Sejumlah nama menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan berbagai alasan, dua di antaranya ada Jenderal (Purn) TNI. Mereka tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
"Bagaimana Menkeu itu bicara mengubah-ubah mata anggaran di APBN atas dasar adanya pertanyaan satu anggota DPR dari Demokrat, misalnya. Ketika ditanya jawabnya, 'Oke nanti kami akan ubah'. Itu kan menunjukkan bahwa tidak ada perencanaan yang berkesinambungan. Itu yang pertama," ujar Koordinator Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN), Marwan Batubara di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (2/2/2022).
Berikut beberapa point alasan pemohon mengajukan gugatan:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bertentangan dengan Asas Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan
Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN.
Bahwa dari 13 materi yang didelegasikan kepada peraturan pelaksana rinciannya adalah:
-6 perintah kepada Peraturan Pemerintah;
-6 perintah kepada Peraturan Presiden;
-1 perintah kepada Peraturan Kepala Otorita Nusantara.
Bahwa 13 materi yang didelegasikan diantaranya berkaitan dengan:
-Rencana Induk;
-Struktur Organisasi;
-Wewenang Otorita IKN;
-Pembagian wilayah;
-Proses Perpindahan Lembaga Negara dan ASN;
-Pendanaan.
"Bahwa ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN di atas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena bersifatnya yang strategis," beber pemohon dalam berkas permohonan.
Rencana Induk merupakan materi yang harusnya diatur dalam level undang-undang.
Struktur organisasi merupakan materi muatan yang diatur dalam level undang-undang karena berkaitan dengan kelembagaan.
Wewenang ororita harusnya diatur lebih detail dalam undang-undang, tidak kemudian didelegasikan dalam peraturan pelaksana.
Pembagian wilayah adalah materi yang harusnya dirinci dalam undang-undang. Tidak kemudian dirumuskan dalam peraturan pelaksana.
Proses perpindahan lembaga negara dan ASN merupakan materi yang sangat strategis. Oleh karenanya harus diatur dalam level undang-undang.
Bahwa pendanaan merupakan hal yang pokok dan isu strategis dalam proses pemindahan IKN. Oleh karenanya harusnya diatur dalam level undang- undang, bukan dalam level peraturan pelaksana undang-undang.
"Bahwa berdasarkan dalil-dalil pemohon dapat disimpulkan UU IKN bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana. Dengan demikian dapatlah dikatakan pembentukan UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," tuturnya.
Baca juga: Konstitusionalitas Otorita IKN |
Simak Video 'DPR Siap Berargumen Terkait Gugatan UU IKN ke MK!':
Bertentangan dengan Asas Dapat Dilaksanakan
Pembentukan UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
"Dalam kenyataanya kebijakan untuk melakukan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur belum melalui kajian yang mendalam serta belum melibatkan pihak yang luas. Oleh karenannya kebijakan ini bertentangan dengan falsafah IKN sebagai sebuah tempat penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.
Tergambar juga sebagaimana dalam dalil pemohon, bahwa pemindahan IKN tidak disusun dengan rencana yang berkesinambungan. Hal ini tentu menegasikan filosofi pembangunan negara Republik Indonesia sebagaimana ditrgaskan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat secara filosofis.
"Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu kewaktu trenya masih cukup tinggi," ucapnya.
Bertentangan dengan Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Bahwa pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju. Ada 35,3% responden yang tidak setuju yang menjawab hal tersebut. Sementara itu, 18,4% menganggap lokasi yang dipilih kurang strategis dan 10,1% responden menilai fasilitas Jakarta sudah memadai. Kemudian, 5,6% responden mengkhawatirkan utang yang akan bertambah jika pemindahan ibu kota benar terjadi. Selain itu, 4,7% responden merasa pemindahan ibu kota dapat mengubah sejarah atau nilai historis.
"Tingginya penolakan masyarakat terhadap perpindahan IKN berdasarkan hasil survei dari Kedai Kopi diatas dapat disimpulkan bahwa UU IKN tidak benar-benar dibutuhkan dan oleh karenanya UU IKN bertentangan peraturan bertentangan kehasilgunaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.," tegasnya.
Bertentangan dengan Asas Keterbukaan
Tidak Terbukanya Informasi pada Setiap tahapan Pembahasan
Bahwa pasca terbitnya Supres tertanggal 29 September 2021, dan telah masuk agenda pendahuluan di DPR RI tanggal 3 November 2021, sampai pada Rapat Paripurna dalam rangka Pembicaraan Tk II/ Pengambilan Keputusan menjadi UU pada tanggal 18 Januari 2022 publik sangat minim memperoleh informasi pada setiap tahapan pembahasan UU IKN di DPR.
"Dari 28 tahapan/agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya ada 7 (tujuh) agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan 21 agenda lainya informasi dan dokumenya tidak dapat diakses publik," bebernya.
Bahwa dari gambaran pada tabel di atas dapat diperoleh fakta bahwa representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangatlah parsial dan tidak holistik. Padahal IKN merupakan berwujudan bersama kota negara Republik Indonesia yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lainya dalam pembahasannya.
Praktik-Praktik Inkonstitusional melalui Fast Track Legislation
Dari tahapan yang tergambar dalam tabel diatas yang juga dapat diakses pada : https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/368 tahapan pembentukan UU IKN dari sejak 03 November 2021 s/d 18 Januari 2022 hanya memakan waktu 42 hari. Tahapan ini tergolong sangat cepat untuk pembahasan sebuah RUU yang berkaitan dengan IKN yang sangat strategis dan berdampak luas.
Bahwa pembahasan UU IKN yang diam-diam didalilkan dengan metode Fast Track Legislation, menambah panjang daftar UU yang dibuat dengan cara cepat oleh pemerintah yaitu: UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, UU No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
"Keempat undang-undang tersebut pula, tidak lama setelah disahkan langsung menghadapi pengujian konstitusionalitas baik terhadap aspek formil maupun aspek materil," katanya.
Siapakah para pemohon?
Di antaranya Mayjen Soenarko yang pernah menduduki jabatan sebagai Danjen Kopassus. Soenarko sempat menduduki sebagai asisten operasi Kasdam Iskandar Muda di awal pembentukan Kodam Iskandar Muda. Kemudian diangkat menjadi Danrem-11/SNJ, Danrem-022 Dam-I/BB, Pamen Renhabesad. Paban 133/Biorgsospad, Pati Ahli Kasad Bidsosbud dan Kasdif-1 Kostrad, baru kemudian Danjen Kopassus pada Agustus 2007.[
Ikut juga Letjen (Purn) Suharto yang lahir 2 Desember 1947 dan merupakan Komandan Koprs Mariniri ke-12. Letjen Suharto merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1969. Kemudian melanjutkan Sesko pada 1992.
"RUU IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019. IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022," kata Viktor membeberkan alasan uji formal UU IKN itu.
Berikut 24 nama orang yang ikut mendaftarkan diri sebagai pemohon uji formil UU IKN itu. Yaitu:
1. Dr. Abdullah Hehamahua
2. Dr. Marwan Batubara
3. Dr. H. Muhyiddin Junaidi
4. Letjen TNI. Mar (Purn) Suharto
5. Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat
6. Mayjen TNI. (Purn) Soenarko.
7. Taufik Bahaudin, SE. (Alumni UI)
8. Dr. Syamsul Balda, S.E. M.M., M.BA.
9. Habib Muhsin Al Attas
10. Agus Muhammad Maksum (Jatim)
11. Drs. H. M. Mursalim R
12. Ir. Irwansyah (Alumni UI)
13. Agung Mozin
14. Afandi Ismail (HMI MPO)
15. Gigih Guntoro
16. Rizal Fadillah (Jabar)
17. Narliswandi Piliang
18. Neno Warisman
19. DR. Ir. H Memet Hakim (Jabar)
20. Ir. Syafril Sofyan (Jabar)
21. H. Memet Hamdan, SH MSc (Jabar)
22. Prof. Dr. Daniel M. Rosyid (Jatim)
23. Dr. Masri Sitanggang (Sumut)
24. Khairul Munadi SH (Sumut)
"Menyatakan Undang-Undang Nomor .... Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022, Nomor .... dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor .....), tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang- undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," pinta para pemohon.
Tanggapan HMI pimpinan Pj Ketua Umum Romadhon Jasn
Pada Jumat (4/2/2022), detikcom menerima surat dari Pengurus Besar HMI pimpinan Pj Ketua Umum Romadhon Jasn. Mereka menanggapi perihal berita detikcom berjudul 'Membaca Lagi Berkas Jenderal Purnawirawan dkk Menggugat UU IKN ke MK'. Mereka menyatakan Affandi Ismail tidak berhak menggunakan nama HMI. Berikut poin pertama surat PB HMI pimpinan Pj Ketum Romadhon Jasn:
Bahwa pada hari Kamis, 03 Feb 2022 09:15 WIB, Detiknews.com membuat berita dengan judul "Membaca Lagi Berkas Jenderal Purnawirawan dkk Menggugat UU IKN ke MK"sebagaimana kami ketahui bahwa HMI MPO masuk dalam daftar Salah satu Penggugat UU IKN nomer urut 14 atas nama Afandi Ismail. Dengan ini Kami mengaskan dan meminta Detiknews untuk mengkalarifikasi dan tidak dibenarkan memuat pemberitaan terkait HMI MPO, karena Saudara Afandi Ismail tidak memiliki hak untuk menggunakan nama HMI, karena yang terdaftar di Direktorat Merek hanyalah kami HMI yaitu pada No. Pendaftaran IDM000476806;