Selain itu, Kurnia mengatakan vonis terhadap Saeful ini menambah panjang daftar koruptor yang divonis ringan. Kurnia menilai harusnya fenomena vonis ringan terhadap koruptor ini menjadi perhatian Mahkamah Agung ke depan untuk bisa memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
"Vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru. Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya diberitakan, Saeful Bahri, yang juga merupakan kader PDIP, divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Saeful dinyatakan hakim bersalah memberikan suap kepada Wahyu Setiawan saat menjabat komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Menjatuhkan pidana penjara terdakwa 1 tahun 8 bulan pidana dan pidana denda 150 juta, dengan ketentuan, apabila tidak membayar, diganti dengan kurungan penjara selama 4 bulan," kata hakim ketua saat membacakan surat putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2020).
Hakim meyakini Saeful memberikan suap secara bertahap dan bersama-sama Harun Masiku, yang hingga kini belum tertangkap. Adapun pemberian pertama sebesar SGD 19 ribu atau setara dengan Rp 200 juta diserahkan pada 17 Desember 2019. Pemberian kedua sebesar SGD 38.350 atau setara dengan Rp 400 juta diserahkan pada 26 Desember 2019 oleh Saeful kepada Agustiani Tio Fridelina.
Saeful bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(ibh/zak)