Rancangan KUHP Baru Dorong Penjara Over Kapasitas

Rancangan KUHP Baru Dorong Penjara Over Kapasitas

Ahmad Masaul Khoiri - detikNews
Kamis, 22 Des 2016 12:51 WIB
Ilustrasi (ari/detikcom)
Jakarta - Salah satu masalah utama pemidanaan adalah jumlah penghuni penjara yang sudah over kapasitas. Hal itu bisa makin runyam apabila KUHP yang sedang digodok di DPR disahkan.

Hal itu diungkapkan lembaga swadaya masyarakat Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Menurut Direktur Eksekutif LeIP, Astriyani, kelemahan dalam Rancangan KUHP adalah penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum dan hakim. Kedua memunculkan perasaan ketidakadilan oleh terpidana sehingga pemidanaan tidak berjalan semestinya.

"Ketiga, pelaku tindak pidana ringan tetap dapat ditahan akan menimbulkan masalah serius bagi pelaku, keluarga, negara, dan masyarakat. Ini serius, karena dapat menimbulkan lapas kelebihan jumlah penghuni," kata Astri dalam diskusi RKUHP di Hotel Century Senayan, Kamis (22/12/2016),

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, rancangan KUHP mempunyai ketidakjelasan konsep tujuan pemidanaan.

"Fungsi utama pengaturan tujuan pemidanaan RKUHP adalah sebagai pedoman JPU dan hakim dalam penghukuman yakni memilih jenisnya, berat atau ringan. Namun dalam RKUHP memuat beberapa pemidanaan yang dikenal luas, yakni retributif, restorasi, dan detterent," ucap peneliti LeIP, Rifqi S Assegaf di tempat yang sama.

"Perumusannya pun tidak jelas bagaimana pemanfaatannya, seperti kalimat 'membebaskan rasa bersalah pada terpidana' atau terlalu abstrak dalam pasal 55 ayat 1," imbuh Rifqi.

Kekurangan lainnya adalah adanya kejanggalan pengaturan, yakni beberapa pasal terkait alasan meringankan dan memperberat hukuman yang janggal. Contohnya memperberat ancaman pidana ditambah sepertiga dari maksimum pidana pokoknya jika dilakukan berencana atau dengan kekerasan dalam pasal 141 e RKUHP. Masalahnya sudah ada pasal yang mengatur ancaman yang lebih berat bagi perbuatan yang dilakukan bersama-sama.

"Sehingga terlalu banyak gang-gang dari jalan utama dan membingungkan para hakim nantinya," jelas Rifqi.

Selain itu,masih banyak multitafsir yang mengakibatkan permasalahan pelaksanaan nantinya. Contohnya Pasal 72 ayat 1 RKUHP yang di dalamnya termuat pedoman bagi hakim untuk tidak menjatuhkan pidana penjara jika ditemui keadaan tertentu.

"Contohnya keadaan jika dipidana penjara akan menimbulkan penderitaan besar bagi terdakwa atau keluarganya dan tidak jelas secara rinci penjelasannya. Pidana ini bagi ancaman di atas 5 tahun," ungkap Rifqi.

Rancangan KUHP itu sedang dibahas secara maraton oleh DPR. Parlemen menargetkan selesai sebelum periode kerja mereka habis pada 2019. (msl/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads