Jaksa KPK Heran Maskur Husain Ajukan JC tapi Tak Akui Kesalahannya

Jaksa KPK Heran Maskur Husain Ajukan JC tapi Tak Akui Kesalahannya

Zunita Putri - detikNews
Senin, 15 Nov 2021 23:18 WIB
Maskur Husain saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakpus
Maskur Husain hadiri sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta (Zunita/detikcom)
Jakarta -

Jaksa KPK Lie Putra Setiawan mencecar Maskur Husain, terdakwa kasus suap mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju, terkait justice collaborator (JC) yang diajukan Maskur di sidang. Jaksa mencecar Maskur yang mengajukan JC tapi tidak mengakui kesalahannya.

Awalnya, jaksa Lie membacakan surat permohonan JC yang diajukan Pengacara Maskur bernama Rolas Sitinjak pada 27 Agustus 2021. Pada intinya surat itu menyatakan bahwa Maskur telah mengakui kejahatan yang dilakukannya dan memberikan keterangan serta bukti yang signifikan dalam proses penyidikan.

"Di sini disebutkan kejahatan. Kejahatan apa yang mau diakui di sini (surat JC)?" tanya jaksa Lie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin (15/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya belum memahami kejahatannya. Saya belum bisa menyimpulkan," jawab Maskur.

Tak puas atas jawaban tersebut, Lie kembali mencecar Maskur apakah surat JC itu dibuat atas persetujuan Maskur. Maskur membenarkan dia meminta pengacaranya mengajukan JC.

ADVERTISEMENT

"Permintaannya dari saya (JC) tapi koreksinya kata-katanya belum saya koreksi," kata Maskur.

"Belum dikoreksi, sudah diajukan ke kami? Saudara tahu nggak risikonya menggunakan kalimat seperti ini? Ini permohonan JC tidak? Surat serius tidak?" cecar Lie.

"Sekarang saya bertanya, apa maksud kejahatan di sini?" sambungnya.

"Itu yang saya belum pahami," tutur Maskur Husain.

Hakim Minta Maskur Tak Berpura-pura

Hakim anggota, Jaini Bashir juga meminta Maksur Husain berkata jujur. Sebelum menjadi hakim, Jaini mengatakan dia berprofesi sebagai pengacara dan baru kali ini dia menemukan kasus seperti Maskur Husain dan AKP Robin yang mendapat uang dari sejumlah orang, namun tidak melakukan upaya hukum apapun.

"Apa yang saudara kerjakan ada di UU advokat? Saudara bilang saudara mengawal, memantau perkara, apa ada di UU advokat?" tanya hakim Jaini.

"Tidak ada," kata Maskur.

"Nah itu, tidak ada, 30 tahun lalu saya juga pernah jadi advokat, jadi saya tahu juga. Kan begitu ndak ada memantau mengawal, yang ada tanda tangan surat kuasa, ini saudara perkara belum ada sudah keluar duit, tujuannya apa?" cecar hakim.

"Tujuannya yang disampaikan ke saya itu kalau perkara naik saya yang dampingi mereka," jawab Maskur Husain.

Lihat juga Video: Saksi Ungkap 'Atasan' AKP Robin di Sidang, KPK Siap Telusuri

[Gambas:Video 20detik]



Hakim Jaini pun menilai pernyataan Maskur tidak masuk akal. Sebab, Maksur mendapat uang miliaran rupiah dan membagi uang itu bersama Robin padahal Maksur belum melakukan upaya hukum apapun terkait perkara-perkara tersebut. Apalagi, Robin seorang penyidik KPK yang menawarkan perkara ke Maskur.

"Saudara kan belum memegang perkara belum ada kuasa, udah dapat dan berbagi orang memberi fee, dari berapa pembayaran uang perkara yang ia berikan fee baru 10 persen kita perkara, ini udah bagi-bagi aja. Ini tujuannya sudah tahu kita. Yang saya tanya sekarang ada nggak orang ditahan minta didampingi melalui perantara?" Cecar hakim lagi.

"Tidak ada," jawab Maksur singkat.

Hakim Jaini kemudian meminta Maskur berkata jujur. Dia juga meminta Maskur tidak bersikap pura-pura tidak tahu.

"Baru ini kan, ada orang minta bantuan pakai perantara, keluar duit. Aneh juga kalau tidak tahu tujuannya, jangan pura-pura bodoh. Nggak mungkin orang punya duit tanpa tujuan," tegas hakim Jaini.

Dalam sidang ini, duduk sebagai terdakwa adalah AKP Robin. AKP Robin dan Maskur Husain didakwa menerima suap yang totalnya Rp 11 miliar dan USD 36 ribu atau setara Rp 11,538 miliar berkaitan dengan penanganan perkara di KPK.

Atas perbuatannya itu, AKP Robin terancam pidana dalam Pasal Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads