Draf final Rancangan KUHP diserahkan Wamenkumham ke DPR. Salah satunya melarang aborsi. Namun, korban perkosaan boleh mengaborsi kandungannya.
Dalam Pasal 467 ayat 1 disebutkan bahwa setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Namun pasal itu tidak berlaku bagi korban perkosaan atau kekerasan seksual.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis," demikian bunyi Pasal 467 ayat 2 yang dikutip detikcom, Kamis (7/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU KUHP juga menegaskan, dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan tidak dipidana.
Berikut aturan pemberat bagi pelaku aborsi:
1. Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Jika si perempuan meninggal dunia maka dihukum 8 tahun penjara.
2. Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. Jika si perempuan meninggal dunia maka dihukum 15 tahun penjara.
3. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi dipidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
4. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana aborsi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f
Simak Video 'Desakan Buka Draf RKUHP dan Pasal-pasal yang Digarisbawahi':