Jaksa menghadirkan pengacara Ariyanto Bakri sebagai saksi kasus suap vonis lepas terdakwa korporasi dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Jaksa heran karena Ariyanto menjawab 'tidak tahu' padahal pertanyaan belum selesai disampaikan.
Terdakwa dalam kasus ini ialah eks Ketua PN Jaksel sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakpus Muhammad Arif Nuryanta, mantan panitera muda perdata PN Jakut Wahyu Gunawan, serta trio hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).
Ariyanto merupakan suami pengacara Marcella Santoso. Ariyanto dan Marcella juga menjadi tersangka dalam kasus suap vonis lepas ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada tiga korporasi grup yang menjadi terdakwa di perkara minyak goreng korporasi, pertama Wilmar Group, yang terdiri dari PT Multimas Nabati, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Sinar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati. Kemudian, ada Permata Hijau Group, yang terdiri dari PT Nagamas, PT Pelita Agung, PT Nubika, PT Permata Hijau dan PT Permata Hijau Sawit. Dan terakhir Musim Mas Group yang terdiri dari Musimas, PT Intibenua, PT Mikie Oleo, PT Agro Makmur dan Fuji Mas Fuji dan Mega Surya. Saudara pernah mendengar perusahaan perusahaan itu yang pada akhirnya menjadi klien dari AALF?" tanya jaksa.
"Yang saya hanya mendengar sebatas Wilmar, selebihnya saya tidak ada yang tahu," jawab Ariyanto.
"Tidak tahu?" tanya jaksa.
"Tidak tahu," jawab Ariyanto.
"Tidak tahu bahwa kaitan dengan dua grup lainnya ini?" tanya jaksa.
"Tidak ada, tidak ada yang tahu," jawab Ariyanto.
Ariyanto berulang kali mengaku tidak tahu saat ditanya soal korporasi yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng itu. Dia mengatakan Marcella yang mengetahui teknis operasional di kantor hukum Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF).
"Siapa yang lebih tahu di AALF terkait kerja sama ini?" tanya jaksa.
"Istri saya," jawab Ariyanto.
"Berarti secara teknis Marcella ini yang menjalankan operasional di lapangan?" tanya jaksa.
"Betul pak," jawab Ariyanto.
"Itu selalu harus mendapatkan persetujuan atau pengetahuan-pengetahuan Saudara atau berdiri sendiri?" tanya jaksa.
"Tidak perlu," jawab Ariyanto.
Ariyanto dan Marcella merupakan pengacara terdakwa korporasi dalam perkara migor ini. Namun, Ariyanto kembali mengaku tidak tahu terkait awal mula penunjukan korporasi tersebut di perkara minyak goreng.
"Kemudian, terkait penunjukan ini pak. Saudara pernah dilaporkan atau mendapatkan informasi, hal-hal apa saja yang disepakati dalam penunjukan Wilmar Group dan yang lainnya?" tanya jaksa.
"Hampir bisa dikatakan saya tidak tahu sama sekali pak," jawab Ariyanto.
"Tidak tahu juga?" tanya jaksa.
"Tidak tahu juga," jawab Ariyanto.
"Oke, saya ikutin Saudara ya. Kemudian dalam penanganan perkaranya pak, ini kan perkara besar ya. Banyak korporasi yang menjadi tersangkanya," ujar jaksa.
"Hampir sama pak, saya tidak tahu sama sekali," jawab Ariyanto.
"Tidak tahu juga?" timpal jaksa.
"Tidak," jawab Ariyanto.
Jaksa kemudian melanjutkan pertanyaan. Namun, Ariyanto sudah menjawab tidak tahu saat pertanyaan belum selesai.
"Saya belum selesai nanya, Saudara tidak tahu," ujar jaksa.
"Kapan persidangannya pun saya tidak tahu," jawab Ariyanto.
"Sebentar, saya belum selesai nanya," ujar jaksa heran.
"Betul pak," jawab Ariyanto.
"Saya belum selesai nanya," timpal jaksa.
"Oh baik, maaf," jawab Ariyanto.
"Pertanyaan belum selesai Saudara sudah tidak tahu," kata jaksa.
"Maaf pak," jawab Ariyanto.
Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.
Total suap yang diterima para terdakwa sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta serta mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Simak juga Video: Eks Ketua PN Jaksel Dkk Didakwa Terima Suap Rp 40 M di Kasus Migor