Sektor tenaga kerja menjadi salah satu isu yang tidak pernah habis dibahas dalam dunia bisnis. Salah satunya soal hak-hak buruh outsourcing. Seperti petugas satpam yang harus lembur malam.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Saya satpam di perusahaan outsourcing jadwal kerjanya 2 hari masuk 1 hari lepas. Di mana dalam 2 hari kerja itu kita kerja 1 hari pagi - satu hari malam dan 1 hari lepas setelah jaga malam. Ini lah jadwal kerja saya di mana tidak mendapatkan libur. Hanya lepas kerja jaga malam saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekarang saya mau bertanya, saat ini saya ditempatkan di suatu perusahaan, ketika saya sedang lepas jaga ( setelah jaga malam ) dan ada satpam yang tidak masuk di tempat lain saya disuruh gantikan ( backup ). Dan bahkan ketika turun jaga ( setelah turun jaga masuk pagi ) juga ketika ada yang tidak masuk tetap disuruh lanjut untuk menggantikan. Jadi kerjanya 24 jam ( pembayarannya dihitung 1 hari kerja).
Dan ini lebih parahnya lagi kita disuruh menjaga kantor perusahaan outsourcing bergantian dari semua titik lokasi yang sudah ditempatkan setiap Jumat malam - Minggu malam dan ini secara free nggak dibayar dan tidak dihitung lembur. Hanya loyalitas karena perusahaan outsourcing tersebut tidak mau bayar satpamnya sendiri untuk menjaga kantornya.
Jadi kita dari setiap titik lokasi yang disuruh untuk menjaga ketika libur kerja datang.
Pertanyaannya apakah boleh sistem seperti itu di dalam outsourcing di pindah-pindah kadang untuk backup dan jaga kantor outsourcing sementara kita sudah di tempatkan, lalu kerja 24 jam karena disuruh backup , libur tidak ada hanya lepas turun jaga?
Jika tidak, adakah aturan yang melarangnya / mengaturnya?
JAWABAN:
Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Pak Satpam selalu sehat.
Jam Kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020. Serta pasal 21 sampai dengan 25 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Lalu berapa lama sebenarnya jam kerja dalam sehari?
Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telah disebutkan di atas yaitu:
-7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
-8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Ketentuan waktu kerja di atas hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7 atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja dimulai dan berakhir.Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.
Selanjutnya, mengenai waktu istirahat tidak termasuk ke dalam jam kerja. Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 menegaskan bahwa perusahaan harus memberikan waktu istirahat antara jam kerja,paling sedikit setengah jam setelah pekerja melakukan pekerjaan terus menerus selama 4 jam dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
Ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13/2003 dan Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.Lebih lanjut pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu dapat menerapkan waktu kerja yang kurang atau lebih dari ketentuan tersebut.
Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan normal, yakni perusahaan yang mempunyai karakteristik:
1. penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan kurang dari 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu
2. waktu kerja fleksibel, atau
3. pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.
Sementara ayat (3) dan penjelasannya menyebut perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan normal, antara lain usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu, sektor usaha pertambangan umum pada daerah operasi tertentu, kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sektor agribisnis hortikultura, dan sektor perikanan pada daerah operasi tertentu.
Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja lebih dari waktu kerja normal, disebut juga dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Pasal 3 ayat (1), menyebut pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud yaitu:
1. Pelayanan jasa kesehatan;
2. Pelayanan jasa transportasi;
3. Usaha pariwisata;
4. Jasa pos dan telekomunikasi;
5. Penyediaan tenaga listrik,
6. Jaringan pelayanan air bersih (PAM)
7. Penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
8. Usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
9. Media massa;
10. Pekerjaan bidang pengamanan;
11. Bidang lembaga konservasi;
12. Pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan normal, memiliki aturan khusus waktu kerja yang telah ditetapkan oleh Menteri.
3 sektor usaha yang telah diatur oleh Menteri Ketenagakerjaan, seperti:
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 234/MEN/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu, memberi pilihan beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Jam kerja dengan ketentuan maksimal adalah 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 154 (seratus lima puluh empat) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja. dengan ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari dengan upah tetap dibayar. (pasal 2 ayat (1) huruf n dan pasal 5 ayat (2)
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-15/Men/VII/2005 tentang Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum di Daerah Operasi Tertentu, mengatur waktu kerja paling lama adalah periode kerja maksimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat. Dalam periode kerja 10 minggu secara terus-menerus itu mendapat 1 hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih jam kerja dengan periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12 jam sehari (pasal 2 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per.11/MEN/VII/2010 Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Bidang Perikanan di wilayah operasi tertentu. Perusahaan di bidang perikanan termasuk perusahaan jasa penunjang dapat memilih salah satu dan/atau lebih beberapa jam kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan, paling lama periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut bekerja, dengan 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja itu. Dalam periode kerja 4 minggu berturut-turut itu diberikan 1 (satu) hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih jam kerja dengan periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12 jam sehari (pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
Apakah pekerja dapat dipekerjakan lebih dari 40 jam kerja dalam seminggu?
Dapat.
Pasal 27 (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut pengusaha dapat mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja 40 jam dalam seminggu, dengan kewajiban membayar Upah Kerja Lembur. Selain itu berdasarkan pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 diatur maksimal jam kerja per hari adalah 7 jam untuk 6 hari kerja dan 8 jam untuk 5 hari kerja.
Jika perusahaan mempekerjakan pekerjanya hingga 12 jam sehari dan jam kerja normal adalah 8 jam sehari , maka perusahaan wajib membayar 4 jam upah Kerja Lembur (pasal 27 ayat (1). Namun harus menjadi perhatian pula bahwa kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu (pasal 26 ayat (1).
Selain itu, Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 mewajibkan Pengusaha untuk memberikan waktu istirahat mingguan kepada pekerja. Masa istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja dalam satu minggu.
Demikian jawaban kami.
Semoga membantu.
Wasalam
Tim pengasuh detik's Advocate
Baca juga: Saya Karyawan Kontrak, Apakah Dapat Cuti? |
![]() |
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.