Suami Nikah Lagi Tanpa Izin, Bisakah Saya Batalkan?

detik's Advocate

Suami Nikah Lagi Tanpa Izin, Bisakah Saya Batalkan?

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 18 Nov 2021 09:02 WIB
ilustrasi menikah
Foto: Ilustrasi pernikahan (iStock)
Jakarta -

Undang-Undang Pernikahan menganut asas monogami, tapi dimungkinkan poligami bila diizinkan oleh istri sebelumnya. Namun bagaimana bila si suami menikah lagi tanpa memberi tahu dan meminta izin istri pertama atau sebelumnya?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan lengkapnya:

Halo detik's Advocate
Perkenalkan saya Ratna dari Riau

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya sudah pisah ranjang dan pisah rumah dengan suami saya kurang lebih dua tahunan. Namun kami belum bercerai ke negara/ke pengadilan. Suami saya kini di Lampung.

Bulan Juni 2021, saya mendengar suami saya nikah lagi tanpa sepengetahuan dan seizin saya. Kabarnya, juga sudah mempunyai anak dari pernikahan itu.

ADVERTISEMENT

Yang ingin saya tanyakan, bisakah saya menggugat batal pernikahan suami saya itu karena tidak ada izin dari saya? Atau apakah sudah terlalu terlambat untuk pengajuan gugatan itu?

Terima kasih

Jawaban:

Secara hukum, apabila seorang suami ingin melakukan poligami atau beristri lebih dari satu, ia wajib meminta persetujuan si istri terlebih dahulu. Akibat hukum atas perkawinan kedua yang dilakukan suami tanpa izin dari istri pertama adalah cacat hukum, sehingga mengakibatkan batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.

Hal ini berdasarkan UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:

"Terkait dengan ijin menikah lagi/poligami oleh suami, maka Berdasarkan UU Perkawinan di antaranya; Pasal 4 ayat (1) UU Perkawinan:

Dalam hal suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan daerah tempat tinggalnya.

Pasal 5 UU Perkawinan:
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri- istri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Memiliki Istri Lebih dari Satu Harus Memperoleh Izin Pengadilan berdasarkan KHI di antaranya Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam:

(1) Beristri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri.
(2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istrI- istri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang.

Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam:
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a. adanya persetujuan istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak- anak mereka."

Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan dapat diartikan sebagai upaya untuk membatalkan suatu perkawinan yang telah dilakukan secara sah menurut hukum agama dan hukum negara. Adapun akibat hukum dari pembatalan perkawinan tersebut adalah menyebabkan suatu perkawinan tersebut dianggap tidak ada.

Dalam praktik, pembatalan perkawinan banyak diajukan oleh istri terhadap suaminya yang menikah lagi (poligami) tanpa izin istri pertama. Dengan alasan tidak adanya persetujuan istri pertama, maka istri pertama atau keluarganya mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke pengadilan.

Apabila mengacu pada Pasal 23 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, maka yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:

-Keluarga dalam garis keturunan ke atas dari suami atau istri;
-Suami atau istri;
-Pejabat yang berwenang, sepanjang perkawinan belum putus;
-Pejabat yang ditunjuk, serta
-Setiap orang yang punya kepentingan terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan diputus.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa:

Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Dari sisi formal ketentuan UU Perkawinan, tentu Anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan menurut UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu:

-Suami poligami tanpa izin istri pertama dan pengadilan;
-Perempuan yang dinikahi ternyata masih menjadi isteri pria lain;
-Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam masa iddah dan suami lain;
-Perkawinan melanggar batas umum yang disyaratkan Undang-Undang;
-Perkawinan dilakukan bukan di bawah pejabat berwenang;
-Tanpa wali atau wali nikah tidak sah;
-Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
-Perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum; atau
-Terdapat salah sangka mengenai diri suami atau istri;
-Perkawinan dilaksanakan oleh 2 (dua) orang yang memiliki hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu;
-Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.

Kapan Waktu Mengajukan Pembatalan Nikah?

Tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami Anda yang telah menikah lagi tanpa sepengetahuan anda. Kapan pun Anda dapat mengajukan pembatalannya.

Pasal 37 PP tentang Pelaksanaan UU Perkawinan menyebutkan:

Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Dari uraian tersebut disimpulkan pembatalan perkawinan hanya dapat diajukan melalui mekanisme permohonan ke pengadilan. Bagi mereka yang beragama Islam, pembatalan perkawinan dilakukan di Pengadilan Agama. Sedangkan bagi mereka yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu, pembatalan perkawinan dilakukan di Pengadilan Negeri.

Untuk mengajukan pembatalan perkawinan dapat dilakukan sendiri atau dibantu oleh pengacara. Adapun syarat-syarat yang diperlukan untuk mengajukan pembatalan perkawinan di pengadilan adalah:

-Membuat surat gugatan pembatalan perkawinan yang ditujukan ke pengadilan;
-Siapkan dokumen seperti: KTP pemohon, buku nikah/akta perkawinan pemohon bila yang mengajukan permohonan adalah istri pertama, buku nikah/akta perkawinan dari pihak yang ingin dibatalkan, Bukti lain yang dianggap perlu.
-Siapkan saksi minimal 2orang.

Adapun jangka waktu persidangan dapat memakan waktu 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan bila tidak ada kendala pemanggilan para pihak.

Demikian jawaban dari kami
Semoga masalah ibu segera cepat selesai

Wasalam

Tim Pengasuh detik's Advocate

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 4
(asp/aud)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads