Strategi Serangan Balik Jaksa Agung soal Pernyataan Kasus Semanggi

Round-Up

Strategi Serangan Balik Jaksa Agung soal Pernyataan Kasus Semanggi

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Jumat, 13 Nov 2020 07:14 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin bicara terkait kasus Jiwasraya. Kasus itu pun kini tengah dalam tahap penyidikan dan diduga mengarah pada tindak pidana korupsi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Grandyos Zafna)

PTUN Perintahkan Jaksa Agung Koreksi Pernyataan soal Semanggi I-II di DPR

Jaksa Agung juga diperintahkan hakim untuk menyampaikan pernyataan yang sebenarnya terkait peristiwa Semanggi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya," kata ketua majelis hakim Andi Muh Ali Rahman dalam putusan yang dibacakan hari ini dan diunggah di laman Direktori Putusan MA, Rabu (4/11/2020).

Selain itu, hakim menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 285.000.

ADVERTISEMENT

PTUN: Pernyataan Jaksa Agung soal Semanggi I dan II Mengandung Kehohongan

Jaksa Agung divonis PTUNJakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan itu terkait 'pernyataan' Jaksa Agung di DPR soal status pelanggaran HAM di peristiwa Semanggi I dan II.

Hal itu terungkap dalam putusan PTUN Jakarta yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (5/11/2020). Kasus bermula saat Jaksa Agung menyatakan dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020:

... Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Tindakan Tergugat sebagaimana yang dimaksud objek sengketa adalah tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya atau setidak-tidaknya Tergugat tidak menguraikan proses penyelidikan secara lengkap, tindakan Tergugat demikian cenderung mengabaikan/menyembunyikan fakta mengenai kewajiban yang masih diemban institusi Kejaksaan selaku penyidik yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum," ujar majelis PTUN Jakarta.

Menurut PTUN Jakarta, pada faktanya proses penyelidikan masih berlangsung dan tidak terpengaruh terhadap objek sengketa, tetapi dapat mempengaruhi citra Kejaksaan itu sendiri sebagai lembaga yang tidak transparan.

"Karena apa yang dilaporkan bertentangan dengan kewajiban yang masih melekat kepadanya, laporan tersebut menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan penegakan hukum atas dugaan pelanggaran HAM berat ke depan karena pernyataan tersebut tercatat dalam risalah sidang DPR RI sebagai dokumen negara yang berpotensi dijadikan dasar atau pedoman bagi Tergugat untuk menyikapi permasalahan TSS (Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II-red) ke depan sebagaimana Tergugat mengutip hasil Rapat Paripurna DPR RI tanggal 9 Juli 2001," ujar majelis yang diketuai Andi M Ali Rahman.

"Tindakan Tergugat demikian selain mengandung kebohongan (bedrog) juga melanggar asas kecermatan dari asas-asas umum pemerintahan yang baik karena tidak memperhatikan nilai hukum yang terkandung dalam Putusan MK No. 18/PUU- V/2008 tanggal 21 Februari 2008," sambung majelis yang beranggotakan Umar Dani dan Syafaat.

PTUN Jakarta memahami kendala proses penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran HAM berat yang melibatkan dua institusi. Dan berkaca pada kegagalan dalam mengungkap pelanggaran HAM masa lalu pada case yang lain.

"Sehingga dalam penanganan TSS ini Kejaksaan lebih serius dan teliti terhadap syarat formil dan syarat materil yang harus dipenuhi dalam tahap penyelidikan untuk meningkatkan ke status penyidikan sehingga dalam proses itu di beberapa aspek menemui kendala. Terkait kendala tersebut Pengadilan tidak akan menguraikan lebih jauh karena di luar aspek hukum administrasi sehingga tidak menjadi dasar pertimbangan hukum ini," beber majelis.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads