23 Juni 2020
Disorot Menko Polhukam Mahfud Md
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas pada pertengahan 2020, tepatnya pada 23 Juni, Menko Polhukam Mahfud Md menyoroti banyaknya perkara yang terkatung-katung di kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Mahfud meminta polisi, kejaksaan, dan KPK memberikan kepastian hukum.
"Tidak secara spesifik (bahas SP3), tapi itu bisa menjadi bagian di KPK, Kejagung, kepolisian, banyak kasus terkatung-katung. Banyak perkara yang dari P-19 ke P-21 ke P-17, P-18 itu sering bolak-balik banyak kasus. Untuk itu, kita minta ke Kejagung dan kepolisian bagaimana menyelesaikan itu agar tidak bolak-balik, segera ada kepastian hukum. Kalau harus diproses ya diproses, kalau nggak ya jangan bolak-balik," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/6).
"Di KPK juga gitu. Jangan terlalu banyak menggantung kasus dan diombang-ambingkan opini. Ada aturan-aturan hukum di mana KPK harus mengambil tindakan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, baik substansial maupun proseduralnya, sehingga hukum tidak boleh diombang-ambingkan opini masyarakat," kata Mahfud.
Memang saat itu Mahfud tidak menyebut dengan detail soal RJ Lino. Namun saat itu KPK merespons dengan menyebut kasus RJ Lino.
"Kasus RJ Lino kembali lagi sudah memasuki periode ketiga pimpinan, ya. Kita akan segera memberi kepastian kepada yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/6/2020).
Alex menjelaskan, ada sejumlah kendala yang dialami KPK dalam upaya penuntasan kasus tersebut, antara lain terkait audit kerugian negara. Menurut Alex, hingga kini KPK belum menerima audit kerugian negara terkait kasus itu dari BPK.
"Yang bersangkutan kan disangkakan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Tipikor). Kalau Pasal 2 dan 3 itu kan ada unsur kerugian negara yang kita ini kan. Nah, itu sangat tergantung hasil audit BPK. Sejauh ini hasil auditnya belum kita terima," ujar Alex.
Tak hanya itu, Alex mengatakan KPK juga belum memiliki dokumen terkait daftar harga crane tersebut. Namun Alex menyebut KPK bekerja sama dengan BPK untuk mencari tahu harga dari crane tersebut untuk membantu penghitungan kerugian negara.
"Dokumen terkait berapa sih harga sebenarnya dari crane yang dibeli Pelindo, tidak pernah didapatkan. Tapi kami dalam rangka penghitungan kerugian negara itu akan menggunakan ahli. Kalau dibuat Indonesia kira-kira harganya berapa kisarannya, kita mintakan BPK, apa dengan dasar seperti itu cukup untuk membuktikan adanya kerugian negara," ungkap Alex.