Pengembang Naikkan Harga Rumah Sepihak, Bisakah Saya Tarik Uang DP?

detik's Advocate

Pengembang Naikkan Harga Rumah Sepihak, Bisakah Saya Tarik Uang DP?

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 15 Sep 2022 09:26 WIB
KPR
Ilustrasi (Luthfy Syahban/detikcom)
Jakarta -

Jual beli properti selain harus memperhatikan aspek konstruksi/bangunan juga legalitas administrasinya. Sebab bila tidak maka akan menjadi masalah di kemudian hari.

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:

Dear
Redaksi detik.com

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selamat pagi

Saya memiliki permasalahan. Bulan Juni 2021 saya membeli 1 blok perumahan dengan harga Rp 200 juta + Rp 10 juta buat biaya (balik nama ke bentuk SHM) di daerah Kota Tegal. Uang muka sudah saya bayar sebesar Rp 100 juta pada bulan Juni 2021 dan telah dilakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) depan notaris dengan salah satu isinya sisa kekurangan pembayaran dibayarkan setelah rumah jadi.

ADVERTISEMENT

Tetapi selama 1 tahun ke depan ternyata rumah di blok belum sampe detik ini belum 8 September 2022 dibangun.

Ternyata pihak developer mengsubkontrakkan pembangunan blok saya pesan ke pihak ketiga dengan harga menjadi Rp 250 juta.

Saya merasa kecewa karena selama 1 tahun lebih rumah belum dibangun-bangun. Eh ternyata menghubungi saya, akan dibangun tetapi dengan harga menjadi Rp 250 juta.

Apakah dengan terjadinya hal ini bisa uang saya dibalikin Rp 100 juta atau tetap saya melanjutkan saja PPJB? Apakah saya juga bisa minta AJB sebelum saya nambah uang lagi sebab takutnya tanahnya bermasalah.

Terima kasih
Salam

Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya di halaman selanjutnya:

Simak juga 'Tertipu Brosur Rumah, Bisakah Pengembang Kita Pidanakan?':

[Gambas:Video 20detik]



Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan mencoba untuk menjawabnya.

Permasalahan yang sedang Saudara hadapi saat ini yaitu terkait dengan implementasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang sudah dilakukan. Aturan hukum tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas suatu rumah pada sebuah komplek perumahan yang sedang dibangun, secara spesifik terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 14/2016) Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 12/2021).

Di dalam Pasal 1 Angka (11) PP 12/2021 dinyatakan bahwa, Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang, untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun, yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret, yang dibuat di hadapan Notaris. Suatu rumah baik itu berupa Rumah tunggal, Rumah deret, dan/atau Rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan, dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan (developer) melalui sistem PPJB. Hal ini sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 22 Angka (3) PP 12/2021.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (I) PP 12/2021, PPJB dilakukan setelah developer memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status kepemilikan tanah;
b. Hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG);
d. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
e. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (J) PP 12/2021, PPJB paling sedikit harus memuat :
a. Identitas para pihak;
b. Uraian obyek PPJB;
c. Harga Rumah dan tata cara pembayaran;
d. Jaminan pelaku pembangunan;
e. Hak dan kewajiban para pihak;
f. Waktu serah terima bangunan;
g. Pemeliharaan bangunan;
h. Penggunaan bangunan;
i. Pengalihan hak;
j. Pembatalan dan berakhirnya PPJB;
k. Penyelesaian sengketa.

Oleh karena PPJB bentuknya adalah perjanjian, maka secara umum tunduk kepada ketentuan yang diatur di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selain itu, juga bersandar kepada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni, sepakat, cakap, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Terhadap isi dari PPJB yang sudah ditandatangani wajib dilaksanakan oleh para pihak dengan sebaik-baiknya, sehingga dengan demikian terikat kepada ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHPerdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Kami menyarankan Saudara mempelajari secara detail substansi dari setiap pasal di dalam PPJB yang sudah dibuat tersebut, supaya apabila memang terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan PPJB oleh pihak developer, maka dengan mengacu kepada ketentuan Peraturan Pemerintah di atas, Saudara dapat menempuh upaya hukum guna meminta hak Saudara.

Seandainya di dalam ketentuan pasal-pasal PPJB tersebut sudah diatur mengenai mekanisme pembatalan PPJB, maka Saudara dapat menuntut pembatalan sekaligus meminta pengembalian uang muka / down payment (DP), namun harus memperhatikan dari pihak mana timbulnya kelalaian. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (L) Angka (2) PP 12/2021 yang menyatakan bahwa, dalam hal pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pelaku pembangunan (developer), pembayaran yang telah diterima harus dikembalikan kepada pembeli.

Selanjutnya di dalam ketentuan Angka (3) Pasal yang sama, dalam hal pembayaran telah dilakukan pembeli paling banyak 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, terjadi pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, keseluruhan pembayaran menjadi hak pelaku pembangunan (developer). Kemudian ketentuan Angka (4) Pasal 22 Huruf (L), dalam hal pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, terjadi pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, pelaku pembangunan berhak memotong 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi.

Kepentingan Saudara selaku pembeli juga dilindungi oleh peraturan hukum di bidang perlindungan konsumen, yaitu mengacu kepada ketentuan Pasal 9 Angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan :

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Sehubungan dengan pertanyaan Saudara yang menginginkan untuk meminta pembuatan Akta Jual Beli (AJB) kepada pelaku pembangunan, nampaknya hal itu tidak memungkinkan untuk mendapat persetujuan dari pihak developer.

Sebab dengan adanya AJB, maka bisa terjadi peralihan hak atas tanah, hal mana akan terjadi perubahan kepemilikan dari developer kepada Saudara selaku pembeli, sementara kewajiban pembayaran Saudara kepada pihak developer belum lunas seluruhnya.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat.

Salam.

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

detik's advocatedetik's advocate Foto: detik's Advocate

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke e-mail: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads