Hakim Tegur Jaksa dan Saksi Kasus BTS: Pertanyaan Lembek, Jawaban Lembek!

Sidang Johnny Plate dkk

Hakim Tegur Jaksa dan Saksi Kasus BTS: Pertanyaan Lembek, Jawaban Lembek!

Silvia Ng - detikNews
Kamis, 03 Agu 2023 13:23 WIB
Sidang Johnny G Plate (Silvia-detikcom)
Sidang Johnny G Plate (Silvia/detikcom)
Jakarta -

Ketua majelis hakim Fahzal Hendri menegur jaksa dan Ketua Pokja Pemilihan Proyek Penyediaan Infrastruktur BTS 4G, Gumala Warman, dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS. Hakim mengatakan pertanyaan jaksa lembek sehingga jawaban saksi juga lembek.

Gumala menjadi saksi di sidang kasus korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). Duduk sebagai terdakwa ialah mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.

Jaksa awalnya menanyakan apakah ada kendala teknis sehingga prakualifikasi pengadaan proyek BTS 4G BAKTI Kominfo dilakukan secara manual. Gumala menyebut Anang Achmad Latif lah yang mengarahkan tim pokja untuk menggunakan sistem manual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sistem pada saat itu tidak ada kendala, cuma arahan Pak Anang waktu itu mempertimbangkan kestabilan sistem," kata Gumala.

Hakim meminta agar pertanyaan diulangi agar jawaban saksi lebih jelas. Saksi lagi-lagi menjawab sistem manual merupakan arahan langsung dari Anang.

ADVERTISEMENT

"Pada saat memasukkan dokumen prakualifikasi apakah menggunakan sistem Ariba atau manual, dan saksi menjawab menggunakan sistem manual. Itu atas perintah dari PPK dan PPK atas arahan dari terdakwa Anang Achmad Latif?" tanya jaksa.

"Bukan PPK, arahan langsung dari Pak Anang," jawab Gumala.

Hakim bertanya kepada jaksa apakah ada larangan penggunaan sistem manual. Jaksa pun mengamini.

Mendengar itu, hakim bertanya soal aturan kepada Gumala. Menurut Gumala, Bakti Kominfo sudah menerapkan sistem elektronik untuk pengadaan.

"Pengadaan di Bakti kita sudah menerapkan sistem elektronik," jawab Gumala.

"Kemudian beralih ke manual. Apa bedanya?" tanya hakim.

"Manual kita terima fisik," ujar Gumala.

"Tadi penuntut umum menyatakan menjaga persaingan. Terus kalau manual itu apa ada persaingan atau tidak?" tanya hakim.

"Yang kita alami sama persaingannya, Pak. Tidak ada yang kita terima di batas waktu yang kita tentukan," ujar Gumala.

"Lembek-lembek, lemah gemulai kayak begini Saudara main tender triliunan," tutur hakim.

Penasihat hukum Anang, Aldres Napitupulu, kemudian memotong pernyataan hakim. Aldres mengatakan sistem manual tidak dilarang dalam tahapan prakualifikasi.

"Izin, Yang Mulia, tadi yang disampaikan saksi bertiga ini manual di tahap prakualifikasi, bukan di tahap lelangnya karena lelangnya mereka di BAP terangkan melalui elektronik dan yang prakualifikasi di Perdirut memang tidak ada larangannya untuk menggunakan manual. Tapi silakan dikonfirmasi, Yang Mulia," ucap Aldres.

"Gimana?" tanya hakim kepada Gumala.

"Kalau kita mengacu Perdirut 7/2020 memang online (elektronik) hanya diterapkan untuk tender. Prakualifikasi tidak mengharuskan dengan elektronik," ujar Gumala.

"Manual saja tidak menyalahi?" tanya hakim yang diamini Gumala.

Hakim kemudian menegur jaksa dan saksi Gumala. Hakim menilai jaksa dan saksi tidak tegas dalam bertanya dan menjawab. Hakim meminta Gumala menjawab tegas setiap pertanyaan.

"Harus clear nih. Kalau menurut penuntut umum kenapa itu ditanyakan karena manual itu ada larangan dalam Peraturan Direktur Utama BAKTI atau Keppres. Ya harus tajam, Pak," ucapnya.

"Untuk ngomong-omong biasa aja ngapain kita sidang begini. Apa yang janggal di tahap pelelangan ini. Itu yang kita cari, dijawabnya juga lembek, pertanyaannya juga lembek," sambung hakim.

Dia mengatakan cara berbicara di sidang tak harus keras. Namun, katanya, keterangan yang disampaikan harus membuat perkara ini menjadi jelas.

"Bukan harus keras sidang ini, tidak. Kita mencari fakta. Saudara tutupi nanti saya ketok sumpah palsu semua saya bikin. Sekali ketok masuk saya bilang," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Johnny Plate dkk Didakwa Rugikan Rp 8 T

Johnny G Plate didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini hingga menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun. Plate diadili bersama mantan Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana Plate di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/6), kasus ini disebut berawal pada 2020. Saat itu, Plate bertemu dengan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak di salah satu hotel dan lapangan golf untuk membahas proyek BTS 4G.

Jaksa mengatakan Plate juga menyetujui penggunaan kontrak payung pada proyek BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan tujuan menggabungkan pekerjaan pembangunan dan pekerjaan operasional. Jaksa juga menyebut Plate memerintahkan Anang agar memberikan proyek power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 kepada Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.

Jaksa mengatakan Plate sebenarnya telah menerima laporan bahwa proyek BTS itu mengalami keterlambatan hingga minus 40 persen dalam sejumlah rapat pada 2021. Proyek itu juga dikategorikan sebagai kontrak kritis.

Namun, menurut jaksa, Plate tetap menyetujui usulan Anang untuk membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan bank garansi dan memberikan perpanjangan pekerjaan sampai 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyelesaian proyek oleh perusahaan.

Pada 18 Maret 2022, Plate kembali mendapat laporan bahwa proyek belum juga selesai. Jaksa mengatakan Plate saat itu meminta Anang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk tidak memutuskan kontrak.

"Tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022," ucap jaksa.

"Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama, dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun)," ujar jaksa.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads