Direktorat Tidak Pindana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap modus sindikat pembobol rekening dormant pada bank di Jawa Barat. Para pelaku mengaku sebagai bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Perampasan Aset dari kementerian.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf menyebutkan dalih itu dipilih C alias K selaku otak praktik ilegal tersebut untuk meyakinkan kepala cabang bank yang ditargetkan, dalam hal ini AP (50). Dia bahkan membuat ID card palsu yang mencantumkan identitas salah satu lembaga pemerintah.
"Itu mengaku dari salah satu lembaga dengan membuat ID card, di salah satu lembaga di pemerintahan kita sehingga mereka bisa meyakinkan orang-orang yang direkrut tadi untuk bisa membantu," kata Helfi dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Dengan modus itu, pertemuan antara pelaku utama dan AP terjadi di salah satu tempat di Jawa Barat. Polisi menyebutkan lokasinya tak jauh dari bank tempat AP bekerja.
"Kesimpulan dari pertemuan tersebut, jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset menjelaskan cara kerja, peran masing-masing dari mulai persiapan eksekusi sampai tahap imbal hasil," jelas Helfi.
Kemudian, menurut Helfi, tim eksekutor memaksa AP menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan miliknya. Mereka juga mengancam keselamatan AP dan keluarganya bila tidak mau melaksanakan permintaan tersebut.
Hingga akhirnya, pada akhir Juni 2025, tim eksekutor dan AP bersepakat untuk melakukan eksekusi pemindahan dana dari rekening dormant. Mereka sengaja memilih melancarkan aksinya pada Jumat sore.
"Eksekusi pemindahan dana rekening dormant (dilakukan) pada hari Jumat, pukul 18.00 WIB, setelah jam operasional. Hal ini dilakukan sebagai celah para pelaku untuk menghindari sistem deteksi bank," jelas Helfi.
Selanjutnya, AP menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller kepada salah satu eksekutor berinisial NAT (36). Diketahui, NAT merupakan mantan teller bank.
Setelahnya, dia meretas aplikasi Core Banking System dengan memindahkan dana secara in absentia atau tanpa diketahui nasabah senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampungan. Pemindahan dana itu dilakukan dengan 42 kali transaksi hanya dalam waktu 17 menit.
Dari situlah pihak bank menemukan transaksi mencurigakan ke Bareskrim Polri. Penyidik selanjutnya berkomunikasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dan memblokir harta kekayaan hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut.
"Dari hasil penyidikan yang dilakukan berhasil memulihkan dan menyelamatkan seluruh dana yang ditransaksikan dengan total Rp 204 miliar dan menetapkan sembilan orang tersangka," imbuh Helfi.
(ond/wnv)