Komnas HAM Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (Foto: Ari Saputra/detikcom) |
Komnas HAM menduga adanya eksploitasi ABK warga negara Indonesia (WNI) di kapal China. Komnas HAM meminta Menlu Retno Marsudi untuk mendesak otoritas China melakukan investigasi.
"Pertama, Kemenlu mesti mendesak otoritas China untuk menginvestigasi dugaan eksploitasi tersebut, bahkan kemungkinan telah terjadinya perdagangan manusia. Kedua, jika mengikuti keterangan ABK yang selamat, maka perlu diselidiki juga perlakuan tidak manusiawi terkait makanan,minuman dan pelayanan kesehatan selama bekerja," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik ketika dihubungi, Kamis (7/5/2020).
Taufan menduga tidak terjaminnya pelayanan kesehatan terhadap para ABK WNI tersebut. Sebab, dari informasi yang dia dapat, ABK yang meninggal mengalami pembengkakan.
"Ada informasi dari ABK yang selamat bahwa ketiga ABK yang meninggal mengalami pembengkakan tubuh secara bertahap dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan. Mengapa tidak ada langkah pelayanan kesehatan dari pihak kapal terhadap pekerjanya yang sakit ? Itu juga mesti diinvestigasi," ujarnya.
Taufan juga meminta Menlu Retno memastikan agar ABK yang selamat dikembalikan ke keluarganya, dengan adanya ganti rugi terhadap kejadian buruk yang telah dialami.
"Ketiga, yang tidak kalah pentingnya memastikan ABK yang selamat dikembalikan ke keluarganya serta mendapatkan seluruh hak-hak mereka termasuk ganti kerugian atas kondisi buruk yang mereka alami," tuturnya.
Lebih lanjut, Komnas HAM mengapresiasi langkah Kemenlu yang sigap yang telah dilakukan. Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan Komnas HAM di Korea Selatan untuk mengawasi penyelidikan kasus ini.
BP2MI
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkoordinasi dengan KBRI Seoul terkait tiga jenazah anak buah kapal (ABK) WNI dilarung ke laut. BP2MI juga akan berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai kepulangan WNI lainnya.
"BP2MI telah menghubungi perwakilan RI melalui atase ketenagakerjaan di KBRI Seoul. Diperoleh informasi bahwa KBRI Beijing dan KBRI Seoul sedang menangani permasalahan ABK tersebut," kata Kepala Biro Hukum dan Humas BP2MI Sukmo Yuwono dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
Sukmo menjelaskan kapal yang membawa ABK tersebut berasal dari RRT, sementara di Korsel hanya menjadi tempat singgah kapal. Maka yang akan diberlakukan merujuk pada bendera kapal.
Sukmo menjelaskan, dari informasi itu, terdapat 14 ABK yang kemarin dikarantina di Busan, Korsel. ABK tersebut bukan dipekerjakan oleh agensi Korea, melainkan oleh agensi China. Jadi jenis visanya bukan E-9 maupun E-10, hanya mereka kebetulan bongkar-muat di Korsel.
"Terkait dengan ABK atas nama Ari yang menurut video tersebut dilakukan pelarungan jenazah di laut, sampai saat ini belum ditemukan jasadnya. Identitas yang diketahui hanya nama dan usianya, yaitu 24 tahun," ungkapnya.
Sukmo mengatakan, terkait dengan kasus ABK tersebut, total ada tiga kapal, termasuk kapal yang pernah bersandar di Korea membawa 48 ABK asal Indonesia. Adapun rinciannya sebagai berikut:
- 1 kapal membawa 15 ABK yang mana 1 ABK setelah bersandar meninggal di Korea.
- 20 ABK kembali berlayar dengan kapal mereka.
- 14 ABK sudah dipulangkan ke Indonesia tanggal 24 April 2020.
- Sisa ABK lain akan dipulangkan ke Indonesia tanggal 8 Mei 2020
"BP2MI sedang melakukan koordinasi lanjut dengan KBRI Seoul dan dengan kementerian/lembaga terkait untuk kasus tersebut dan ABK yang akan dipulangkan pada 8 Mei tersebut," ungkap Sukmo.
Sukmo menyebut pihak KBRI Beijing telah mengirimkan nota diplomatik kepada otoritas setempat untuk meminta klarifikasi kasus tersebut.
SPPI
Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) meragukan adanya izin keluarga anak buah kapal (ABK) di Indonesia terkait pelarungan jenazah seorang ABK WNI di kapal berbendera China. ABK itu bernama Ari, jenazahnya dilarung pada 31 Maret.
"Jadi kami memahami benar ada payung hukum dalam pelarungan, tapi norma dan syarat-syaratnya tetap (harus) dipenuhi," kata Ketua Umum SPPI, Ilyas Pangestu melalui siaran langsung dari kanal YouTube Greenpeace, Kamis (7/5/2020).
Ilyas meyakini hukum internasional mengenai pelarungan memang dibenarkan. Namun, menurutnya, pelarungan tentu disertai syarat yang harus dipenuhi.
Ilyas dan SPPI mengaku sudah menghubungi keluarga dari almarhum Ari. Pihak keluarga almarhum dinyatakannya belum dimintai izin sebelum jenazah Ari dilarung.
"Tim SPPI yang sedang kontak keluarganya, dan saya juga sudah konfirmasi ke perusahaan pengirim (tenaga kerja -red), mengiyakan. Lebih tepatnya, izin belum didapat saat dilakukan pelarungan," ujar Ilyas.
Senada dengan Ilyas, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan surat izin pelarungan tidaklah mudah didapat, apalagi bila kapal sedang berada di lautan. Kondisi ini berisiko memicu adanya pelarungan sepihak dan dapat melanggar hak asasi manusia.
LPSK
Ketua LPSK Hasto Atmojo. Foto: Lamhot Aritonang |
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan keprihatinan terhadap ABK WNI yang menjadi korban perbudakan di kapal Long Xing 629.
LPSK bekerjasama dengan Kemlu dan kepolisian untuk memberi perlindungan terhadap proses pemulangan para ABK hingga pendampingan proses hukum.
"Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jumat, (8/5) ke bandara," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
Diketahui ABK kapal tersebut diduga menjadi korban eksploitasi karena bekerja selama 18 jam dan minum air laut yang disaring. Eksploitasi merupakan salah satu unsur dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Hasto mengaku LPSK kerap mendapat aduan permohonan perlindungan untuk korban TPPO yang kejadiannya mirip dengan kasus yang dialami oleh 18 ABK kapal China. Salah satunya adalah kasus perbudakan di Benjina, Maluku, pada medio 2015 lalu yang juga ditangani oleh LPSK.
Ia mengatakan peristiwa yang dialami 18 ABK kapal China menunjukan adanya indikasi TPPO. Dia berharap kepolisian mengusut pihak atau perusahaan yang merekrut dan menyalurkan para ABK ke kapal China tersebut, serta mengambil tindakan tegas bila terbukti adanya pelanggaran pidana.
Senada dengan Hasto, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan kasus TPPO terhadap ABK bukan lah pertama kali. Selain kasus di Benjina, LPSK pernah mendampingi beberapa kasus TPPO yang peristiwanya mirip dengan apa yang terjadi dengan ABK di kapal Long Xing, diantaranya kasus di Jepang, Somalia, Korea Selatan dan Belanda.
BPIP
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo. Foto: Pool |
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengecam eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal Long Xing 629. Tindakan di kapal pencari ikan itu dinilai sebagai perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
"Tindakan perbudakan dengan cara tidak beradab bertentangan nilai martabat kemanusiaan. Kita berharap persoalan ini diusut tuntas dalam hal ini perlu adanya investigasi untuk menyelidiki kasus ini," kata Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, lewat keterangan tertulis kepada detikcom, Kamis (7/5/2020).
Eksploitasi dan pembuangan jenazah ABK WNI ke laut dinilainya bertentangan dengan kemanusiaan. Dia melihat hal tersebut sebagai pelanggaran HAM yang tak perlu terjadi lagi.
"Kasus ini mencoreng wajah keadaban kemanusiaan. Kita berharap hal ini tidak terjadi lagi karena perbudakan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat," tutur Benny.
Supaya peristiwa itu tidak terjadi lagi di kemudian hari, perlu ada jaminan keselamatan bagi para ABK WNI. Bentuk konkretnya adalah perjanjian internasional yang tegas, mengikat, dan melindungi kaum pekerja.
"Ke depan, yang dibutuhkan adalah jaminan keselamatan ABK dan perlunya perjanjian internasional untuk melindungi martabat manusia," tutup Benny.
Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Foto: Agung Pambudhy) |
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan menindaklanjuti kabar soal tiga jenazah anak buah kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) yang dilarung ke laut.
Melalui akun Instagramnya @edhy.prabowo, ia menjelaskan empat sikap yang akan diambil terkait persoalan tersebut. Pertama, akan berkoordinasi lintas kementerian untuk menindaklanjuti kabar tersebut.
"Berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) terkait hal ini," kata Edhy dikutip detikcom, Kamis (7/5/2020).
Kedua, pihaknya akan menelusuri dugaan eksploitasi ABK Indonesia. Jika benar terjadi eksploitasi ia akan melaporkan ke Regional Fisheries Management Organization (RFMO) agar perusahaan dan kapal diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
"Kami juga akan melakukan pengecekan terkait dokumen dan kontrak, para ABK Indonesia yang diduga mengalami eksploitasi," ucapnya.
Terakhir, Edhy bilang, akan menemui para ABK yang selamat untuk dimintai keterangan. Perusahaan diminta bertanggung jawab agar hak-hak para ABK dipenuhi.
"Saya akan menemui para ABK kita yang selamat dan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang merekrut dan menempatkan para ABK ini, agar hak-hak nya dipenuhi," ujarnya.