Kasus pembunuhan WN Taiwan Hsu Ming Hu yang diotaki tersangka Sari Sadewa berbuntut panjang. Setelah pengakuan dirinya menggugurkan kandungan, klinik aborsi pun terbongkar.
Seperti diketahui, Sari Sadewa mengaku membunuh Hsu Ming Hu karena merasa sakit hati dihamili, namun korban tidak mau tanggung jawab. Bahkan korban menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya pada 2018.
Atas dasar pengakuan tersangka ini, tim Subdit Resmob DItreskrimum Polda Metro Jaya di bawah pimpinan AKBP Handik Zusen, Kanit I Subdit Resmob AKP Herman Edco Simbolon, Kanit II AKP Ressa F Marasabessy, Kanit III AKP Mugia Yarry Juanda, Kanit IV AKP Noor Margantara dan Kanit V AKP Rulian Syauri, kemudian melakukan penggerebekan sebuah klinik aborsi di Jalan Raden Saleh I, Senen, Jakarta Pusat pada tanggal 3 Agustus 2020. Total, ada 17 tersangka yang ditangkap polisi, dari dokter hingga pasien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah berhasil diamankan 17 orang tersangka. Terdiri dari kelompok medis, ada 3 orang dokter, 1 orang bidan, 2 orang perawat, 4 pengelola klinik, 4 orang turut membantu melakukan, serta 3 orang pasien, " kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Tubagus kemudian menjelaskan 4 pengelola klinik tersebut bertugas sebagai negosiator dengan pasien serta melakukan penerimaan dan pembagian uang. Sedangkan 4 orang yang turut serta diamankan bertugas mengantar-jemput pasien, membersihkan janin, hingga calo.
Sedangkan tiga orang lainnya merupakan pasien dan yang mengantar ke klinik tersebut.
"Jadi tiga orang yang melakukan aborsi itu ya. Artinya satu pasangan dan kemudian orang yang menyuruh melakukan tindakan itu. Jadi total semuanya ada 17 orang tersangka yang kita amankan," ungkap Tubagus.
Lihat video 'Terungkap! WN Taiwan Sempat Melawan Sebelum Dibunuh':
Klinik tersebut ditengarai telah beroperasi selama 5 tahun. Namun, sejauh ini polisi baru menemukan catatan pasien mulai Januari 2019 hingga April 2020 dengan total jumlah pasien sebanyak 2.638 pasien.
Berdasarkan data tersebut, diperkirakan klinik tersebut melakukan tindakan aborsi kepada 5-7 pasien setiap harinya.
"Belum lagi kalau kita merunut ke belakang, kalau asumsinya itu adalah 5 tahun klinik itu beroperasi. Namun data dari 2019-April 2020 sebanyak 2.638 pasien," kata Tubagus.
Lebih lanjut Tubagus mengatakan para pasien datang ke klinik dengan menghubungi call center terlebih dahulu dan membuat janji. Ada pula yang datang langsung ke klinik tersebut.
"Mekanismenya adalah, pasien telpon ke call center atau langsung datang ke klinik atau janjian, kemudian pasien dijemput," katanya.
Setelah itu pasien mendaftar di resepsionis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap pasien, termasuk pemeriksaan USG.
"Ada tujuh step sampai pelaksanaan aborsi," imbuhnya.
Klinik tersebut memasang tarif untuk sekali aborsi dengan harga yang variatif, tergantung usia kehamilan para pasien, dengan kategori usia kandungan.
"Setidak-tidaknya dalam satu bulan kurang-lebih (keuntungan) mencapai kurang-lebih Rp 70 juta. Dalam satu bulan bersih, artinya sudah pengeluaran lain. Itu asumsi dari penerimaan satu tahun berjalan," sambung Tubagus.
Keuntungan tersebut kemudian dibagi-bagi oleh para tersangka, mulai dokter hingga calo. Bahkan pada saat polisi menggeledah tempat praktik tersebut pada Senin (3/8), ditemukan barang bukti amplop berisi uang tunai.
"Soal berapa keuntungan yang diperoleh, bagaimana pembagiannya? Kalau pembagiannya itu 40 persen jasa medis, 40 persen untuk calo, serta 20 persen untuk pengelola. Lalu kemudian kita lakukan penggeledahan, kita dapatkan amplop untuk satu bulan terakhir yaitu Rp 51.800.000," sebut Tubagus.
Untuk menghilangkan jejak, klinik tersebut membuang janin hasil aborsi ke toilet. Sebelum dibuang, janin tersebut dimusnahkan dengan dilarutkan oleh cairan asam sulfat.
"Setelah dilakukan pelaksanaan aborsi kemudian janin diletakkan di ember, kemudian dimusnahkan dengan cara diberikan larutan, diberikan larutan asam sulfat kemudian menjadi larut dia. Lalu dilakukan pembuangan melalui kloset," kata Tubagus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8).
Tubagus juga mengatakan hingga saat dilakukan penggeledahan, pihaknya tidak menemukan makam janin. Dia meyakini penghancuran janin lewat asam sulfat itu menjadi satu-satunya cara pelaku menghilangkan barang bukti ribuan janin tersebut.
Namun, Tubagus mengatakan saat polisi melakukan penggeledahan, pihaknya kemudian juga menemukan satu janin yang masih disimpan di dalam ember. Janin tersebut masih dalam proses untuk dihancurkan oleh pelaku.
"Kebetulan saat penangkapan 3 Agustus lalu, masih ada satu janin dalam ember yang belum dihancurkan," sebut Tubagus.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 299, 246, 348, dan 349 KUHP. Kedua, para tersangka juga akan dijerat dengan Pasal 194 juncto 75 Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Anak.