periode 2019-2023. Mereka mengaku resah dengan capim KPK yang dianggap bermasalah malah lanjut hingga tahap wawancara dan uji publik.
Salah satunya adalah anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Ahmad Syafii Maarif. Dia mengatakan sempat menganjurkan agar Presiden diberi peta yang sebenarnya tentang 20 capim KPK saat ini agar bisa memilih yang terbaik.
"Saya sempat menganjurkan bahwa Pak Presiden diberi peta yang sebenarnya 20 orang (capim KPK) itu sehingga yang terpilih nanti adalah orang-orang yang betul-betul sesuai Pasal 3 itu," ucap Buya Syafii dalam diskusi 'Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK' di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2019).
. Nantinya, 20 orang itu akan dikerucutkan lagi menjadi 10 orang untuk diserahkan ke Jokowi, barulah diajukan ke DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan.
Sementara itu, Pasal 3 yang dimaksud Buya adalah yang tercantum dalam UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal tersebut berbunyi:
Dia mengatakan pasal itu secara ideal sulit terwujud. Namun, dirinya tetap berharap proses seleksi capim KPK kali ini bisa melahirkan sosok yang mendekati perwujudan dari pasal tersebut.
"Itu tak mudah itu, di mana-mana ada 'gerbong-gerbong', istilahnya," ucap Buya tanpa menjelaskan apa maksud dari 'gerbong-gerbong' yang disebutnya itu.
Buya Syafii juga berharap anggota Dewan, terutama Komisi III DPR, untuk merepresentasikan diri sebagai wakil rakyat dalam proses pemilihan pimpinan
KPK. Dia berharap anggota Komisi III bisa melepaskan kepentingan kelompok dan pribadi untuk memilih pimpinan KPK yang mendekati idealisme pasal 3 UU KPK.
"Kita ini berharap pada Presiden dan Komisi III (DPR)," tuturnya.
"Saya berharap Komisi III nanti, lepaskan kepentingan kelompok, lepaskan kepentingan pribadi, coba pilihlah ketuanya itu betul-betul yang agak mendekat idealisme Pasal 3," imbuh Buya.
Dia turut berpesan kepada Jokowi agar betul-betul membuka mata sebelum menentukan siapa capim KPK yang diajukannya ke DPR. Buya Syafii mengaku paham orang-orang di sekeliling Jokowi memiliki kepentingan masing-masing.
"Presiden harus mendapatkan masukan yang betul-betul benar ya. Sebab, kadang yang mengelilingi orang penting itu belum tentu orang baik, banyak oportunis-oportunis, banyak 'musang berbulu ayam' ya, saya yakin banyak itu. Topeng-topeng itu, saya pahamlah karena saya mendapat pengaduan ya," katanya.
Buya Syafii pun berharap pansel capim KPK bisa melahirkan sosok yang berintegritas atau setidaknya bukan orang yang bermasalah. Dia menyebut masih banyak orang baik di republik ini yang harusnya bisa memimpin KPK.
"Mungkin nggak akan sempurna, sudah jelas, oleh sebab itu yang orang ada masalah dan ada titik hitam jangan dipilihlah," ujarnya.
"Orang baik masih ada di republik ini. Orang baik ini yang perlu memimpin lembaga," sambungnya.
Tokoh lain yang turut menyuarakan keresahannya adalah istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah. Dia mengkritik Pansel Capim KPK dan menyebut pansel meloloskan orang yang dianggap tak memenuhi kriteria.
"Ada beberapa capim yang dianggap nggak penuhi kriteria tapi tetap diloloskan pansel. Sebagai bagian dari masyarakat, yang kami khawatirkan apabila pimpinan yang terpilih tidak sesuai dengan kebutuhan pemberantasan korupsi, maka bukan hanya pemberantasan korupsi yang akan tersendat tapi juga akan menjadi abuse for power atau penyelewengan kekuasaan," ujar Sinta yang turut menjadi pembicara dalam diskusi yang sama.
Sinta menilai KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia yakin KPK harus dipimpin orang yang cakap dan berintegritas tinggi.
"Untuk itu, maka harus diupayakan dipimpin oleh orang cakap dan berintegritas. Apabila tidak, maka akan tumpul, nggak bisa digunakan untuk berantas korupsi. Untuk itu, perlu ada upaya kita semua untuk dapatkan pimpinan KPK yang terbaik," ujar Sinta.
Dia turut menaruh harapan agar Presiden Jokowi mendengar suara masyarakat soal pemilihan pimpinan KPK. Dia berharap Jokowi mengawasi kinerja Pansel.
"Berharap Presiden Jokowi mau mendengarkan suara masyarakat dan mengawasi terus kinerja pansel," tuturnya.
Selain itu, dia juga berharap pansel memikirkan keberadaan wanita di pimpinan KPK. Menurutnya, pansel saat tidak terlalu memikirkan keberadaan wanita dalam proses seleksi capim.
"Keterwakilan lain dalam capim KPK, salah satunya adalah keterwakilan perempuan. Dari 20 nama capim, hanya 3 orang yang perempuan, hal ini juga perlu jadi concern capim KPK," jelasnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang turut menjadi pembicara dalam diskusi itu turut menyampaikan harapan besarnya kepada pansel agar bisa memilih capim KPK yang berintegritas. Menurut Saut, pimpinan KPK yang berintegritas akan menjadikan pemberantasan korupsi lebih baik.
"Kalau kita mau betul-betul berubah, KPK harus tetap dipimpin orang betul-betul integritas," kata Saut.
Saut kemudian mengumpamakan seorang pimpinan KPK yang tidak berintegritas dengan seekor kucing yang memiliki penyakit. Menurutnya, jika pimpinan itu dipilih, kerja KPK tidak akan fokus.
"Katakan lah kita dapat 'kucing kurap'. Tapi kalau kucing kurap bisa menangkap tikus nggak masalah, tapi kan 'kucing kurap' lebih sering garuk-garuknya daripada nangkap tikusnya. Maksud saya gini, percaya lah bahwa check and balance di KPK sangat tinggi," kata Saut.
"Kalau dia masuk sini, si 'kucing kurap' itu lalu mau coba-coba, ya paling kita kena kurap-kurapnya. Maksudnya seperti wadah pegawai, teman penyidik, saya mau mereka harus tetap bisa berlaku seperti apa yang berlaku selama ini," imbuhnya.
Dia mengingatkan agar pansel memilih orang yang bukan hanya baik tapi juga melihat rekam jejak seperi tidak berhubungan dengan siapa pun yang terkait korupsi. Menurutnya, pimpinan KPK ibarat panglima yang akan berperang.
"Ini medan perangnya, medan perangnya seperti apa? Karena kita mencari 5 panglima perang yang harus secara bersama kolektif kolegial, medan perangnya itu di antaranya indeks persepsi korupsi yang 38 itu," jelasnya.
Tak cuma dari diskusi tersebut, keresahan juga disampaikan dari tempat lainnya. Adalah para mantan pimpinan KPK dan Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah yang menyampaikan keresahan mereka tentang proses seleksi capim KPK.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengaku prihatin atas proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK periode 2019-2023. Dia menilai ada bahaya yang akan menimpa KPK jika orang yang bermasalah diloloskan dari tahap seleksi kali ini.
"Sebenarnya kita ketemu dengan tokoh masyarakat dengan para mantan pimpinan KPK. Ini adalah bagian dari rasa prihatin kami mendalam melihat bahwa ada ancaman yang sangat berbahaya yang akan menimpa KPK jika proses seleksi yang sekarang terus dilanjutkan dan meloloskan orang yang bermasalah," kata Abraham Samad di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.
Samad tak menyebut secara detail orang bermasalah yang dimaksud. Namun, dia berharap Presiden Jokowi tak meloloskan orang yang bermasalah tersebut dari proses seleksi capim
KPK.
"Sebagai mantan pimpinan sangat berharap ada respons serius dari Presiden untuk tidak meloloskan nama-nama yang kami anggap bisa melumpuhkan, merontokkan lembaga yang kami cintai ini, KPK," ujar Samad.
Selain Samad, turut hadir mantan Wakil Ketua KPK yang kini menjabat Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas; mantan Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin; mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto; Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution; hingga Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum PTM/STH Muhammadiyah Trisno Rahardjo.
Dalam acara ini, Trisno membacakan sikap dari Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah bersama mantan pimpinan KPK soal seleksi capim KPK. Pada intinya, mereka meminta Jokowi mempertimbangkan sebaik-baiknya 10 nama capim
KPK yang akan dikirim ke DPR nanti.
Tak cuma dari Jakarta, keresahan juga disampaikan para pegiat antikorupsi di Yogyakarta. Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menilai 20 nama yang masih lanjut ikut seleksi capim KPK perlu dievaluasi. Jaringan yang beranggotakan pegiat antikorupsi hingga akademisi ini juga meminta Presiden Jokowi turun langsung mengevaluasi kinerja Pansel Capim KPK.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hasrul Halili, mengatakan berkumpulnya para pegiat antikorupsi di Pukat UGM untuk menyatakan sikap terkait proses seleksi capim KPK. Mengingat proses seleksi tersebut mendapat kritikan dari masyarakat.
"Kita melihat ada situasi yang kritis terkait seleksi calon pimpinan
KPK, pertama sorotan masyarakat terhadap beberapa calon yang diberi catatan serius, dan proses yang berlangsung di dalam pansel dianggap bermasalah," katanya saat jumpa pers di kantor Pukat UGM, Rabu (28/8).
Keresahan juga diutarakan melalui internet lewat kemunculan petisi online yang meminta Jokowi segera memerintahkan Pansel KPK tidak meloloskan capim KPK yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas. Petisi ini diinisiasi Koalisi Kawal Capim KPK.
Petisi yang ada di situs www.change.org itu menyebut Pansel KPK tidak mempertimbangkan rekam jejak para calon pimpinan KPK karena dalam nama-nama yang masih dinyatakan lolos seleksi, masih terdapat nama-nama yang dinilai mempunyai rekam jejak buruk di masa lalunya. Dilihat
detikcom, hingga Rabu (28/8) pukul 22.37 WIB, ada 64.728 pengguna internet yang telah menandatangani petisi itu.
Lalu apa kata pihak Istana terhadap berbagai kritikan itu?
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi kritik dan keresahan yang disampaikan berbagai tokoh terkait proses seleksi capim
KPK. Dia mengatakan Jokowi tidak bisa mengintervensi kinerja Pansel.
"Buat apa bikin tim seleksi kalau diintervensi. Jadi tim seleksi ini betul-betul mandiri. Bahkan pada saat awal-awal itu yang memberi pengarahan saya, bukan Presiden. Tim seleksi saat pertama kali menerima tugas, saya yang mewakili untuk memberikan sambutan. Jadi nggak ada intervensi," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Moeldoko pun meminta semua pihak mempercayakan proses seleksi kepada pansel. Dia mengatakan kalau mau mencari yang sempurna maka bisa dicari di surga.
"Sudah lah, percayakan pada tim seleksi. Kalau mau cari sempurna di surga saja lah, gitu," ujar Moeldoko.