RI Berprinsip Bebas Aktif Sikapi Rusia Vs Ukraina, Bukan Politik Netral

Perspektif

RI Berprinsip Bebas Aktif Sikapi Rusia Vs Ukraina, Bukan Politik Netral

Danu Damarjati - detikNews
Selasa, 01 Mar 2022 20:39 WIB
Ratusan Warga Negara Asing (WNA) asal Ukraina bersama simpatisan meneriakkan yel-yel dan memajang tulisan saat aksi damai di Kantor Konsulat Ukraina, Denpasar, Bali, Selasa (1/3/2022). Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas untuk menyerukan dihentikannya operasi militer terhadap Ukraina dan diwujudkannya perdamaian. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Ilustrasi soal seruan damai untuk perang Rusia vs Ukraina. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Jakarta -

Prinsip politik luar negeri bebas aktif makin sering disebut-sebut dalam isu penyikapan Indonesia terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Sikap politik luar negeri bebas aktif bukan berarti Indonesia harus netral.

"Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabadikan untuk kepentingan nasional," demikian bunyi Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Dalam bagian penjelasan mengenai Pasal 3 UU itu, dijelaskan secara eksplisit bahwa 'bebas aktif' bukan politik netral. Makna 'bebas' bukan berarti terbebas dari sikap politik tertentu, melainkan bebas menentukan sikap dan kebijakan. Sikap bebas berarti tidak mengikatkan diri pada satu kekuatan dunia. Tujuannya adalah turut menciptakan ketertiban dunia, kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Politik luar negeri bebas aktif (UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang tentang Hubungan Luar Negeri)Politik luar negeri bebas aktif. (UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang tentang Hubungan Luar Negeri)

Indonesia di era Presiden Sukarno menjadi salah satu negara Gerakan Non-Blok atau GNB (Non-Aligned Movement). Dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi GNB di Beograd, Yugoslavia, 1 September 1961, Bung Karno menegaskan politiknya bukanlah politik netral-netralan.

"Politik bebas bukanlah suatu politik yang mencari kedudukan netral jika pecah peperangan; politik bebas bukanlah suatu politik netralitas tanpa mempunyai warnanya sendiri; berpolitik bebas bukanlah berarti menjadi suatu negara penyangga antara kedua blok raksasa," kata Bung Karno kala itu. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Dirjen Sejarah dan Purbakala Direktorat Nilai Sejarah, 2010).

ADVERTISEMENT
Presiden Soekarno menyampaikan pidato sidang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Beograd. (Situs Kepustakaan Presiden RI)Presiden Soekarno menyampaikan pidato sidang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Beograd. (Situs Kepustakaan Presiden RI)

"Ini bukanlah suatu sikap munafik dari seorang yang menyisihkan dirinya, 'suatu gangguan terhadap rumah tuan-tuan kedua.'," kata Sukarno, sebagaimana dikutip dari buku 'Bung Karno: Masalah Pertahanan-Keamanan' (Grasindo, 2010).

Soal kabar terbaru mengenai sikap RI terhadap invasi Rusia ke Ukraina, Wakil Tetap RI untuk PBB, Arrmanatha Nasir, telah berbicara di sesi khusus (emergency special session) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Dia menyebut aksi militer di Ukraina mempertaruhkan nyawa warga sipil dan mengancam perdamaian serta stabilitas regional dan global.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah, menilai sikap Indonesia yang disampaikan di PBB itu terkesan normatif, namun sudah menggambarkan tujuan ke perdamaian dunia dan berbasis hukum internasional.

"Saya pikir Rusia mengerti betapa sulitnya RI menempatkan dirinya, sebagai sebuah negara yang bebas aktif namun juga menerima amanah konstitusional dan Gerakan Non-Blok," kata Rezasyah kepada Perspektif detikcom, Selasa (1/2/2022).

Rezasyah menangkap adanya kesalahpahaman publik soal hakikat politik luar negeri bebas aktif. Kesalahpahaman itu adalah asosiasi 'bebas aktif' dengan sikap netral, padahal bukan. Bebas aktif adalah sikap yang tidak tergantung pada tekanan pihak lain.

"Bebas aktif bermakna independen, namun ditujukan bagi perdamaian dunia. Mungkin terkesan berpihak, namun pemihakan tersebut dibuat secara terukur dan senantiasa mengikuti kepentingan nasional RI," kata Rezasyah.

Dia menguraikan ada tiga hakikat bebas aktif. Pertama, kebijakan RI sejalan dengan konstitusi dan kepentingan nasional. Kedua, kebijakan dibuat secara mandiri tanpa tekanan. Ketika, kebijakan mengundang potensi kerjasama internasional yang sejalan dengan Piagam PBB.

Agak berbeda, guru besar hukum internasional UI sekaligus Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, Profesor Hikmahanto Juwana, menjelaskan penerapan politik bebas aktif perlu ditempatkan sesuai dengan konteks. Memang dulu pada 2003 saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, RI pernah mengutuk serangan Amerika Serikat (AS) ke Irak. Namun sikap itu didasari oleh desakan dalam negeri, demo yang menuntut pemerintah untuk mengutuk AS.

"Harus dilihat konteksnya," kata Hikmahanto, dihubungi terpisah.

Untuk konflik Rusia vs Ukraina saat ini, Indonesia tidak perlu mengutuk siapa-siapa. Indonesia perlu tetap bisa berkontak dengan pihak-pihak yang bersengketa sehingga bisa membuat jalan damai.

"Atau buat alternatif resolusi Majelis Umum PBB yang beda dengan apa yang dirancang oleh AS dan Rusia, yaitu semua pihak yang bertikai untuk menghentikan penggunaan kekerasan dan menempuh jalan damai," kata Hikmahanto.

Hikmahanto justru mempertanyakan sikap RI di forum darurat Majelis Umum PBB yang terbaru. "Kenapa RI bilang serangan ke Ukraina tidak dapat diterima? Pasti Rusia tidak akan senang ini. Kita dianggap mengekor AS (Amerika Serikat)," ujar Hikmahanto.

Hikmahanto sudah mengkritik sikap Kementerian Luar Negeri RI sejak 27 Februari lalu. Soalnya sejak 24 Februari, Kemlu RI sudah mencuit di Twitter bahwa serangan militer di Ukraina tidak dapat diterima. Kemlu kemudian menanggapi Hikmahanto kala itu dengan menyebut soal politik luar negeri bebas aktif.

"Ini adalah manifestasi sikap yang mandiri, sejalan dengan prinsip bebas-aktif, dan pihak-pihak yang terkait pun dapat mengerti posisi Indonesia tersebut," kata Kemlu RI, Senin (28/2) lalu.

(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads