Permasalahan keluarga salah satunya bermula dari persengketaan harta warisan. Salah satunya status rumah peninggalan orang tua. Bagaimana pembagiannya?
Apakah nantinya rumah tersebut bisa dijual tiba-tiba tanpa persetujuan anak-anak almarhum ayah saya pak, karena saat ini kami berenam sudah rumah tangga ikut suami dan domisili di luar kota semua?
Kalau kami berenam punya hak waris, bagaimana pembagiannya pak dan saudara tiri 3 anak dari suami baru. Ini misalkan ibu saya meninggal, apakah anak-anak tiri suami baru juga mendapatkan hak waris (karena suami baru jarang kerja dan mengandalkan uang kontrakan rumah tersebut)?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya. Semoga jadi pencerahan saya yang notabene sudah membesarkan saudara dan masih saja dipersalahkan oleh ibu saya karena membenci anak-anak dari suami sekarang.
Terima kasih
NN
JAWABAN:
Salam sehat selalu NN,
Sebelumnya, saya mengucapkan terimakasih kepada NN yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjawab dan memberikan solusi atas persoalan hukum yang dihadapi. Semoga NN beserta keluarga selalu berada dalam keadaan sehat.
Dari pertanyaan yang disampaikan, pada pokok ada tiga persoalan yang perlu dijawab, yakni:
1. Apakah boleh seorang pewaris pada masa hidupnya menghibahkan seluruh harta yang dimilikinya?
2. Bagaimanakah pembagian harta waris ayah dari NN?
3. Bagaimanakah pembagian harta waris ibu dari NN ketika nanti meninggal dunia?
Jawaban untuk pertanyaan pertama
Kebolehan seseorang untuk menghibahkan seluruh hartanya. Perlu untuk dipahami dulu definisi hibah berdasarkan ketentuan Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa peralihan kepemilikan melalui hibah terjadi karena pemilik awal memberikan suatu benda miliknya kepada penerima hibah secara sukarela.
Pertanyaan selanjutnya apakah boleh seseorang menghibahkan seluruh hartanya? Merujuk kepada ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) seseorang yang cakap hukum hanya boleh menghibahkan 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki. Dengan demikian seseorang tidak boleh menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain karena akan menutup hak ahli waris yang ditinggalkannya kelak.
Simak penjelasan atas pertanyaan pertama selengkapnya di halaman berikutnya.
Bagaimana dalam hal ahli waris tidak keberatan pewaris pada masa hidupnya menghibahkan seluruh hartanya?
Oleh karena alasan hukum seseorang hanya boleh menghibahkan maksimal sepertiga (1/3) hartanya adalah untuk melindungi hak ahli warisnya, maka dalam kondisi ini menurut pendapat saya dapat dianalogikan dengan hibah seseorang dalam kondisi sakit yang dekat dengan kematian (sakaratul maut), dibolehkan asalkan diizinkan oleh para ahli warisnya.
Jawaban untuk pertanyaan kedua
Pembagian harta warisan ayah dari NN. Berkaitan dengan pertanyaan ini, NN tidak menjelaskan secara rinci anak yang ditinggalkan oleh ayah dari NN apakah semuanya perempuan atau ada yang laki-laki, namun dari narasi yang disampaikan, saya memahami bahwa 6 (enam) orang anak yang ditinggalkan adalah perempuan. Sebelum menjawab pertanyaan kedua, saya memandang bahwa permasalahan yang diajukan oleh NN selain berkaitan dengan hukum waris juga berkaitan dengan kedudukan harta dalam pernikahan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Pasal 47 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama pasangan suami istri, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin.
Berdasarkan ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, apabila salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka sebelum dilakukan pembagian harta warisan, harta dibagi dua terlebih dahulu, seperdua (Β½) menjadi bagian harta bersama milik pasangan yang masih hidup dan seperdua (Β½) lainnya menjadi harta bersama milik pewaris (pasangan yang meninggal dunia) yang untuk selanjutnya dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian masing-masing.
Dengan demikian sebelum rumah peninggalan orang tua NN dibagikan kepada ahli waris yang ditinggalkan, dikeluarkan terlebih dahulu seperdua (Β½) bagian menjadi hak ibu dari NN dari bagian harta gono gini selama terikat perkawinan dengan ayah dari NN. Adapun seperdua (Β½) bagian lagi adalah hak ayah dari NN yang dapat ia hibahkan, berkaitan juga dengan pertanyaan pertama, dan yang akan dibagikan kepada para ahli waris. Oleh karena itu ibu dari NN tidak boleh menjual seluruh harta tersebut.
Sebelum ayah dari NN meninggal dunia, ia telah bercerai terlebih dahulu dengan ibu dari NN, maka ahli waris ayah dari NN adalah 6 (enam) orang anak perempuannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dua orang anak perempuan atau lebih mendapatkan bagian 2/3, namun oleh karena tidak ada ahli waris lain, seluruh harta ayah dari NN dibagi rata di antara 6 (enam) orang anak perempuannya.
 Foto: Ilustrasi Keluarga (shutterstock) |
Simak untuk jawaban atas pertanyaan ketiga di halaman berikutnya.
Jawaban untuk pertanyaan ketiga
Pembagian harta warisan ibu dari NN. Dari kasus posisi yang disampaikan oleh NN, ketika ibu dari NN meninggal dunia, ahli waris yang ditinggalkan dengan kondisi saat ini adalah suami dan 9 (sembilan) orang anak, anak dengan suami terdahulu ditambah dengan anak dengan suami sekarang.
NN tidak menceritakan saudara seibunya apakah semua perempuan juga atau ada yang laki-laki. Jika semua perempuan, memiliki porsi bagian yang sama besar, sedangkan jika ada yang laki-laki, berdasarkan ketentuan Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam (KHI), bagian anak laki-laki dua berbading satu dengan bagian anak perempuan.
Jika diasumsi seluruh anak dari ibu NN adalah perempuan, pembagian untuk masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut:
Suami mendapatkan ΒΌ x 12 (asal masalah atau Kelipatan Persekutuan Terkecil [KPK] yang digunakan = 3/12;
9 (sembilan) orang anak perempuan mendapatkan 2/3 x 12 = 8/12;
Total pembagian harta waris di atas adalah 11/12. Dalam kondisi demikian dilakukan rad, sebagaimana ketentuan Pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI), sehingga bagian suami menjadi 3/11 dan bagian 9 (sembilan) orang anak perempuan menjadi 8/11. Untuk memudahkan pembagian kepada setiap ahli waris dilakukan tashhih masalah, sehingga bagian masing-masing menjadi:
Suami memperoleh 27/99 bagian;
9 (sembilan) orang anak perempuan memperoleh 72/99 bagian atau masing-masing memperoleh 8/99.
Demikian jawaban dari kami, semoga masalah keluarga Anda segera terselesaikan dan kembali hidup rukun
Wasalam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Simak selengkapnya cara mengirim pertanyaan ke detik's advocate di halaman berikutnya.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.