Jalan raya menjadi jalan bersama sehingga butuh toleransi dan tertib berlalu lintas. Tapi bagaimana bila ada yang arogan di jalan?
Hal ini menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email:redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com:
Misalnya, korban sedang jalan kaki. Pelaku naik motor kencang, kemudian sengaja dipepetkan seolah-olah ingin menabrak korban. Tapi pada saat sudah dekat, langsung dibelokkan agar tidak sampai menabrak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang belum timbul kerugian pada korban berupa secara nyata sudah tertabrak. Yang dilakukan oleh pelaku hanya menakut-nakuti tapi dilakukan dengan cara mengancam keselamatan korban.
Sepengetahuan saya, tindak pidana baru bisa dilaporkan kalau sudah timbul kerugian. Bagaimana dengan menakut-nakuti?
Apakah perbuatan tersebut sudah merupakan tindak pidana yang bisa dilaporkan kepada pihak berwajib?
Kalau memang termasuk tindak pidana, pasal KUHP mana yang telah dilanggar?
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum dari Putra Sianipar SH LLM. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan, berkaitan dengan pertanyaan Saudara yang disertai dengan kronologis kasus posisi yang ada, kami akan mencoba menjawab dengan mengawalinya pada pengertian hukum pidana. Menurut Adami Chazawi, hukum pidana adalah suatu aturan yang bersifat hukum publik di mana memuat dan berisi ketentuan-ketentuan serta larangan melakukan perbuatan tertentu dan disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan tersebut.
Pengertian hukum pidana tersebut memberikan suatu kesimpulan bahwa negara hadir dalam menjaga ketertiban dan keamanan di dalam masyarakat, dan bagi setiap orang yang melanggar negara melalui alat-alat perlengkapannya, dalam hal ini polisi, jaksa, hakim, memiliki peran untuk menindak para pelanggar sesuai dengan sanksi yang melekat atas perbuatan tersebut.
Ketentuan-ketentuan larangan melakukan perbuatan tertentu tersebut di atas haruslah memenuhi asas legalitas sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
"Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada."
Merujuk pada Pasal 1 ayat 1 KUHP tersebut di atas sesungguhnya tindak pidana tidak harus terlebih dahulu menimbulkan suatu kerugian yang dialami, melainkan terhadap perbuatan yang dilakukan harus memenuhi unsur-unsur pada pasal yang dilarang, maka hal tersebut telah disebut suatu tindak pidana.
Selain itu terhadap tindakan si pengendara motor yang Saudara katakan telah memiliki maksud untuk menakut-nakuti seorang pejalan kaki haruslah digali lebih mendalam apa maksud dan tujuan (mens rea) si pengendara motor melakukan hal tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menjadi peraturan khusus yang ditujukan untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar sesuai pada Pasal 4 Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang ini. Maka sesuai dengan kronologi yang Saudara sampaikan bahwa si pengendara motor dengan kecepatan tinggi sengaja mendekatkan kendaraan motornya kepada seorang pejalan kaki dengan tujuan dan maksud apapun patut diduga melanggar ketentuan pidana pada Pasal 311 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ("Pasal 311 ayat (1)"). Di mana ketentuan tersebut menyatakan sebagai berikut:
"Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)"
Karena itu, atas tindakan si pengendara tersebut, pihak pejalan kaki dapat melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib, yaitu pihak kepolisian di tempat kejadian dengan dasar Pasal 311 ayat 1. Namun pelapor harus menyertakan alat bukti minimal dua untuk mendukung laporannya.
Demikian jawaban ini kami sampaikan dengan segala asumsi-asumsinya. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut dapat mengunjungi website kami di www.sianiparandpartners.com. Terima kasih atas perhatiannya.
Dasar Hukum:
* Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP;
* Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
* Pasal 311 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
![]() |
Putra Tegar Sianipar, S.H., LL.M.
Gedung Jaya lt 9
Jl MH Thamrin
Menteng, Jakarta Pusat
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Simak juga 'Kapolri ke Jajaran: Perilaku-perilaku Arogan Tolong Dihilangkan':