Ribut-ribut soal biaya kuliah saat pandemi COVID-19 menjadi masalah utama yang melatarbelakangi pelaporan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes). Begini duduk perkara perseteruan mahasiswa vs Mas Menteri.
Poin krusial dari perseteruan konstitusional ini adalah Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penjelasan pihak mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unnes, mereka mengajukan permohonan gugatan uji materi atas Permendikbud itu ke Mahkamah Agung (MA) pada 20 Juli. Mereka melanjutkan langkahnya dengan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 22 Juli.
Latar belakang masalah ini adalah kondisi pandemi COVID-19 yang berpengaruh ke ekonomi. Keuangan pihak keluarga mahasiswa menjadi lebih berat ketimbang hari-hari sebelum pandemi. Mahasiswa menjadi susah membayar biaya kuliah.
Sebagaimana diberitakan detikcom pada 2 Juni 2020, pihak mahasiswa mengaku telah menghimpun data lewat Google Form. Isinya adalah formulir untuk mengetahui persebaran pekerjaan orang tua mahasiswa. Sebanyak 2.216 mahasiswa Unnes mengisi formulir itu. Hasilnya, 92 persen mahasiswa mengaku kondisi perekonomian keluarganya terpengaruh pandemi COVID-19.
Mahasiswa keberatan dengan dua hal ini:
1. Uang Kuliah Tunggal (UKT): biaya yang dikenakan kepada mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Iuran Pengembangan Institusi: disebut pihak mahasiswa sebagai uang pangkal, yakni pungutan di luar UKT dari mahasiswa, dibayarkan mahasiswa baru yang diterima di universitas.
Soal UKT
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah biaya yang harus dibayarkan mahasiswa tiap semesternya. Nominalnya dihitung dari biaya kuliah tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung pemerintah. Adapun BKT sendiri ditetapkan berdasarkan Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang dihitung berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
Biaya langsung terdiri dari empat jenis, yakni kegiatan kelas, kegiatan laboratorium, kegiatan tugas akhir, dan bimbingan konseling kemahasiswaan. Biaya tidak langsung meliputi biaya administrasi umum seperti gaji dan tunjangan tenaga kependidikan, pengoperasian-pemeliharaan-perbaikan gedung dan lingkungan kampus, pengembangan institusi, dan biaya operasional lainnya.
Soal uang pangkal
Uang pangkal dibebankan kepada mahasiswa baru yang diterima kampus. Besaran uang pangkal atau iuran pengembangan institusi ini ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, bahkan mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi dibebaskan dari uang pangkal ini.
Tonton video 'Mahasiswa Adukan Mendikbud Nadiem ke Komnas HAM':
Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020
Menjawab kondisi ekonomi yang lesu di masa pandemi COVID-19, Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020. Tujuan Permendikbud itu adalah meringankan beban mahasiswa perguruan tinggi negeri dalam hal pembayaran UKT.
"Kami akan mengeluarkan kebijakan baru di mana masing-masing universitas itu boleh dan bisa menyesuaikan UKT secara eksplisit untuk keluarga yang mengalami kendala finansial akibat pandemi COVID-19. Yang tadinya tidak ada rumah regulasi untuk bisa melakukan ini. Sekarang kita lanjutkan, kita berikan secara eksplisit," ujar Nadiem dalam telekonferensi, sebagaimana diberitakan detikcom pada 16 Juni lalu.
Akhirnya, Nadiem meneken Permendikbud itu pada 18 Juni. Dengan kebijakan itu, maka mahasiswa yang cuti tidak perlu membayar UKT< mahasiswa yang mengambil mata kuliah di bawah 6 SKS hanya diwajibkan membayar 50 persen UKT, mahasiswa juga dibolehkan mencicil dan menunda pembayaran. Pihak perguruan tinggi juga bisa menurunkan UKT.
Dua pasal di Permendikbud
Mahasiswa FH Unnes bernama Frans Josua Napitu, Ignatius Rhadite Prastika Bhagaskara, Franscollyn Mandalika, Michael Hagana Bangun, Jonasmer Simatupang, dan Machmud Alwy Syihab menggugat dua pasal di Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 itu. Mereka memohonkan uji materi ke MA.
Dua pasal itu adalah Pasal 9 ayat 1 tentang UKT dan Pasal 10 ayat 1 tentang uang pangkal. Pasal 9 ayat 1 tentang UKT dinilai bertentangan dengan undang-undang serta tidak berkeadilan. Pasal 10 ayat 1 dinilai bertentangan dengan undang-undang, diskriminatif, dan tidak sesuai dengan prinsip nirlaba. Berikut adalah punyi Pasal 9 dan Pasal 10.
Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020
Pasal 9
(1) Mahasiswa wajib membayar UKT secara penuh pada setiap semester.
(2) Dalam hal Mahasiswa mengambil mata kuliah kurang dari atau sama dengan 6 (enam) satuan kredit semester pada:
a. semester 9 (sembilan) bagi Mahasiswa program sarjana dan program diploma empat atau sarjana terapan; atau
b. semester 7 (tujuh) bagi Mahasiswa program diploma tiga, Mahasiswa membayar paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari besaran UKT.
(3) Dalam hal Mahasiswa sedang cuti kuliah atau telah menyelesaikan seluruh pembelajaran namun belum lulus, Mahasiswa dibebaskan dari kewajiban membayar UKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai Mahasiswa mengalami penurunan kemampuan ekonomi, antara lain dikarenakan bencana alam dan/atau non-alam, Mahasiswa dapat mengajukan:
a. pembebasan sementara UKT;
b. pengurangan UKT;
c. perubahan kelompok UKT; atau
d. pembayaran UKT secara mengangsur.
Pasal 10
(1) PTN dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari Mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi:
a. Mahasiswa asing;
b. Mahasiswa kelas internasional;
c. Mahasiswa yang melalui jalur kerja sama; dan/atau
d. Mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri.
(2) Iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi Mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu.
(3) Besaran iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan berdasarkan prinsip kewajaran, proporsional, dan berkeadilan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(4) PTN dilarang menggunakan iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan Mahasiswa.
(5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (4) dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
![]() |
Mahasiswa ingin UKT disesuaikan
Bila merujuk pada Pasal 9, UKT memang wajib namun akan disesuaikan bila mahasiswa mengajukan pembebasan sementara UKT, pengurangan UKT, perubahan kelompok UKT, dan pengangsuran UKT. Pihak mahasiswa tidak setuju dengan cara ini.
"Keringanan itu hanya berlaku untuk orang-orang yang melakukan banding dan mengalami penurunan ekonomi. Padahal, dampak pandemi ini dirasakan oleh semua mahasiswa," kata Franscollyn Mandalika kepada detikcom, Rabu (5/8/2020).
Seharusnya, mahasiswa tidak perlu mengajukan permohonan supaya bisa mendapatkan keringanan UKT. Franscollyn dan kawan-kawan ingin agar keringanan UKT ini diterapkan tanpa harus didahului dengan permohonan ke pihak kampus. Soalnya, dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 dialami oleh semua mahasiswa.
"Kalau bisa, UKT ditiadakan. Setidak-tidaknya, harus ada penyesuaian soal UKT yang didapatkan semua mahasiswa," kata Franscollyn.
Mahasiswa juga tidak terima dengan besaran UKT yang dibebankan kepada mahasiswa. UKT dinilainya masih memuat komponen biaya langsung terkait gedung dan air. Padahal, mahasiswa tidak menggunakan gedung kampus di masa pandemi ini. Semua mahasiswa berkuliah secara daring dari tempat tinggal masing-masing.
"Di perhitungan biaya kuliah tunggal, ada yang namanya biaya langsung. Biaya langsung itu termasuk di dalamnya ada biaya penggunaan gedung, laboratorium, air hingga Wi-Fi. Karena kuliah saat ini menggunakan cara daring, maka aspek biaya langsung itu tidak terpenuhi. Namun kenyataannya, mahasiswa tetap diharuskan membayar UKT secara penuh," tutur Franscollyn.
Mahasiswa ingin uang pangkal ditiadakan
Batas maksimal uang pangkal tidak diatur di Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020. Mahasiswa khawatir uang pangkal ditentukan semena-mena oleh kampus sehingga memberatkan mahasiswa di masa pandemi ini.
"Uang pangkal itu justru tidak ada rambu-rambu yang jelas di dalam Permendikbud. Sementara, di Permendikbud itu kewenangan diberikan kepada kampus. Ada kekhawatiran bahwa kampus menentukan uang pangkal secara subjektif," kata Franscollyn.
Mahasiswa meminta ada parameter yang jelas terkait penentuan uang pangkal yang harus dibayarkan mahasiswa. Untuk konteks pandemi COVID-19, sebaiknya uang pangkal ditiadakan.
"Bahkan kalau bisa tidak ada pungutan yang pangkal, apalagi di kondisi pandemi," kata dia.
Pembungkaman
Mahasiswa Unnes melaporkan Mendikbud Nadiem Makarim ke Komnas HAM gara-gara UKT dibebankan di masa pandemi. Selain itu, mahasiswa melapor ke Komnas HAM atas isu pembungkaman demokrasi.
Rekan mereka dipanggil dan disidang etik hanya karena berdemonstrasi menuntut keringanan biaya kuliah.
Pihak Komnas HAM sudah merespon aduan tersebut dan akan memanggil Mendikbud untuk dimintai keterangan. Meski demikian belu ditentukan kapan waktunya. Pihak Komnas HAM akan memprioritaskan tindak lanjut aduan dari mahasiswa ini.
Tanggapan Kemendikbud
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani menjelaskan Kemendikbud telah melakukan berbagai penyesuaian kebijakan. Hal ini dilakukan guna menghadirkan akses layanan pendidikan ke mahasiswa. Bentuk penyesuaian kebijakan itu adalah peringanan UKT lewat Permendikbud NOmor 25 Tahun 2020.
"Arahan kebijakan yang berdasarkan kesepakatan Majelis Rektor PTN (MRPTN) pada tanggal 22 April 2020 ini menjadi bagian dari upaya gotong-royong dan dukungan pemerintah terhadap seluruh insan dan satuan pendidikan yang terkena dampak pandemi, sehingga diharapkan mereka akan mampu melewati tantangan yang ada," ujar Evy kepada wartawan, Selasa (4/8).