Jual beli rumah dan tanah harus hati-hati karena melibatkan banyak pihak. Status tanah harus jelas, termasuk apakah ada keberatan dari para ahli waris atau tidak. Bila ada yang keberatan, maka bisa berujung kepanjangan.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :
Hai...Detik Advocate.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya B seorang muslim ingin bertanya, apa yang harus saya lakukan? masalah yang saya hadapi adalah terkendalanya pembuatan Surat Akte Jual Beli (AJB) sebidang rumah kontrakan. Baik, langsung saja saya menceritakan.
Ada tetangga saya sebut saja P, dia seorang janda yang memiliki anak 2 ( aki-laki dan perempuan). Anak laki-laki dari janda ini sudah meninggal terlebih dahulu dari pada ayahnya (suami janda), dan suatu ketika si janda ini menjual sebagian bidang kontrakannya kepada saya, tetapi saat ini masih terkendala untuk pembuatan Akte Jual Beli (AJB)-nya padahal saya sudah bayar lunas.
Dikarenakan cucu dari anak laki-laki janda ini tidak mau menanda tangani surat pernyataan ahli waris. Dengan dalih dia masih berhak sebagai pengganti ahli waris ayahnya. Dan sampai akhirnya ada mediasi oleh pengurus RW setempat untuk membagi sisa tanah yng saya beli agar di bagi 3 ahli waris yaitu, janda, anak perempuannya dan cucu dari anak laki-lakinya yang sudah menigggal.
Agar cucu tersebut mau menanda tangani surat pernyataan ahli waris dan pengurus RW tersebut menwarkan untuk mengurus pembuatan sertifakat rumah yang saya beli tanpa adanya surat AJB tetapi saya tidak mau membuat sertifikat tersebut karena saya ragu.
pertanyaan saya:
1. Apakah dalam pembuatan surat ahli waris di perlukan tanda tangan dari cucu janda itu yang ayahnya telah meninggal lebih dulu dari kakeknya (suami janda)?
2. Apa yang harus saya lakukan apabila cucu tersebut tetap tidak mau tanda tangan dalam surat ahli waris?
3. Apakah bisa pembuatan surat sertipikat tanah tanpa adanya AJB?
4. Apabila perselisihan ini di masukan ke pengadilan agama, apakah cucu dri janda tersebut akan dapat hak waris sebagai pengganti ayahnya yang telah meninggal? Sedangkan ayahnya telah meninggal lebih dulu dari pada kakeknya.
Itu saja yang saya ingin tanyakan terkait pembuatan AJB tanah.
Terima kasih.
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum dari Ainul Yaqin, S.HI., M.H. Berikut jawaban lengkapnya:
Sebelum membahas pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa pemberlakuan hukum waris di Indonesia masih beragam, diantaranya terdapat hukum waris Islam yang rujukan sumber hukumnya berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Dalam Hukum Waris Islam disebutkan di Pasal 1 huruf c KHI, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Sedangkan secara hukum perdata, ahli waris berdasarkan Pasal 832 KUHPer yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama.
Mengenai surat keterangan ahli waris sudah semestinya jika semua ahli waris disebutkan dalam surat keterangan dan juga menandatangani surat tersebut. Berkaitan dengan keberadaan cucu, terkait pertanyaan yang saudara tanyakan, dalam KHI disebut sebagai ahli waris pengganti. Hal ini tercantum dalam Pasal 185 KHI ayat (1) yakni:
Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
Artinya cucu tersebut menggantikan kedudukan orang tuanya sebagai ahli waris harta benda kakeknya. Begitu juga mengenai ahli waris pengganti terdapat juga pengaturannya dalam ketentuan pasal 841-848 KUHPerdata.
Berkenaan ketidakmauan si cucu untuk melakukan tandatangan dalam surat ahli waris tentunya akan berdampak secara hukum, artinya dalam proses transaksi jual beli terdapat kekurangan pihak dan bisa dinyatakan cacat secara formil. Karena obyek dari jual beli tersebut merupakan hak semua ahli waris, bukan lagi hak seseorang apabila belum dilakukan pembagian.
Jika terdapat persoalan salah satu ahli waris tidak setuju atau menolak memberi tanda tangan, mungkin bisa dilakukan upaya penyelesaian secara kekeluargaan dengan mengundang semua ahli waris dan keluarga terkait untuk hadir membahas pembagian atau upaya penyelesaian secara musyawarah. Dalam musyawarah juga sekalian untuk menghadirkan surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pihak resmi lainnya, dan apabila diperlukan bisa mengundang pihak lain yang bisa membantu menjelaskan.
Simak jawaban selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak juga Video: Tak Bisa Bayar Sewa Kontrakan, Pasutri Ajak 8 anaknya Tinggal di Lapak Dagangan