th 2003 dan pasal 5 UU 42 tahun 2008. Namun demikian perkembangan mengenai usia capres berubah menjadi 40 tahun di pasal 169 UU 7 tahun 2017," imbuhnya.

Erfandi menyebut warga yang menggugat batasan usia capres-cawapres ke MK merupakan hak konstitusional mereka. Hal itu, menurutnya, dihormati secara hukum.

ADVERTISEMENT

"Nah saya kira kalau ada warga negara yang tidak sepakat terhadap batasan usia 40 tahun dengan melakukan judicial review ke MK saya kira adalah hak konstitusional setiap warga negara yang juga harus dihormati secara hukum," tutur dia.

Erfandi kemudian menyinggung dominasi pemilih milenial pada Pemilu 2024. Menurutnya, kaum milenial juga harus diakomodir untuk menjadi wakil rakyat hingga capres dan cawapres.

"Karena memang dalam perkembangan pemilu jumlah pemilih didominasi oleh kelompok milenial dan gen Z yang jumlahnya 56% jadi dari aspek ketatanegaraan jumlah yang didominasi oleh kaum milenial perlu diakomodir oleh konstitusi untuk dapat mendudukkan wakilnya baik sebagai capres atau cawapres termasuk anggota DPR RI dan kepala daerah. Karena itu hal yang lumrah dan konstitusional," ucap dia.

"Tidak mungkin pembuat kebijakan menegasikan jumlah pemilih milenial dengan membatasi capres dan cawapres atau kepala daerah yang masih muda," imbuhnya.

Menurut dia, jika hak untuk menjadi capres dan cawapres dibatasi pada usia 40 tahun, hal itu tidak proporsional. Sebab, kata Erfandi, batas usia pemilih adalah 17 tahun.

"Dalam azas pemilu luber dan jurdil bagaimana bisa mewujudkan keadilan sebagai azas pemilu kalau untuk batas usia pemilih 17 tahun tapi giliran hak dipilih batasannya 40 tahun ini kan nggak proporsional karena ada disparitas usia yang sangat jauh antara 17 tahun dengan 40 tahun," ujar dia.

Selengkapnya pada halaman berikut.

Lebih lanjut, Erfandi menyinggung jika alasan MK tidak bisa memutus batasan usia cawapres karena masuk dalam open legal policy, di mana urusan tersebut tidak menjadi urusan MK melainkan urusan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. Menurutnya MK pernah memutus perkara open legal policy.

"Kalau alasan MK tidak bisa memutuskan batas usia capres dan cawapres karena masuk open legal policy saya kira juga perlu dipertimbangkan putusan MK sendiri yang pernah memutus perkara open legal policy dengan dikeluarkan putusan MK nomor 86/PUU/X/2012," tutur dia.

"Apalagi open legal policy itu juga ada batasannya misalnya UU yang dibuat DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD dan mengikuti perkembangan zaman. Kalau dalam perkembangan pemilu 2024 di dominasi oleh pemilih milenial apa tidak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan milenial tersebut," lanjutanya.

Oleh karena itu, Erfandi berharap MK tidak membatasi uji materi dengan alasan open legal policy. Dia menyebut MK pernah mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang yang juga open legal policy.

"MK jangan membatasi uji materi dengan alasan open legal policy. Karena dalam perjalanannya MK pernah mengabulkan uji materi terhadap UU yang juga open legal policy. Kalo tidak salah terkait lembaga pengelolaan zakat, yang juga dianggap sebagai open legal policy tapi juga dikabulkan uji materi terhadap UU tersebut," ujarnya.

Halaman 3 dari 2
(lir/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads