KPK Minta Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi

KPK Minta Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi

Zunita Putri - detikNews
Selasa, 14 Jan 2020 16:01 WIB
Foto: Zunita/detik.com
Jakarta - KPK meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menolak gugatan yang dilayangkan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi cs. KPK menyebut praperadilan yang diajukan Nurhadi cs cacat formil.

Hal itu dikatakan oleh Tim Biro Hukum KPK dalam jawaban KPK di sidang praperadilan Nurhadi cs. KPK menyebut salah satu tersangka yakni Hiendra Soenjoto tidak berhak mengajukan praperadilan karena melarikan diri dari KPK, hal itu ditunjukkan KPK dengan bukti percakapan antara Hiendra dengan istrinya, Lusi Indriati pada 12 Desember 2019.
"Tindakan termohon III (Hiendra) selaku tersangka yang melarikan diri jelas-jelas tidak kooperetaif mengingat yang bersangkutan telah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari termohon," kata tim biro hukum KPK, Indah Oktianti, saat membacakan tanggapan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Selasa (14/1/2020).

Indah menyebut Hiendro dan istri telah meninggalkan rumahnya sejak 12 Desember 2019 itu. KPK mengatakan sudah berkali-kali datang ke rumah Hiendro namun tak menemukan apapun, surat panggilan juga sudah dilayangkan ke alamat rumah Hiendro sesuai KTP nya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemohon III (Hiendra) telah dipanggil berturut-turut melalui surat panggilan namun pemohon III tidak pernah hadir memenuhi panggilan. Bahkan tidak diketahui keberadaanya sejak 12 Desember 2019. Kondisi ini jelas-jelas menunjukkan bahwa pemohon III selaku tersangka melarikan diri atau kabur sejak tanggal 12 Desember 2019," jelas Indah.

"Sehingga tidak memiliki kapasitas dan tidak berhak mengajukan permohonan praperadilan (diskualifikasi in person) sebagaimana ketentuan SEMA No 2018," imbuhnya.

KPK juga menilai gugatan yang diajukan Nurhadi cs itu tidak memiliki landasan kuat. Menurut KPK perkara Nurhadi ini seharusnya oleh Pengadilan Tipikor bukan hakim tunggal dalam praperadilan.

"Permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon adalah tanpa alasan berdasarkan undang-undang karena dalil yang diajukan oleh para pemohin merupakan materi pokok dalam perkara yang seharusnya diperiksa, diadili, dan diputus dalam persidangan oleh majelis hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi dan bukan kewenangan hakim tunggal pada persidangan praperadilan. Sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," kata Togi Robson Sirait.
Selain itu KPK juga memastikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan fakta dan menghasilkan dua alat bukti sehingga menetapkan tersangka dalam perkara Nurhadi cs ini. KPK juga mengatakan telah memanggil ketiganya untuk diperiksa sebagai tersangka, namun, kata KPK, ketiganya bersikap tidak kooperatif.

"Penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon berdasarkan bukti permulaan yang cukup sekurang-kurangnya 2 alat bukti dan telah dilakukan pemeriksaan terhadap diri pemohon adalah sah menurut hukum," ucap Togi.

Oleh karena itu, KPK meminta agar hakim tunggal yang mengadili praperadilan ini menolak seluruh permohonan Nurhadi cs. KPK juga meminta agar hakim mengakui proses penyidikan hingga penyitaan yang dilakukan penyidik KPK sah secara hukum, serta menyatakan tindakan pimpinan KPK melaksanakan tugas berdasarkan hukum.

"Dalam pokok perkara, menerima dan mengabulkan jawabab atau tanggapan termohon untuk seluruhnya, menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon. Ketiga, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohin I, II, dan III adalah sah menurut hukum," tegas Togi.

Untuk perkara pokoknya Nurhadi diduga KPK menerima total Rp 46 miliar dengan rincian Rp 33.100.000.000 dari Hiendra melalui Rezky dan Rp 12,9 miliar sebagai gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum membeberkan secara detail kecuali keterkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads