Triliunan rupiah dari Binomo dan robot trading dibekukan Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) dan ratusan miliar di antaranya disita Mabes Polri untuk kepentingan penyidikan. Lalu bagaimana downline yang menjadi korban Binomo/robot trading itu? Apakah masih bisa meminta agar uangnya kembali?
Hal itu menjadi pertanyaan yang didapat detik's Advocate. Yaitu:
Saya merupakan korban robot trading, di mana aplikasi saya dibekukan dan pemilik aplikasi sedang ditahan Mabes Polri. Saya sudah mengikuti robot trading itu dan top up belasan juta rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaan saya, apakah uang saya dapat kembali? Bagaimana caranya?
Terima kasih
Baca juga: Saya Karyawan Kontrak, Apakah Dapat Cuti? |
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Boris Tampubolon, S.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Para korban Binomo dan Robot Trading masih punya harapan besar untuk mendapat ganti kerugian dari para pelaku TPPU Binomo dan Robot Trading (dengan asumsi kasus ini adalah penipuan dan buka perjudian). Jangan sampai terjadi seperti kasus First Travel di mana uang jemaah (korban yang berhak) malah disita untuk negara. Padahal tidak ada uang negara di situ.
Sehingga hemat saya, selaku advokat dan pengacara praktik setidaknya ada 2 cara yang bisa dilakukan oleh para korban, yaitu:
Tonton juga Video: Kesiapan Rizky Billar-Lesti Penuhi Panggilan Polisi Terkait DNA Pro Akademi
Pertama
Cara pertama, yaitu menggabungkan gugatan ganti rugi dalam perkara pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 98 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jadi, para korban atau pengacaranya mengajukan permohonan kepada hakim atau pengadilan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian ke dalam perkara pidana yang sedang disidangkan.
Permintaan itu hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Bila dikabulkan, hakim ketua sidang akan mengeluarkan penetapan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian para korban ke dalam perkara pidana itu dan nanti Jaksa akan memasukkan permohonan gugatan ganti rugi ke dalam berkas perkara.
Bisa dikatakan, penggabungan gugatan ganti kerugian ini merupakan jalan pintas yang bisa dimanfaatkan korban yang dirugikan untuk secepat mungkin mendapatkan pembayaran ganti kerugian.
Kedua
Cara kedua yaitu meminta ganti kerugian (restitusi) kepada Pelaku Tindak Pidana melalui LPSK. Bila pada cara pertama, para korban atau kuasanya langsung meminta ke pengadilan, maka cara kedua ini melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan ganti kerugian ini bisa diajukan sebelum atau setelah putusan hakim pidana berkekuatan hukum tetap. Permohonan sebelum putusan berkekuatan hukum tetap bisa diajukan korban atau kuasanya ke LPSK, atau penyidik ke LPSK, atau Penuntut Umum ke LPSK.
Lalu LPSK akan membuat keputusan mengenai besaran nilai ganti rugi para korban dan memasukan itu ke dalam dakwaan ataupun tuntutan jaksa untuk disidangkan. Sementara bila korban ingin mengajukan ganti rugi setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka para korban atau kuasanya mengajukan permohonan ganti rugi kepada pengadilan secara langsung atau melalui LPSK.
Mekanisme ini didasarkan pada ketentuan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, PP No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban, dan Peraturan LPSK No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Restitusi, serta Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
Sebagai tambahan, akan lebih baik bila para korban bisa berkumpul dan mengajukan permohonan penggabungan ganti kerugian dalam perkara pidana atau permohonan restitusi di atas secara bersama-sama, agar lebih efektif dan efisien.
Selain itu, kedua cara di atas tentu tidak menghalangi hak para korban untuk juga menempuh ganti kerugian dengan jalur perdata.
Boris Tampubolon, S.H
Advokat dan Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers)
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.