Bedah RKUHP: Kriminalisasi Kumpul Kebo hingga Jual Kondom ke ABG

Bedah RKUHP: Kriminalisasi Kumpul Kebo hingga Jual Kondom ke ABG

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 13 Jul 2022 09:46 WIB
Ada pemandangan menarik saat melintasi Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Mural menolak RKUHP menghiasi dinding jalan itu.
Mural menolak RKUHP. (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta -

Draf RKUHP yang kini di meja DPR memuat sejumlah aturan baru bila dibandingkan dengan KUHP yang berlaku saat ini. Pemerintah berargumen hal itu sesuai dengan semangat nilai-nilai budaya Timur. Setuju?

Argumen pemerintah itu membalikkan KUHP saat ini. Sebagai peninggalan penjajah Belanda, KUHP dinilai berisi nilai-nilai individualisme, liberal, dan kebebasan tanpa batas.

Dalam ilmu hukum, proses membuat perbuatan yang dulunya bukan perbuatan pidana lalu menjadikan perbuatan itu sebagai pidana, disebut sebagai kriminalisasi. Nah, berikut delik baru dalam RKUHP yang dirangkum detikcom, Rabu (13/7/2022):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kumpul Kebo

Saat ini, 'kumpul kebo' tidak menjadi delik pidana karena di Belanda hal itu lazim dan tidak melanggar norma susila rakyat Belanda. Namun perumus KUHP baru menilai nilai itu bertentangan dengan nilai ke-Indonesia-an dan moralitas yang dianut oleh bangsa Indonesia. Alhasil, kumpul kebo menjadi delik pidana.

Sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (7/7/2022), dari draf final RKUHP yang diserahkan Pemerintah ke DPR, hal itu dirumuskan dalam Pasal 416 ayat 1 yang berbunyi:

ADVERTISEMENT

Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Namun ada sejumlah syarat agar kumpul kebo menjadi delik pidana. Yaitu:
1. Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
2.Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
3.Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

"Cukup jelas," demikian bunyi penjelasan Pasal 416 RKUHP itu.

Lihat juga Video: Demo Tolak RKUHP di Tasikmalaya Ricuh, Massa Bentrok dengan Polisi

[Gambas:Video 20detik]




Hukum Adat

Hukum adat di Indonesia tergusur KUHP saat diberlakukan oleh penjajah Belanda pada awal 1900-an. Nusantara dengan hukum adat yang beragam dipaksa untuk bernaung dalam satu payung hukum penjajah Belanda Wet Wetboek van Strafrecht pada 1918.

Oleh sebab itu, perumus RKUHP mencoba kembali mengakui hukum adat, sepanjang belum ada hukum negara yang mengaturnya.

"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini," demikian bunyi pasal 2 ayat 1.

Hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam KUHP ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Bagaimana bila ada yang melanggar hukum adat?

"Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang diancam dengan pidana.Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f," demikian bunyi pasal 601.

Pasal 66 ayat (1) huruf f yang dimaksud adalah pemenuhan kewajiban adat setempat.

Jual Kondom ke ABG

Hal itu diatur dalam RKUHP dalam bab 'Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan'.

"Setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (maksimal Rp 1 juta)," demikian bunyi Pasal 412 draf RKUHP yang dikutip detikcom, Selasa (12/7/2022).

Hukuman diperberat menjadi 6 bulan penjara bagi setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk menggugurkan kandungan.

Ancaman di atas dikecualikan:

1. jika dilakukan oleh petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
2. jika dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan/pendidikan.
3. Petugas yang berwenang termasuk relawan yang kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.

Berdasarkan UU, usia anak adalah di bawah 18 tahun. Dengan aturan di atas, maka minimarket harus menyembunyikan dagangan alat kontrasepsinya. Bila ada yang beli, harus dimintai KTP untuk membuktikan usia si pembeli sudah di atas 18 tahun.
Tidak Hormat ke Hakim

RKUHP melindungi proses persidangan pengadilan agar berjalan tertib. Bagi yang tidak melaksanakan maka siap-siap kena delik. Apa saja?

Salah satunya soal sikap hormat ke hakim saat sidang. Bila tidak hormat, pengunjung sidang siap-siap didenda Rp 10 juta.

"Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, setiap orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan," demikian bunyi Pasal 280 huruf b draf RKUHP yang dikutip detikcom, Selasa (12/7/2022).

Perluasan Definisi Perkosaan

Rancangan KUHP meluaskan definisi pemerkosaan. Sementara KUHP saat ini hanya berupa memasukkan kelamin, di RKUHP diluaskan ke sejumlah paksaan seks lainnya. Di antaranya:

1. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah
2. persetubuhan dengan Anak;
3. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau
4. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.
5. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;
6. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
7. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain

Halaman 2 dari 4
(asp/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads