Halo detik's Advocate, Apa Perbedaan PPJB Lunas dengan AJB?

Halo detik's Advocate, Apa Perbedaan PPJB Lunas dengan AJB?

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 22 Jun 2023 09:37 WIB
Ilustrasi Properti
Ilustrasi (Shutterstock)
Jakarta -

Jual beli properti membutuhkan administrasi yang cukup panjang dengan banyak point-point kesepakatan yang rumit. Oleh sebab itu, konsumen harus lebih bersabar dan detail dalam mengurusnya.

Hal itu menjadi salah satu pertanyaan pembaca, yaitu:

Halo, saya Kartika. Saya mau tanya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Apakah perbedaan PPJB Lunas dan AJB?
2. Jika saya membeli properti dengan cash keras namun transaksi dengan penjual dihadapan notaris menggunakan PPJB Lunas tanpa AJB apakah sah dalam hukum?
3. Jika pelunasan hanya dengan PPJB Lunas apakah bisa langsung diproses penggantian balik nama SHM?

Terima kasih,

ADVERTISEMENT

Kartika

Pembaca detik's Advocate juga bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi. Untuk menjawab pertanyaan pembaca di atas, berikut pendapat Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Ardhi Yudha, S.H. Berikut jawaban lengkapnya:

Terima kasih atas pertanyaannya Saudari Kartika. Properti menjadi salah satu investasi dan kebutuhan yang kini semakin banyak diminati. Namun, seperti yang kita tahu properti tanah dan bangunan cukup riskan terjadi masalah dalam perihal hak milik, bahkan jika tidak tepat hal ini dapat menjadi sengketa antara dua pihak.

AJB

AJB adalah salah satu bukti otentik kepemilikan tanah dan bangunan. Surat AJB adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh PPAT secara resmi. Dalam surat ini tertulis mengenai data pemilik baru dan kesepakatan antar dua pihak mengenai pemindah hak milik. Meskipun terlihat sederhana, namun sertifikat ini penting untuk anda urus. Akta jual beli atau AJB adalah dokumen otentik berupa bukti transaksi aktivitas jual beli serta peralihan hak atas tanah atau bangunan. Akta ini dibuat dan dikuasai oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau disebut sebagai notaris, sehingga tidak dapat Anda buat sendiri. Selain itu juga, penandatanganan AJB juga harus dilakukan dan didampingi oleh PPAT. Dapat diartikan, AJB adalah salah satu syarat hukum ketika melakukan transaksi jual beli tanah atau bangunan.

Pembuatan AJB oleh notaris PPAT ini menyatakan bahwa tanah adalah objek jual beli yang sudah bisa dialihkan atau alih nama dari penjual ke pembeli. Setelah mengetahui definisinya, hal yang perlu anda ketahui berikutnya dari AJB adalah perbedaannya dengan SHM dan PPJB. Jika AJB adalah akta atau bukti dari adanya proses jual beli tanah atau bangunan, maka berbeda dengan SHM.

SHM

Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah kepemilikan hak paling tinggi dan paling kuat atas tanah atau bangunan, sehingga dapat diartikan SHM merupakan bukti kepemilikan. Sebelum mengurus AJB dan mendapatkan SHM, dokumen awal yang mesti Anda urus adalah PPJB. Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB adalah perjanjian awal antara pembeli dan penjual tanah atau bangunan bersifat tidak otentik.

PPJB adalah akta yang dibuat oleh calon penjual atau pembeli maupun pihak lainnya tanpa melibatkan adanya notaris. Pada intinya, AJB artinya dokumen penting yang digunakan untuk menyelesaikan proses transaksi ini di kantor PPAT setempat. Setelah pengurusan AJB usai, barulah anda bisa mengurus pencatatan pengalihan nama sertifikat untuk menerima SHM dengan atas nama anda sendiri.

AJB adalah dokumen yang tentunya tidak bisa Anda lewati saat proses transaksi jual beli tanah dan bangunan. Sebab AJB memiliki beberapa fungsi berikut:

1. Sebagai bukti sah atas transaksi jual beli rumah atau tanah yang disepakati dengan harga dan ketentuan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
2. Sebagai bukti perkara apabila salah satu pihak tidak bisa memenuhi kewajibannya.
3. Sebagai bukti sah bagi kedua belah pihak karena masing-masing telah memenuhi hak dan kewajibannya.

Simak juga 'Kalau Video Pribadi Tersebarluaskan, Siapa Yang Terkena Hukum?':

[Gambas:Video 20detik]



Perasaan khawatir, itu sangat wajar terjadi baik kepada pembeli ataupun penjual. Apalagi, kalau obyek jual belinya berupa property. Setidaknya, kekhawatiran karena 2 (dua) hal utama, nilai transaksi yang tidak sedikit dan seringnya kabar wanprestasi dalam bisnis property. Sebelumnya kita harus tahu, apa sebenarnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB.

Sejatinya, PPJB merupakan perjanjian pendahuluan, yang bertujuan untuk mengikat calon penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia akan menjual benda/hak miliknya kepada calon pembeli dan pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan oleh para pihak. PPJB yang berkaitan dengan proses peralihan hak atas tanah tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun salah satu peraturan yang telah menggunakan istilah PPJB adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaran Perumahan dan Kawasan Permukiman dan aturan perubahannya. Ketentuan Pasal 1 angka 10 dan angka 11 PP nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan sebagai berikut:

Angka 10
"Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara Setiap Orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli."

Angka 11
"Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris."

Mengacu pada ketentuan hukum yang terkandung pada pasal di atas, maka secara umum dapat dipahami bahwa PPJB merupakan kesepakatan awal antara calon penjual dengan calon pembeli yang memperjanjikan akan dilakukan transaksi jual beli atas suatu benda, pada umumnya benda tidak bergerak termasuk tanah.

Status hukum PPJB memang tidak bisa disamakan dengan AJB yang akan menjadi bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli. Biasanya PPJB dilakukan karena tanah /rumah yang akan menjadi obyek jual beli belum dapat dialihkan, seketika itu karena alasan tertentu, yaitu: Pembayaran belum lunas/Cash bertahap, belum membayar pajak, Sertifikat masih dalam proses pemecahan dan kondisi lainnya.

Sebaiknya membuat PPJB di hadapan pejabat yang berwenang. Apabila ada yang cidera janji, tidak dapat lagi mengelak dari kewajiban yang sudah ditentukan. Berdasarkan hal tersebut di atas, meskipun PPJB bukan suatu keharusan, tetapi calon pembeli sebaiknya membuat PPJB di hadapan pejabat yang berwenang, karena Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dalam bentuk akta autentik akan memiliki nilai pembuktian yang sempurna.

Apabila ada yang cidera janji, tidak dapat lagi mengelak dari kewajiban yang sudah ditentukan. Tentu hal ini akan menjadi langkah preventif untuk mencegah apabila terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli. Dapat disimpulkan disini bahwa, penjualan property hanya dapat dilaksanakan apabila syarat-syarat Akta Jual Beli (AJB) sudah terpenuhi dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bersedia untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) atas property tersebut

Ada baiknya, kita lihat misalnya Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang mengatur secara detail tentang kewajiban penjual dan pembeli, jaminan penjual, serah terima bangunan, pemeliharaan bangunan, penggunaan bangunan, pengalihan hak, ketentuan tentang pembatalan pengikatan, akta jual beli dan penyelesaian sengketa.

Beberapa orang menganggap hanya menggunakan kwitansi lunas tersebut sudah dapat melakukan balik nama sertifikat tanah yang dibeli. Pada kenyataannya tidak semudah itu. Yang menjadi persoalan adalah jika penjual sudah tidak bisa ditemui lagi atau sudah meninggal dunia, maka pembeli tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan peralihan hak atas tanah dan bangunan dimaksud.

Pada praktiknya, untuk dapat melakukan balik nama (dalam hal ini peralihan hak) atas tanah dan/atau bangunan, harus dilakukan dengan cara tertentu, yaitu jual beli, hibah, tukar menukar, atau inbreng.

Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum adat, dengan prinsip : Terang dan Tunai.

Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya dibayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud.

Wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari :

1. PPAT sementara -> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah-daerah terpencil.
2. PPAT -> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah tertentu.

Data-data yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli dan Balik Nama melalui PPAT, sebagai berikut:

Data Tanah, meliputi :
a. Asli PBB 5 Tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setorannya (bukti bayarnya).
b. Asli Sertifikat Tanah (untuk pengecekan dan balik nama).
c. Asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada pembeli pada proses AJB).
d. Bukti pembayaran rekening listrik, air, telepon (bila ada).
e. Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Roya dari Bank yang bersangkutan.

Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Terima kasih.

Ardhi Yudha, S.H.

Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

detik's advocate

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 2
(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads