Bripka Madih melaporkan adanya perusakan pohon rambutan di lahan yang diklaim miliknya di Jatiwarna, Kota Bekasi. Laporan Madih ini membuat bingung pihak kepolisian.
Pasalnya, luas tanah yang menjadi objek dalam perkara yang dilaporkan Madih di Polres Metro Bekasi Kota ini, berbeda dengan luas tanah pada objek lahan yang dilaporkan di Polda Metro Jaya di 2011. Padahal, objek lahan di kedua laporan tersebut adalah lokasi yang sama.
Bripka Madih bikin heboh jagat maya setelah mengaku diperas sesama polisi. Pada Senin (6/2) lalu, Bripka Madih dikonfrontasikan dengan TG, eks penyidik yang dituduhnya memeras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kedua pihak dikonfrontasi, Polda Metro Jaya menyatakan tuduhan pemerasan itu tak terbukti. Konfrontasi ini melibatkan Propam Polda Metro Jaya, mengingat status Madih yang masih polisi aktif.
Luas Tanah Berbera di Objek yang Sama
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan pihaknya saat ini tengah mem-back up Polres Metro Bekasi Kota terkait adanya laporan Madih di sana. Madih melapor terkait perusakan pohon rambutan pada sebidang lahan di Jatiwarna, Kota Bekasi, yang diklaim adalah miliknya.
"Ada lagi laporannya Bripka Madih lagi di Polres Bekasi dan kami akan backup, yaitu terkait perusakan atas barang, yakni objeknya adalah Bripka Madih menyampaikan di tempat tersebut terjadi perusakan terhadap pohon rambutan yang notabene berdiri di atas lahannya seluas 4.411 meter persegi," jelas Hengki kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/1/2023).
Akan tetapi, polisi dibuat bingung atas laporan Bripka Madih tersebut. Sebab, lokasi yang dilaporkan terkait perusakan pohon rambutan ini ada di objek lahan yang sama yang sebelumnya dilaporkan oleh orang tua Madih ke Polda Metro Jaya pada 2011.
Yang mana, dalam laporan polisi terkait sengketa lahan yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya itu, dituliskan luas tanah adalah 1.600 meter persegi. Akan tetapi, pada laporan polisi di Polres Metro Bekasi Kota, Madih melaporkan perusakan pohon rambutan itu terjadi di tanahnya seluas 4.411 meter persegi, padahal objeknya adalah sama.
"Nah, ini kan jadi bingung lagi kita, karena kan sebelumnya (melaporkan) 1.600 meter persegi," kata Hengki.
![]() |
Polisi Akan Cek Alas Hak Madih dan Warga
Bripka Madih dan sejumlah warga Jatiwarna, Kota Bekasi, terlibat sengketa lahan. Dua pihak saling mengklaim lahan yang kini ditempati sejumlah warga itu.
"Kita ini negara hukum, kami pelaksana undang-undang, kita akan cek nantinya apakah Bripka Madih punya alas hak ataukah justru masyarakat yang punya alas hak," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Adapun lahan yang menjadi sengketa itu adalah girik C 191 di Jatiwarna, Kota Bekasi. Berdasarkan hasil penyidikan polisi pada 2011, Tongek, yang merupakan ayah Madih, telah menjual seluruh aset tanah miliknya.
"Bahwa girik 191 ini atas nama alm Tongek orang tuanya Madih ini, itu memang sudah terjual semua sebelum tahun 1992," katanya.
Girik 191 itu dipecah menjadi 9 akta jual beli (AJB). Hengki mengatakan pihaknya telah memeriksa AJB tersebut.
"Nah itu akta-akta sudah kita periksa semua, jadi sebelum laporan 2011 itu sebenernya alas hak ataupun girik 191 milik alm Tongek sudah terjual, ini sudah terjual dan aktanya ada semua. Ada yang langsung dari alm Tongek, ada yang dari pihak ketiga tapi ujungnya ke girik 191 atas nama alm Tongek," ujarnya.
Sebaliknya, polisi juga akan memeriksa alas hak warga yang bersengketa dengan Bripka Madih tersebut. Seperti diketahui, warga melaporkan Madih atas tindakan kesewenangan karena memasang patok di rumah warga yang diklaim adalah lahan miliknya.
"Oleh karenanya, yang terjadi di sana yang dituntut masyarakat di sana tiba-tiba masang pelang, kita akan cek Bripka Madih punya alas hak atau tidak baik terhadap laporan yang ini dan sisi lain masyarakat punya alas hak atau tidak," katanya.
Simak Video 'Buntut Curhat soal Pemerasan, Bripka Madih Kini 'Diserang' Balik:
Baca selanjutnya: Bripka Madih dikonfrontasi....
Bripka Madih-Eks Penyidik Dikonfrontasi
Bripka Madih dan eks penyidik inisial TG telah dikonfrontasi terkait dugaan 'polisi peras polisi' dalam pengusutan kasus sengketa tanah milik orang tua Madih. Konfrontasi ini melibatkan Propam Polda Metro Jaya, mengingat statusnya masih polisi aktif.
Dalam konfrontasi tersebut, pihak Polda Metro Jaya menanyakan apakah ada permintaan uang dari TG kepada pelapor, dalam hal ini adalah ibunda Madih.
"Terkait ditanyakan apakah ada permintaan uang, disampaikan 'tidak' dari TG," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/2).
Saat ditanya soal permintaan uang tersebut, Bripka Madih, kata Trunoyudo, hanya terdiam. Disebutkan, Bripka Madih juga langsung memeluk dan meminta maaf kepada TG.
![]() |
"Tetapi tidak ada bantahan (dari Bripka Madih), diam. Dan yang kami salut ini, gentle juga dari Bripka Madih, langsung mendatangi TG, memeluk, dan 'minta maaf, Pak Haji. Saya mohon maaf'. Artinya, kita apresiasi supaya jelas semua. Jangan sampai ini semuanya kemudian menjadi suatu opini yang berkembang di publik, salah satu caranya adalah konfrontir," jelasnya.
Tuduhan Pemerasan Tak Terbukti
Polda Metro Jaya memastikan dari hasil konfrontasi tersebut tudingan 'polisi peras polisi' tak terbukti.
"Tidak ada (pemerasan)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko pada wartawan pada Selasa (7/2/2023).
Ditambahkan oleh Trunoyudo dugaan pemerasan tersebut tak bisa dibuktikan.
"Jadi artinya setelah dikonfrontir ya, mendasari konfrontir kedua belah pihak langsung ya ini tidak dapat dibuktikan (dugaan pemerasan). Saya rasa itu," jelas Trunoyudo.
Baca selanjutnya: 3 hal yang dikonfrontasikan
3 Hal yang Dikonfrontasikan Antara Madih dan Eks Penyidik
Polda Metro Jaya mengkonfrontasi Bripka Madih dan eks penyidik Subdit Kamneg berinisial TG soal narasi 'polisi peras polisi'. Dalam konfrontasi tersebut, ada 3 hal yang konfrontasikan kepada keduanya.
Yang pertama adalah soal laporan polisi terkait sengketa lahan yang dilaporkan oleh Halimah, ibunda Madih, pada 2011. Polisi mengkonfrontasi soal luas lahan yang berbeda pada LP dan yang selama ini didengungkan oleh Madih.
"Kemudian ada hal-hal ketika ditanyakan dari hasil konfrontir tentang laporan 2011, sama, benar ada laporan itu, dan ketika dikonfrontir ke purnawirawan TG (mengatakan bahwa) yang melapor Halimah, ibu Madih dan benar objek (yang dilaporkan) 1.600 meter persegi, dan tidak dibantah oleh Bripka Madih," kata Trunoyudo.
Yang mana sebelumnya, Bripka Madih koar-koar bahwa tanahnya yang dirampas adalah seluas 3.600 meter persegi. Akan tetapi saat dikonfrontasi soal luas tanah yang dilaporkan, Madih, kata Trunoyudo, membenarkan luas tanah yang dimaksud adalah seluas 1.600 meter persegi.
"Sedangkan Bripka Madih menuntut 3.600 meter persegi, ketika dikonfrontir ketika ditanya ke TG (menyatakan) 'benar 1.600 meter persegi'. Artinya ini tidak dibantah," ujar Truno.
![]() |
Kemudian, pihak kepolisian menanyakan soal lokasi dan waktu diduga terjadinya pemerasan. Pengakuan TG, saat itu dia tidak pernah meminta uang atau imbalan apa pun kepada Halimah selaku pelapor.
"Kedua, ada waktu dan tempat, kapan dilakukannya permintaan hadiah dikirakan sekitar waktu 2011, dan tidak disampaikan apa pun (oleh TG terkait permintaan uang) kepada Ibu Halimah sebagai pelapor," katanya.
Trunoyudo menjelaskan, jika permintaan uang itu terjadi di ruangan penyidik, sangat tidak memungkinkan. Kondisi ruangan penyidik yang terbuka, kecil kemungkinan TG menyampaikan permintaan tersebut kepada Halimah.
"Dan dalam locus atau tempatnya di kantor Dirkrimum di Kamneg. Kamneg itu tidak punya ruang khusus Kanit, ramai-ramai, jadi tidak bisa dikunci, tidak ruang khusus. Ada penyidik-penyidik lain antara 14-16 penyidik. Artinya, ini juga tidak dibantah oleh Bripka Madih,"
Selanjutnya soal tuduhan pemerasan. Dalam hal ini TG membantah meminta uang, sementara Madih disebutkan hanya terdiam dan akhirnya meminta maaf kepada TG.