Djarot menyampaikan kekesalannya karena pengadaan lahan untuk RPTRA dihapus dari KUPA-PPAS APBD 2017 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta. Dia mempertanyakan apakah dicoretnya anggaran untuk pengadaan lahan RPTRA dilakukan secara sengaja.
"Itu benaran atau disengaja kan gitu kan. Kalau sengaja ya gimana ya. Ini kan untuk pembebasan lahannya. Wali Kota sudah siap dan saya sudah sampaikan bahwa pentingnya RPTRA sebagai panggung kampung sehat untuk berkumpulnya orang, itu loh ya. Ini yang kami lakukan dan ini yang sedang kami kejar yang RPTA yang tersisa, yang belum sempat diresmikan," kata Djarot, Sabtu (26/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Djarot, ada 106 RPTRA yang akan diresmikan pada Oktober 2017. Namun dengan kondisi ini, maka program rintisan Basuki T Purnama (Ahok) terancam tak bisa terealisasi tahun ini. Djarot tidak bisa memastikan apakah Gubernur-Wagub Terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno akan meneruskan program tersebut.
"Apakah pemerintahan berikutnya masih membangun RPTA atau tidak ya tergantung beliau, ya dong," ujar Djarot.
Hilangnya dana RPTRA di anggaran membuat banyak pihak bersuara. Seperti Ketua Komisi A DPRD DKI Ahmad Riano yang menuding jajaran Pemprov DKI 'mengakali' Djarot.
Riano mengatakan penyediaan lahan RPTRA telah dibahas sejak Desember 2016 untuk dianggarkan pada APBD 2017. Dia mempertanyakan kesalahan nomenklatur yang baru disadari baru-baru ini.
"Pengadaan lahan untuk RPTRA di lima wilayah kota itu adalah anggaran penetapan di 2017. Pengesahannya itu di akhir September 2016. Ketuk palunya, lalu kan berproses di Kemendagri," jelas Riano, Senin (28/8).
Politikus PPP itu mengaku heran atas tidak adanya rekomendasi Bappeda mengenai kesalahan tersebut. Riano menyebut ada pembangkangan yang dilakukan wali kota kepada Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat.
"Kalau ada kekeliruan dan kesalahan, harusnya buru-buru merespons untuk memperbaiki sesegera mungkin. Jangan terkesan ada pembiaran, ada pembangkangan. Kalau ini kan Pak Djarot dibohongi oleh anak buahnya," papar Riano.
"Harusnya segala program prioritas gubernur itu, bekerja sama masing-masing SKPD menggolkan program itu. Bukan justru melakukan pembiaran dan pembangkangan kalau saya lihat itu," tambah dia.
![]() |
Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI, Bestari Barus pun menyoroti soal dana RPTRA yang 'hilang' dari penganggaran. Dia menyebut pejabat terkait pasti langsung distafkan bila di era Ahok.
"Coba kalau (masalah) RPTRA ini zamannya Ahok dia bikin macam-macam apa nggak besok jadi staf, kan gitu. Ya memang mulai ada manja gitu nggak tahu lagi, padahal anggaran dia sudah kita setujui semua," tukas Bestari, Senin (28/8).
Anggota Komisi D DPRD DKI itu menilai, pejabat di Pemprov DKI saat ini tidak lagi 'greget'. Mereka disebut lebih banyak rapat dari pada bekerja di lapangan, sehingga pantas jika ada evaluasi dan rotasi jabatan.
"Lebih banyak rapat dari pada beraksi. Akhirnya tidak dapat menyerap kalau tidak menyerap kemudian di lempar ke banggar besar ada perubahan supaya dialokasikan ke tempat lain," tuturnya.
Kemudian Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Gembong Warsono menyebut para wali kota hanya ingin main aman sehingga dana yang sudah disiapkan untuk penyediaan lahan RPTRA tidak terserap. Untuk diketahui, waktu Djarot menjabat sebagai gubernur hanya tinggal sekitar sebulan lagi.
"Eksekutif mau cari aman atau apa kita nggak ngerti. Sehingga terbengkalailah," ujar Gembong.
Menurutnya, yang memiliki kewenangan untuk pembebasan lahan awalnya adalah Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman. Namun keputusan terbaru menyebutkan kewenangan diberikan kepada kepada wali kota untuk membebaskan lahan. Gembong memandang wali kota kurang serius merencanakan pembangunan RPTRA di DKI.
"Saya membacanya mereka (wali kota) tidak mau capek saja. Dari para wali kota mereka nggak mau pusing saja. Karena memang pembebasan lahan itu bukan kewenangan wali kota tadinya," jelas anggota Komisi A DPRD DKI ini.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati menepis segala tudingan itu. Bappeda DKI menolak disebut dana RPTRA dicoret. Tuty mengatakan, karena waktu yang terbatas menyebabkan anggaran penyediaan lahan tidak bisa terserap.
"Nggak ada anggaran RPTRA dicoret. Yang ada anggaran pembebasan lahan oleh Wali Kota tidak diserap karena Wali Kota merasa tidak ada tupoksinya dan masih gelondongan, tidak lengkap komponennya," urai Tuty, Senin (28/8).
Dia menyebut masih ada lahan yang bisa digunakan untuk RPTRA meski anggaran penyediaan lahan tak tersedia. Tuty mengatakan lahan yang ada saat ini masih bisa digunakan untuk membangun RPTRA pada 2018. Sebanyak 48 RPTRA dipastikan akan dibangun hingga akhir tahun.
"Sama sekali tidak benar (kalau berbohong). Memang lahan ini dimaksudkan sebagai salah satu (untuk membangun RPTRA). Tapi bukan satu-satunya lahan yang akan diperuntukkan membangun RPTRA," ucapnya.
"Tahun 2018 tetap Pembangunan RPTRA dengan total 48 lokasi. Dengan total Rp 93,2 miliar. Untuk membangun RPTRA kita akan manfaatkan lahan-lahan yang sudah dibebaskan selama tahun 2013-2017," sambung Tuty.
Djarot pun sudah menyatakan akan mengoptimalkan lahan yang ada sebab tidak cukup waktu untuk melakukan pengadaan lahan RPTRA. Dia juga sempat menduga 'hilangnya' dana untuk pengadaan lahan RPTRA karena ada koordinasi antara SKPD dengan tim sinkronisasi Anies-Sandi. Tim ini merupakan pihak yang menyusun program Anies-Sandi bersama SKPD sebelum pasangan terpilih itu resmi dilantik.
"Saya kaget nggak bisa dieksekusi karena salah nomenklatur. Kan aneh, kayak nggak pernah ngebebasin lahan saja kok bisa salah nomenklatur. Atau karena ada koordinasi dengan tim sinkronisasi, saya nggak ngerti," sebut Djarot.
(elz/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini