KPK disebut tak cermat menghitung kerugian negara dalam kasus pengadaan tiga unit quayside container crane (QCC) twin lift. Hal itu diungkap hakim ketua pada sidang perkara korupsi PT Pelindo II dengan terdakwa RJ Lino.
Menanggapi ucapan hakim, KPK mengatakan pihaknya tetap berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal penghitungan kerugian negara.
"Hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK dan BPKP, yang memiliki kewenangan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (15/12/2021).
Ali mengatakan putusan majelis hakim sudah menjunjung tinggi asas penegakan hukum. Selain membuat koruptor jera, KPK mengupayakan maksimal dalam pengembalian aset negara.
"Putusan majelis hakim telah menjunjung tinggi asas-asas penegakan hukum tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime, yang tidak hanya untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku," ujar Ali.
"Namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara," sambung dia.
Tentu KPK, kata Ali, mengapresiasi putusan 4 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap RJ Lino. Pasalnya, perkara ini telah melewati tiga periode pimpinan dalam prosesnya, dikarenakan kendala perhitungan kerugian negara.
"Putusan ini menuntaskan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK yang telah memakan waktu hingga lintas tiga periode kepemimpinan KPK," ujarnya.
"Karena kendala penghitungan kerugian keuangan negaranya," sambung dia.
Lebih lanjut, KPK juga mengapresiasi majelis hakim yang mempertimbangkan perhitungan kerugian negara yang dilakukan KPK.
"KPK juga mengapresiasi Majelis Hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
(azh/aud)