Ketua majelis hakim Fahzal Hendri menegur jaksa dan Ketua Pokja Pemilihan Proyek Penyediaan Infrastruktur BTS 4G, Gumala Warman, dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS. Hakim mengatakan pertanyaan jaksa lembek sehingga jawaban saksi juga lembek.
Gumala menjadi saksi di sidang kasus korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). Duduk sebagai terdakwa ialah mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
Jaksa awalnya menanyakan apakah ada kendala teknis sehingga prakualifikasi pengadaan proyek BTS 4G BAKTI Kominfo dilakukan secara manual. Gumala menyebut Anang Achmad Latif lah yang mengarahkan tim pokja untuk menggunakan sistem manual.
"Sistem pada saat itu tidak ada kendala, cuma arahan Pak Anang waktu itu mempertimbangkan kestabilan sistem," kata Gumala.
Hakim meminta agar pertanyaan diulangi agar jawaban saksi lebih jelas. Saksi lagi-lagi menjawab sistem manual merupakan arahan langsung dari Anang.
"Pada saat memasukkan dokumen prakualifikasi apakah menggunakan sistem Ariba atau manual, dan saksi menjawab menggunakan sistem manual. Itu atas perintah dari PPK dan PPK atas arahan dari terdakwa Anang Achmad Latif?" tanya jaksa.
"Bukan PPK, arahan langsung dari Pak Anang," jawab Gumala.
Hakim bertanya kepada jaksa apakah ada larangan penggunaan sistem manual. Jaksa pun mengamini.
Mendengar itu, hakim bertanya soal aturan kepada Gumala. Menurut Gumala, Bakti Kominfo sudah menerapkan sistem elektronik untuk pengadaan.
"Pengadaan di Bakti kita sudah menerapkan sistem elektronik," jawab Gumala.
"Kemudian beralih ke manual. Apa bedanya?" tanya hakim.
"Manual kita terima fisik," ujar Gumala.
"Tadi penuntut umum menyatakan menjaga persaingan. Terus kalau manual itu apa ada persaingan atau tidak?" tanya hakim.
"Yang kita alami sama persaingannya, Pak. Tidak ada yang kita terima di batas waktu yang kita tentukan," ujar Gumala.
"Lembek-lembek, lemah gemulai kayak begini Saudara main tender triliunan," tutur hakim.
Penasihat hukum Anang, Aldres Napitupulu, kemudian memotong pernyataan hakim. Aldres mengatakan sistem manual tidak dilarang dalam tahapan prakualifikasi.
"Izin, Yang Mulia, tadi yang disampaikan saksi bertiga ini manual di tahap prakualifikasi, bukan di tahap lelangnya karena lelangnya mereka di BAP terangkan melalui elektronik dan yang prakualifikasi di Perdirut memang tidak ada larangannya untuk menggunakan manual. Tapi silakan dikonfirmasi, Yang Mulia," ucap Aldres.
"Gimana?" tanya hakim kepada Gumala.
"Kalau kita mengacu Perdirut 7/2020 memang online (elektronik) hanya diterapkan untuk tender. Prakualifikasi tidak mengharuskan dengan elektronik," ujar Gumala.
"Manual saja tidak menyalahi?" tanya hakim yang diamini Gumala.
Hakim kemudian menegur jaksa dan saksi Gumala. Hakim menilai jaksa dan saksi tidak tegas dalam bertanya dan menjawab. Hakim meminta Gumala menjawab tegas setiap pertanyaan.
"Harus clear nih. Kalau menurut penuntut umum kenapa itu ditanyakan karena manual itu ada larangan dalam Peraturan Direktur Utama BAKTI atau Keppres. Ya harus tajam, Pak," ucapnya.
"Untuk ngomong-omong biasa aja ngapain kita sidang begini. Apa yang janggal di tahap pelelangan ini. Itu yang kita cari, dijawabnya juga lembek, pertanyaannya juga lembek," sambung hakim.
Dia mengatakan cara berbicara di sidang tak harus keras. Namun, katanya, keterangan yang disampaikan harus membuat perkara ini menjadi jelas.
"Bukan harus keras sidang ini, tidak. Kita mencari fakta. Saudara tutupi nanti saya ketok sumpah palsu semua saya bikin. Sekali ketok masuk saya bilang," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(haf/haf)