Polemik antara Mabes TNI dan Ferry Irwandi belakangan menjadi sorotan publik. Polemik keduanya kini berujung saling maaf.
Polemik yang dimaksud ialah bermula saat TNI berniat melaporkan Ferry ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik institusi. Namun hal itu menuai kritik lantaran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU ITE telah mengatur bahwa kasus pencemaran nama baik tidak bisa dilaporkan institusi.
Baru-baru ini, keduanya buka-bukaan telah melakukan komunikasi. Bagaimana isi komunikasi tersebut? Simak rangkumannya di detikcom.
Berawal Ingin Laporkan Ferry
Setelah demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah, langkah Mabes TNI mendadak dapat perhatian publik. Saat itu, Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring menyambangi Polda Metro Jaya dan mengaku hendak melaporkan kreator konten sekaligus pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi, atas pencemaran nama baik.
Pada Senin (8/9), Juinta mengaku telah berkonsultasi mengenai rencana pelaporan itu dengan polda. Ia menyebut pihaknya menemukan ada dugaan tindak pidana yang dilakukan Ferry.
"Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan hasil dari patroli siber, terdapat, kami temukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi," kata Juinta kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (8/9).
TNI Dikritik
Langkah TNI itu langsung menuai kritik publik. Salah satunya Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang menegaskan bahwa TNI tidak bisa melaporkan Ferry dengan pasal pencemaran nama baik di UU ITE karena ada putusan MK.
Pernyataan Menko Yusril merujuk pada putusan MK dengan nomor 105/PUU-XXII/2024 yang pada intinya adalah institusi tidak bisa melaporkan pencemaran nama baik. MK menyatakan, apabila badan hukum menjadi korban pencemaran, ia tidak bisa menjadi pihak pengadu atau pelapor. MK juga menyebutkan hanya korban (individu) yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum dan bukan perwakilannya.
(fca/fca)