"Sejauh ini di Jatim rata-rata pelaksanaan eksekusi putusan KASN itu dilaksanakan. Kalau kabupaten kita memang ada temuan tapi sudah ditindaklanjuti oleh bupati dan wali kota. Kalau mulai awal sebelum penetapan paslon, atau waktu WFH dari Maret, April, Mei seingat saya ada 16 (pelanggaran) lebih kurangnya, itu ASN di lingkup kabupaten kota dan provinsi," tambah Aang.
Di kesempatan yang sama, Aang memaparkan temuan pelanggaran netralitas ASN ini biasanya dicatat oleh Bawaslu. Kemudian, baru dilaporkan ke KASN untuk dikaji.
"Begini, Bawaslu awalnya menemukan dugaan pelanggaran netralitas. Yang punya kewenangan untuk menetapkan apakah ini benar melanggar apa tidak itu Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berdasarkan kajian atas temuan Bawaslu," jelas Aang.
Setelah itu, baru KASN memutuskan sanksi untuk pejabat atau ASN yang melanggar. Sanksi ini kemudian diteruskan ke Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau kepala daerah yang menjabat untuk dieksekusi.
Jika sanksi tersebut sudah dilaksanakan, barulah gubernur, wali kota atau bupati memberikan tembusan pada Bawaslu.
"Sanksinya ada di KASN, bisa sampai berhenti, diberhentikan tidak hormat, atau sedang keras ringan dsb. Untuk eksekutor di PPK, pejabat pembina kepegawaian. Kalau di lingkungan Pemprov Gubernur. Kalau itu didasarkan temuan Bawaslu misalnya nomor sekian, Gubernur bupati wali kota selalu memberi tembusan ke kami," pungkasnya.
(hil/iwd)