Harta warisan menjadi berkah bila para ahli waris menerimanya dengan lapang dada. Namun bisa menjadi petaka bila para ahli waris bersengketa. Salah satunya status harta waris sebelum pernikahan dan siapa yang berhak?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut ini pertanyaan lengkapnya:
Kakak saya meninggal dunia pada tahun 2020. Kakak saya menikah selama 21 tahun dan tidak mempunyai anak juga tidak mengadopsi anak dan saat ini isterinya masih hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana pembagian hak warisannya menurut hukum islam dan hukum perdata?
Harta peninggalan berupa tabungan hak warisannya jatuh kepada siapa saja? Karena waktu mencairkan tabungan dari pihak Bank meminta tanda tangan ahli waris yaitu saudara kandung dari pihak suami.
Bagaimana hak warisnya harta yang diperoleh almarhum sebelum adannya pernikahan? karena sampai sekarang semua harta peninggalan dan harta tabungan masih dikuasai isterinya serta sertipikat rumah yang diperoleh sebelum menikah?
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum advokat dari LBH Mawar Saron, Tommi Sarwan Sinaga, S.H. Berikut ini jawaban lengkapnya:
Intisari:
Pada hakikatnya harta bawaan suami atau isteri yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing. Harta bawaan tersebut tidak serta-merta menjadi harta bersama, kecuali diperjanjikan lain dalam perjanjian perkawinan.
Namun harta bawaan termasuk dalam harta waris, ketika suami dan atau istri meninggal dunia. Sehingga suami yang tidak berkuasa atas harta bawaan istrinya dan istri yang tidak berkuasa atas harta bawaan suaminya.
Masing-masing suami atau istri berhak atas harta warisan (termasuk harta warisan yang berasal dari harta bawaan) yang ditinggalkan oleh istri atau suami yang meninggal dunia lebih dahulu.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Ulasan:
Hukum waris yang berlaku di Indonesia tidak dibatasi hanya oleh satu hukum waris, namun ada beberapa hukum waris yang biasanya digunakan dalam masyarakat. Dengan kata lain, hukum waris yang berlaku di Indonesia masih bersifat plural.
Bagi orang yang beragama Islam, berlaku Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Bagi orang yang beragama lainnya (non-Islam), berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Sedangkan pihak-pihak atau masyarakat yang menghendaki lain, dapat juga menggunakan hukum kebiasaan setempat atau yang biasa disebut hukum kebiasaan atau hukum adat. Namun demikian kami hanya akan mengulas kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam dan kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sesuai dengan pertanyaan Anda.
1. Hak Waris Menurut Kompilasi Hukum Islam.
Hukum Kewarisan Islam, yang di dalamnya termasuk mengatur tentang siapa saja yang berhak mewaris serta berapa besarnya bagian hak waris, tunduk pada Kompilasi Hukum Islam yang diatur dalam Buku II Perihal Hukum Kewarisan. Beberapa ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan, harta waris, ahli waris dan kelompok ahli waris, di antaranya adalah:
Pasal 171 huruf c, d dan e KHI:
c. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. d. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz). Pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. e. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Adapun yang termasuk dalam kelompok dan golongan ahli waris adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 174 KHI ang menyebutkan bahwa :
1.Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah :
-Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
-Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Selanjutnya, berkaitan dengan besarnya bagian hak waris, diatur dalam Buku II Bab III dari Pasal 176 s/d Pasal 191 KHI Beberapa ketentuan tersebut diantaranya menetukan sebagai berikut :
Pasal 180 KHI:
"Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian".
Pasal 181 KHI:
"Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian".
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pihak-pihak atau siapa-siapa saja yang berhak mewaris dan berapa besarnya bagian hak waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, sangat ditentukan oleh golongan atau kelompok ahli waris yang ada, pada saat pewaris meninggal dunia.
2. Hak Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
Ahli waris menurut ketentuan Pasal 832 KUHPer adalah sebagai berikut:
"Menurut undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-undang maupun yang di luar perkawinan dan suami atau istri yang hidup terlama. Namun bila keluarga sedarah dan suami isteri yang hidup terlama tidak ada maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Selanjutnya berkaitan dengan besarnya bagian hak waris, dapat dilihat diantaranya dalam ketentuan Pasal 852 KUHPerdta yang menyatakan sebagai berikut :
"anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekali pun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu. Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti".
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa besarnya hak waris bagi golongan ahli waris tersebut di atas adalah sama besarnya, tanpa membedakan jenis kelamin atau usia ahli waris. Adapun berkaitan dengan harta peninggalan atau harta bawaan dari si meninggal (pewaris), telah diatur dalam ketentuan Pasal 874 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut :
"Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya suatu ketetapan yang sah."
Mengacu pada uraian tersebut di atas dihubungkan dengan kronologi yang anda sampaikan, di mana dalam perkawinan Kakak anda tidak memiliki keturunan, maka istri kakak Anda menjadi satu-satunya ahli waris (tunggal) yang berhak atas segala harta peninggalan si meninggal (pewaris) dalam hal ini kakak Anda.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Tommi Sarwan Sinaga, S.H.
(Advokat)
LBH Mawar Saron
Dasar Hukum:
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
![]() |
Simak tentang detik's advocate di halaman berikutnya.
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen, dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke e-mail: andi.saputra@detik.com.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.