Kasus istri dituntut 1 tahun penjara oleh suami berawal dari saling lapornya Valencya dan Chan Yu Ching dengan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis.
Berikut perjalanan perkara tersebut:
Chan Yu Ching Sebagai Terdakwa
Selasa (26/10/2021) Pengadilan Negeri (PN) Karawang menggelar sidang mendengarkan keterangan ahli dalam perkara penelantaran istri dan KDRT secara psikis dengan terdakwa Chan Yu Ching pria asal Taiwan, yang sebelumnya Valencya telah melaporkan Chan Yu Ching kepada polisi pada 2020.
Valencya Sebagai Terdakwa
Kemudian, Senin (15/11/2021) Valencya dituntut 1 tahun penjara oleh mantan suaminya Chan Yu Ching atas perkara yang sama yakni KDRT secara psikis.
Valencya menjadi terdakwa oleh JPU Glendy Rivano karena mengusir dan mengomeli suaminya.
"Jadi kasus ini masuk dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT bahwa diperoleh diperoleh fakta-fakta melalui keterangan saksi dan alat bukti bahwa inisial Valencya terbukti jadi terdakwa dengan dijerat Pasal 45 ayat 1 Junto pasal 5 huruf b," ungkap Glendy.
Glendy mengatakan suami mengaku diusir dan juga dimarahi dengan kata-kata kasar hingga terganggu psikisnya. "Jadi inisial CYC ini diusir dan dimarahi dengan kata-kata kasar," katanya.
Valencya Dituntut 1 Tahun Penjara
Pascapemberitaan Valencya dituntut 1 tahun gegara omeli suami. Berbagai kalangan angkat bicara dan perkaranya menjadi sorotan publik di Indonesia.
Dari DPRD hingga DPR RI angkat bicara dan kemudian kalangan artis dan para pakar hukum pun mulai menanggapi perkara yang menimpa Valencya.
Kejagung Ambil Alih Perkara Valencya
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis yang dilakukan terdakwa Valencya terhadap Chan Yu Ching. Pengambilalihan itu berangkat dari perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk melakukan eksaminasi khusus.
"Penanganan perkara terdakwa Valencya alias Nancy Lim dan juga terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, karena hal ini telah menarik perhatian masyarakat dan pimpinan Kejaksaan Agung," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui siaran langsung di kanal YouTube Kejaksaan RI, Senin (15/11/2021) malam.
Kejagung Eksaminasi Khusus Para Jaksa dalam Perkara Valencya
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menerangkan eksaminasi khusus terhadap kasus terdakwa Valencya ini dilakukan dengan cepat sebagai bentuk program quick wins. Eksaminasi khusus dilakukan sejak pagi hingga sore tadi di Gedung Jampidum Kejagung.
Leonard menyebut eksaminasi khusus itu dilakukan dengan mewawancarai sembilan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, dan tim jaksa penuntut umum yang masuk P16a.
"Pelaksanaan eksaminasi khusus yang dilakukan Jaksa Agung Tindak Pidana Umum telah dilakukan dengan mewawancarai sebanyak 9 orang, baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejari Karawang, serta JPU yang masuk dalam P16a," ungkapnya.
Kejagung Temukan Pelanggaran Proses Penerapan Hukum Kasus Valencya
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan pelanggaran dalam proses penanganan perkara istri di Karawang dituntut 1 tahun penjara akibat omeli suami mabuk.
Temuan tersebut didasari oleh kasus yang disorot publik. Jaksa Agung ST Burhanuddin merespons dan memberi perhatian khusus atas kasus tersebut dengan meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melakukan eksaminasi khusus.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat konferensi pers virtual menyatakan penanganan perkara itu juga tidak mengikuti pedoman nomor 3 tahun 2019 tentang tuntutan Pidana perkara tindak pidana umum. Sebagaimana ketentuan pada bab II angka 1 butir 6 dan 7 sambung Eben, bahwa pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani oleh Kejagung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri harusnya tetap memprihatikan ketentuan butir 2,3 dan 4.
Jaksa penuntut umum Kejari Karawang juga, kata Eben, telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan hingga empat kali. Salah satu alasan yang disampaikan JPU ke hakim yakni rencana tuntutan (rentut) yang belum turun dari Kejati Jabar.
Kejagung juga mencatat JPU tak mengikuti pedoman nomor 1 tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana. Termasuk tidak mempedomani tujuh perintah harian Jaksa Agung yang merupakan norma atau kaidah dan pelaksanaan tugas penanganan perkara.
(bbn/mud)