Kesaksian Hasto disampaikan dalam sidang lanjutan kasus suap PAW anggota DPR RI di Pengadilan Tipikor Jakarta melalui video teleconference pada Kamis (14/4/2020). Dalam sidang ini, kader PDIP Saeful Bahri duduk sebagai terdakwa.
Di awal kesaksiannya, Hasto menjelaskan kepada jaksa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) seputar tugas pokok dan fungsinya sebagai Sekjen PDIP.
Dalam perkara ini, Saeful Bahri didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai total SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta melalui Agustiani Tio. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku.
Uang diberikan dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Partai PDI Perjuangan dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil 1 Sumsel kepada Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.
Sekjen PDIP ini kemudian memberikan kesaksiannya antara lain sepak terjang Saiful Bahri dalam kasus suap PAW DPR RI hingga pertemuan terakhirnya dengan Harun Masiku.
Saeful Bahri Kader PDIP
Hasto membenarkan terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI, Saeful Bahri, adalah kader PDI Perjuangan. Namun, menurut Hasto, Syaeful bukanlah anggota pengurus partai.
"Saudara terdakwa adalah anggota PDIP," ujar Hasto saat bersaksi.
"Saudara terdakwa tidak memiliki kedudukan di dalam struktur DPP partai, tak memiliki jabatan struktural di dalam PDIP," sambungnya.
Hasto mengatakan awal pertemuannya dengan Saeful pada 2003, saat dirinya hendak mengurus persyaratan untuk maju sebagai calon anggota DPR RI melalui PDIP. Hasto menyebut, saat bertemu Saeful pada 2003 itu, Saeful sudah menjadi kader PDIP.
"Saya kurang ingat terhadap hal tersebut. Tapi, pada saat kami bertemu pada tahun 2003 yang bersangkutan adalah anggota PDIP," kata Hasto.
Hasto juga mengaku mengenal Agustiani Tio Fredelina, yang juga terdakwa dalam kasus ini. Hasto juga menyebut Tio adalah kader PDIP dan pernah mengurus Departemen PDIP.
"Benar kenal, yang bersangkutan anggota PDIP, dan pernah menjadi pengurus departemen PDIP," katanya.
Beberkan Alasan PDIP Ajukan Harun Masiku
Hasto mengungkapkan alasan PDIP mengajukan Harun Masiku sebagai pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR ke KPU.
Hasto mengatakan Harun Masiku dinilai sebagai caleg yang memiliki kriteria yang dibutuhkan PDIP.
Awalnya, jaksa menanyakan ke Hasto mengenai isi surat putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi dasar PDIP mengajukan permohonan PAW ke KPU. Hasto menjelaskan dalam surat putusan itu partai politik diberi kewenangan menentukan pelimpahan suara dari caleg yang dianggap berhalangan tetap kepada caleg yang dinilai terbaik oleh partai.
"Mengingat kita menganut sistem proporsional terbuka dan dari keputusan itu MA menegaskan partai politik memiliki kedaulatan di mana terhadap caleg terpilih berhalangan tetap dalam hal ini Pak Nazarudin Keimas maka suara dikembalikan ke parpol," kata Hasto.
"Sebenarnya dalam konsideran hukum atas keputusan MA sudah menegaskan hal itu diberikan ke caleg yang menurut penilaian DPP partai dinilai yang terbaik," lanjutnya.
Untuk diketahui, dalam urusan permohonan PAW anggota DPR yang diajukan PDIP ke KPU ini berawal dari Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas meninggal dunia pada hari sebelum coblosan. Meski telah meninggal dunia nama Nazaruddin tetap tercantum dalam surat suara dan disebut tetap mendapat suara.
Hasto menjelaskan berdasarkan putusan MA itu Parpol kemudian mengadakan rapat pleno penetapan siapa Caleg yang mendapat pelimpahan suara dari Nazarudin Keimas. Hasto menyebut dalam rapat pleno itu ditetapkan Caleg atas nama Harun Masiku mendapat pelimpahan suara Nazarudin Keimas.
"Betul sekali keputusan MA yang kabulkan gugatan PDIP terjadi pada pertengah Juli, maka pada akhir Juli kami adakan rapat pleno DPP, dalam rapat pleno tersebut ditegaskan bahwa partai mengalihkan suara dari almarhum Nazarudin Keimas kepada Harun Masiku," ungkap Hasto.
Lalu jaksa menanyakan kepada Hasto alasan kenapa PDIP memilih Harun Masiku sebagai Caleg penerimaan pelimpahan suara tersebut. Hasto mengatakan Harun Masiku memiliki latar belakang yang dibutuhkan partai.
"Pada saat itu bisa dijelaskan dalam rapat pleno yang jadi pertimbangan partai sehingga menetapkan yang memperoleh suara Nazarudin Keimas ini Harun Masiku?" tanya jaksa.
"Setelah partai mendapat legalitas dari putusan MA maka dalam rapat itu kami melihat pelimpahan suara dari Bapak Nazarudin Keimas ke Harun Masiku mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan punya latar belakang profesi yang dibutuhkan oleh partai yaitu lulusan dari Internasional Economic law dan dapat beasiswa dari Inggris dan dalam rekam jejak yang ada yang bersangkutan pada tahun 2000 pada kongres pertama juga terlibat dalam penyusunan AD/ART partai," tutur Hasto.
Pergantian Anggota DPR PAW Ikuti Putusan MA
Hasto menjelaskan rinci proses pemilihan anggota DPR pergantian antarwaktu. Menurut Hasto, proses penetapan pergantian Nazaruddin Kiemas di DPR itu sudah diatur dalam rapat pleno PDIP dan mengikuti keputusan Mahkamah Agung.
Hasto mengatakan, pada Juni 2019, PDIP menggelar rapat pleno yang dipimpin rapat pleno itu adalah Hasto. Rapat pleno itu membahas terkait perolehan suara Nazaruddin Kiemas di Dapil Sumatera Selatan I. Dalam rapat pleno itu juga diputuskan agar suara Nazaruddin akan diserahkan ke caleg lain dengan dapil yang sama.
"Maka DPP partai memiliki kajian dan memutuskan bahwa perolehan suara tertinggi dari Bapak Nazaruddin Kiemas yang memang dapat jadi hak untuk diberikan ke caleg lainnya di dapil sama," ucap Hasto.
Hasto menjelaskan, saat itu keputusan PDIP berbenturan dengan aturan KPU. Oleh karena itu, Hasto mengatakan PDIP mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung dengan alasan agar PDIP bisa memutuskan sendiri siapa caleg pengganti Nazaruddin.
"Namun, dalam kajian itu, kami melihat perbedaan antara peraturan KPU pada Pemilu 2009 dengan 2019, demikian rapat pleno DPP memutuskan bahwa DPP partai akan melakukan uji materi ke MA atas PKPU No 3 Tahun 2019, sehingga kami berharap ada keputusan legalitas dari partai sebagaimana terjadi di kasus Bapak sutradara Ginting, bahwa partai memiliki kewenangan penuh di dalam memindahkan suara anggota caleg terpilih yang berhalangan tetap, namun dapat perolehan tertinggi," jelasnya.
Hasto mengatakan PDIP kemudian menunjuk kuasa hukum bernama Doni Istiqomah untuk menjalankan proses judicial review atas PKPU Nomor 3 Tahun 2019 itu. Dari gugatan itulah Hasto mengatakan MA mengabulkan permohonan PDIP.
"Pada dasarnya keputusan MA menegaskan bahwa hubungan parpol dengan caleg bersifat subordinatif, di mana calon hanya bisa jadi calon itu hanya berdasarkan keputusan partai politik, kemudian peserta pemilu adalah partai politik dan kemudian kursi yang diperoleh parpol itu sepenuhnya merupakan kursi dari partai politik pemilu, bukan kursi orang per orang," katanya.
"Karena kita menganut sistem proporsional terbuka, dari keputusan tersebut MA juga menegaskan partai politik miliki kedaulatan di mana calon anggota legislatif yang terpilih, yang berhalangan tetap maka suaranya dikembalikan kepada partai politik," imbuhnya.
PDIP Tidak Utus Saeful Urus Permohonan PAW DPR
Hasto mengatakan PDIP mengutus Donny Tri Istiqomah untuk mengurus pengajuan permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR ke KPU. Hasto menegaskan tidak ada orang lain, selain Donny yang ditugaskan untuk mengurus perihal tersebut.
Awalnya, Hasto menjelaskan perihal DPP PDIP yang mengirimkan surat ke KPU meminta putusan Mahkamah Agung (MA) dan Fatwa MA yang pada pokoknya meminta suara sah Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku untuk dijalankan. Hasto menyebut dalam permohonan itu DPP PDIP hanya mengutus Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum PDIP.
"Kami hanya menugaskan Donny Tri Istiqomah dengan melalui surat tugas. untuk menjelaskan putusan Mahkamah Agung ataupun Fatwa Mahkamah Agung. Dari kami mengeluarkan surat tugas kepada saudara Donny untuk jalankan itu, kami juga kirim surat khusus ke KPU agar KPU juga menjalankan fatwa MA itu," ujar Hasto.
"Selain Donny, apakah saudara juga memberikan kuasa ke orang lain soal permohonan ini?" tanya jaksa.
"Tidak, surat tugas hanya diberikan DPP kepada Donny Tri Istiqomah, tidak ke yang lain," sebut Hasto.
Kemudian, jaksa menanyakan kepada Hasto mengenai peran terdakwa Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina dalam pengajuan permohonan PDIP ke KPU tersebut. Hasto menyebut baik Saeful dan Agustiani Tio tidak diutus oleh DPP PDIP untuk mengurus permohonan PDIP ke KPU tersebut. Sebab, menurut Hasto, setiap penugasan dari DPP PDIP selalu disertai surat tugas resmi.
"Saya tidak pernah meminta tolong atau memberikan tugas kepada Agustiani Tio, bahkan saya juga tidak berkomunikasi kepada Agustiani tio. Kami belum pernah berikan penugasan ke pada Ibu Tio karena surat tugas hanya diberikan ke Donny," kata Hasto.
Namun, Hasto mengaku baru mengetahui jika Saeful ikut mengurusi permohonan itu pada Desember 2019. Menurutnya, keikutsertaan Saeful mengurus permohonan PDIP ke KPU ini atas inisiatif dari Donny, tidak ada perintah resmi dari PDIP.
"Mohon izin saya sampaikan setiap penugasan dari DPP partai itu selalu disertai dengan surat tugas. Dalam pelaksanaan keputusan MA dan fatwa MA hanya kami berikan kepada Donny Tri Istiqomah. Namun dalam pelaksanaannya kami mengetahui bahwa saudara Saeful dibawa Donny untuk bersama-sama membantu tugas-tugas tersebut, saya ketahui itu pada Desember. Dengan demikian partai tidak pernah beri penugasan kepada Saeful karena itu inisiatif yang dilakukan Donny," ungkap Hasto.
Bantah Perintahkan Saeful Temui Ketua KPU
Hasto mengaku tidak pernah memerintahkan terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI, Saeful Bahri, untuk bertemu dengan Ketua KPU Arief Budimab dan Wahyu Setiawan.
Hasto mengaku sama sekali tidak tahu-menahu bahwa Saeful menemui Arief dan Wahyu.
Awalnya, jaksa KPK Takdir bertanya mengenai komunikasi WhatsApp antara Hasto dan Saeful, yakni dalam percakapan itu Saeful melaporkan ke Hasto soal pertemuannya dengan Wahyu dan Arief.
"Apakah terdakwa pernah sampaikan ke saksi bahwa terdakwa sudah bertemu dengan Wahyu dan Mas Arief yang dimaksud Ketua KPU?" tanya jaka Takdir.
"Tidak pernah," jawab Hasto singkat.
Jaksa kemudian memperlihatkan komunikasi WhatsApp antara Hasto dan Saeful. Dalam percakapan itu, Saeful melaporkan detail ke Hasto mengenai surat yang ditandatangani KPU.
"Kami perlihatkan komunikasi WA, 8 Januari, Saeful menyampaikan 'saya otw ke DPP, saya jelaskan lisan, semalam kami masih meeting dengan Wahyu, ada Mas Arief juga, intinya Wahyu masih dalam lobi itu, surat sudah terbit tapi masih on going process karena kita dia belum sempat ngedrop ke semua komisioner'. Apakah pernah disampaikan chat ini dari Saeful ke saksi?" tanya jaksa Takdir lagi.
Hasto membenarkan adanya percakapan WA seperti itu dengan Saeful. Namun Hasto lagi-lagi menegaskan tidak pernah memerintahkan Saeful mengurus hal itu dan bertemu dengan Arief Budiman dan Wahyu.
"Betul (Ada chat Saeful). Karena saya di tengah-tengah pertemuan dengan Mendagri, saya kirim surat 7 Januari yang intinya menolak permohonan dari PDIP, setelah surat itu saya kirim ke Donny dan Saeful atas jawaban tersebut, saya tidak beri atensi apa-apa, karena kejadian OTT yang terjadi kepada saudara terdakwa sehingga tidak memahami pesan tersebut. Ketika saya kirim surat penolakan dari KPU, tujuan saya adalah kira-kira langkah hukum apa untuk dilakukan, tapi sebelum hal itu terjadi sudah dilakukan OTT," jawab Hasto.
Diketahui, dalam dakwaan, jaksa KPK mengungkapkan adanya pertemuan antara Ketua KPU Arief Budiman dan tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR Harun Masiku. Jaksa menyebut pertemuan itu membahas agar permohonan PDIP terkait PAW anggota DPR Harun Masiku bisa diakomodasi KPU.
"Selanjutnya, masih pada bulan yang sama, Harun Masiku datang ke kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu, Harun Masiku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang secara formal telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan," kata jaksa Ronald di PN Tipikor Jakarta, Kamis (2/4).
Jelaskan Percakapan dengan Saeful soal 'DP Penghijauan' Rp 600 Juta
Jaksa KPK mengungkapkan adanya percakapan antara Hasto dan terdakwa Saeful Bahri membahas soal pemintaan uang. Hasto menyebut permintaan uang itu terkait program penghijauan di lingkungan kantor-kantor PDIP.
Awalnya, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hasto Kristiyanto yang menyebutkan ada percakapan soal uang. Jaksa pun mengkonfirmasi percakapan itu kepada Hasto.
"Ini ada di BAP, apakah saudara pernah berkomunikasi via WA dengan terdakwa 16 Desember 2019 ada kata-kata dari saudara 'tadi ada 600 yang 200 dipakai untuk DP penghijauan dulu', benar tidak?," tanya jaksa Takdir ke Hasto.
Namun jaksa tak menerangkan dengan jelas nominal 600 dan 200 yang dimaksud apakah dalam satuan ribu rupiah, juta rupiah, atau miliar rupiah.
Lalu Hasto menjelaskan uang itu terkait dengan ada program penghijauan kantor PDIP yang bertepatan dengan peringatan ulang tahun partai. Menurutnya, PDIP menyiapkan anggaran Rp 600 juta untuk membuat 5 vertical garden.
"Benar sekali karena saat itu Saeful datang ke saya dan partai merencanakan ultah partai pada 10 Januari 2020, di mana tanggal 10 Januari bertepatan dengan hari menanam pohon sedunia, partai merencanakan penghijauan serentak, gerakan mencintai bumi termasuk kami juga keluarkan instruksi secara resmi kepada seluruh jajaran partai untuk menjalankan penghijauan di kantor-kantor partai," ungkap Hasto.
"Di kantor pusat kami bangun banyak vertical garden dan saya merencanakan anggaran Rp 600 juta untuk penghijauan di kantor partai, kami buat 5 vertical garden," lanjut Hasto.
Menurut Hasto, Saeful saat itu datang menawarkan diri untuk mengurus program tersebut. Namun Hasto menyebut apa yang dibicarakan dengan Saeful itu belum terealisasi. Sebab, program itu baru dilakukan setelah 10 Januari 2020.
"Saeful tawarkan diri untuk melakukan itu, ada anggaran 600 dan 200 sebagai DP tapi pelaksanaannya hal tersebut belum terealisasi karena ada persoalan ini. Sementara program dilakukan setelah ultah partai 10 Januari 2020, jadi apa yang ada di komunikasi itu belum terjadi," ujarnya.
Ia menegaskan pembicaraan dengan Saeful itu hanya terkait program penanaman pohon di kantor PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Menurutnya, saat sudah ada 5 vertical gardendi kantor DPP PDIP.
"Betul ada vertical garden DPP PDIP Diponegoro, 5 vertical garden sudah dibangun dari 10 Januari sampai 5 Februari," tutur Hasto.