Prinsipnya utang harus dibayar. Namun karena berbagai alasan, kadang cicilan menjadi bermasalah hingga macet. Lalu bagaimana bila pihak kartu kredit menggunakan debt collector dan meneror?
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com . Simak pertanyaan lengkapnya:
Selamat siang,
Saya Wirda, saya mau tanya. Saya punya masalah tunggakan kartu kredit yang tidak terbayar selama kurang lebih 2 tahun. Dari jumlah utang pokok Rp 5 juta, membengkak jadi Rp 13juta lebih.
Penunggakan terjadi karena saya sudah tidak bekerja lagi, sehingga tidak ada pemasukan untuk pembayaran KK.
Kemarin saya sudah deal dengan pihak bank, kalo saya mendapat potongan pembayaran jadi Rp 3 juta saja, tetapi harus dilunasi dalam jangka waktu 2 hari. (Hari Selasa ini jatuh temponya). Tapi saya menolak karena tidak bisa dapatkan uang Rp 3 juta dalam waktu dua hari.
Hari ini kembali saya diteror oleh debt collector dan bilang kalau saya harus bayar Rp 9 juta karena saya ingkar. Debt collector bukan hanya meneror saya tetapi meneror kakak-kakak saya, dan mengancam akan melakukan tagihan ke semua teman teman saya.
Yang saya tanyakan, bagaimana dengan deal-dealan saya sama pihak bank pembayarannya Rp 3 juta. Apakah itu benar ada atau penipuan ?
Bagaimana status utang kita, jika kita memang benar benar bangkrut sudah tidak ada penghasilan, dan simpanan apapun juga? Apakah bisa ada pemutihan utang ? Kemudian bagaimana melaporkan debt collector yang meneor keluarga saya ?
Terima kasih.
Salam,
Wirda
Untuk menjawab pertanyaan pembaca di atas, berikut pendapat hukum advokat Achmad Zulfikar Fauzi, SH. Berikut penjelasan lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan Saudara maka atas pertanyaan dapat di sampaikan sebagai berikut:
Dalam kasus posisi anda Utang Piutang diatur dalam hukum Orang yang meminjam disebut debitur, yang memberi pinjaman disebut kreditur. Yang menjadi persoalan adalah apabila Utang tidak dapat dibayar sesuai kesepakatan/perjanjian karena debitur mengalami kesulitan keuangan (finansial). Maka debitur yang tidak dapat membayar disebut ingkar janji (wanprestasi) sehingga dapat ditagih bahkan di gugat.
Pada umumnya transaksi hutang piutang diawali dengan kesepakatan/perjanjian baik lisan atau tertulis adalah perikatan yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak, dan berfungsi sebagai alat bukti penyelesaian di kemudian hari.
Pada asasnya setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (good faith). Dan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (asas pacta shun servanda). Hal tersebut diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi:
"Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
"Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik"
Namun perjanjian utang piutang lebih baik dilakukan dengan perjanjian tertulis karena tercatat baik jumlah, tanggal, dan waktu sehingga dapat memberikan bukti yang kuat. Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata terkait perjanjian yang dibuat kedua belah pihak maka para pihak berkewajiban untuk menunaikan isi perjanjian hutang piutang tersebut. Sehingga apabila perjanjian tidak dilaksanakan dengan baik maka berarti terjadi cedera janji/ingkar janji (wanprestasi). Apa itu "wanprestasi" atau ingkar janji. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Wanprestasi diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Bentuk-bentuk wanprestasi:
Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilan lah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak.
Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
Apabila saudara masih tidak sanggup membayar.
Dari sisi hukum perdata, segala hutang piutang dijamin dengan harta benda si berutang (debitur). Segala kebendaan si berutang (debitur) menjadi jaminan atas hutang-hutangnya. Sebagaimana Pasal 1131 KUHPerdata yang menyebutkan:
"Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya -perikatan perseorangan."
Secara khusus, mengenai perjanjian utang-piutang sebagai perbuatan pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata:
"Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama."
Dengan demikian, pengertian/definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula. Mengacu pada bunyi pasal KUHPerdata tersebut, maka utang yang sudah berlangsung lama pun masih tetap dapat ditagih
Hapusnya perikatan diatur pada Pasal 1381 KUHPerdata, adalah sebagai berikut:
karena pembayaran;
karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
karena pembaruan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi;
karena percampuran utang; karena pembebasan utang; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan;
karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; dan
karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.
Utang Piutang dan HAM Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM telah mengatur sebagai berikut:
"Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang"
Ini berarti, dari sisi hak asasi manusia, maka pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang.
Simak juga 'Mata Elang Setop Paksa Warga di Jakut, Diduga Lakukan Penganiayaan!':