Pusaran skandal suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi virus corona (COVID-19) terus berkembang. Langkah nyata KPK kini dinanti.
Perkara ini kembali disorot selepas dua mantan anak buah Juliari Batubara di Kementerian Sosial (Kemensos) mendapatkan status saksi pelaku bekerja sama atau justice collaborator (JC). Sebab status itu merupakan pertanda dugaan adanya aktor lain yang lebih berperan dalam skandal itu.
Jika melihat ke persidangan sebelumnya, baik di tahap ketika Adi dan Matheus Joko masih berstatus sebagai saksi di persidangan penyuap bansos Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddantja hingga menjadi terdakwa di perkaranya sendiri, Adi dan Matheus terbuka mengenai adanya pengumpulan fee bansos Rp 10 ribu per paket hingga penerimaan uang dari Harry dan Ardian serta vendor lain untuk Juliari Batubara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu yang sempat santer adalah ketika Adi Wahyono mengungkapkan ada afiliasi anggota DPR di pembagian kuota bansos Corona. Mereka yang disebut Adi Wahyono adalah Ketua Komisi III DPR Herman Hery, anggota Komisi II DPR F-PDIP saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ihsan Yunus, serta Marwan Dasopang.
Hal itu terungkap di persidangan Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar. Saat itu Adi Wahyono duduk sebagai saksi fakta dari jaksa KPK.
"Bap 45, pada tahap 1 kuota ditentukan Pepen Nazarudin, M O Royani, Victor Siahaan. Adapun perusahaan-perusahaan tersebut afiliasinya itu ditunjukkan oleh antara lain perinciannya, 1 sampai dengan 38, misalnya PT Bahtera Asa II kuota 223.865 Kukuh, Moncino misalnya nomor 4 sampai 6 pengusul afiliasi Hartono Laras (Sekjen Kemensos), terus Primer Koperasi Dadang Iskandar, PT PPI, PT Pertani kosong nggak ada afiliasi," ujar jaksa KPK membacakan BAP di sidang.
"Ini ada Kukuh, Marwan Dasopang, Hartono Laras, Dadang Iskandar, Ihsan Yunus, Juliari Peter Batubara, Candra Mangke, M Royani dan seterusnya, ini tentu saudara nggak salah sebutkan? Tentu ada data?" tanya jaksa mengonfirmasi BAP.
"Jadi waktu itu sampaikan kan pengusul sudah di akhir-akhir. Makanya informasi itu akumulasi, kita sering lakukan pertemuan jadi saya mendengar (nama) pengusul-pengusul itu," jawab Adi.
Di persidangan Adi juga mengaku pernah ditegur oleh pengusaha penyedia bansos Corona. Dia ditegur karena mengurangi kuota PT Anomali sebagai penyedia bansos Corona. Di persidangan disebut PT Anomali itu adalah perusahaan yang terafiliasi dengan Herman Hery.
"Ya (ditegur) mungkin dia buat belanja, atau apa waktu itu saya ditegur," kata Adi.
"Siapa yang tegur saudara?" tanya jaksa
"Pak Ivo Mungkaren," jawab Adi singkat.
Setelah ditegur Ivo, Adi mengaku ditelepon seseorang. Dia awalnya tidak tahu orang itu siapa, belakangan dia ketahui yang telepon dia adalah Ketua Komisi III DPR, Herman Herry.
"BAP Saudara, nomor 50 Saudara terima telepon?" tanya jaksa.
"Karena nggak ada namanya saya nerima telepon aja," kata Adi.
"Yang telepon itu.... Ya temennya pak menteri lah pak," ucap Adi.
"Saudara terima telepon sebagaimana tadi, ada nama Herman Herry?" kata jaksa mengonfirmasi.
"Saya nggak tahu namanya, hanya terima telepon saja, yang telepon itu (Herman Herry) itu tahu belakangan pak. Saya nggak simpan nomornya," jelas Adi.
Pernyataan Adi juga didukung oleh Matheus Joko, selama di persidangan Adi dan Joko sama-sama membuka siapa saja vendor bansos yang dipungut 'fee' nya. Sebab, keduanya memiliki catatan khusus berkaitan dengan penerimaan uang dari sejumlah vendor bansos.
Beberapa kali di persidangan Adi dan Joko mencocokkan data catatan yang merekapunya terkait penerimaan fee. Pernah juga ada perbedaan dalam kesaksian mereka berdua, keduanya juga pernah dikonfrontir di persidangan.
Pembagian Kuota Bansos oleh Juliari
Dalam sidang juga Adi dan Joko mengatakan Juliari sudah membagi kuota bansos mulai di tahap 7. Kuota diberikan ke beberapa rekannya yakni:
- Herman Hery mendapat 1 juta paket bansos (perusahaan Ivo Wongkaren dan Stefano)
- Ihsan Yunus mendapat 400 ribu paket bansos adminnya Agustri Yogasmara dan Iman Ikram
- Bina Lingkungan yang dikendalikan Matheus Joko dan Adi Wahyono 300 ribu paket
- Kuota 200 ribu diberikan ke teman, kerabat, kolega dari Juliari P Batubara dkk,
Fakta ini juga masuk dalam surat tuntutan Adi dan Matheus Joko. Jaksa menyebut pembagian kuota bansos sembako Corona mulai tahap 7 sampai dengan akhir semua penyedia bansosnya ditunjuk Juliari langsung.
Jaksa mengungkapkan, semenjak penyedia bansos ditunjuk Juliari, Joko dan Adi hanya mengumpulkan fee ke penyedia bansos kelompok bina lingkungan yang dikelola Joko dan Adi.
"Berdasarkan pembagian tersebut, mulai tahap 7 sampai selesai, maka Terdakwa dan Adi Wahyono menunjuk penyedia bansos sembako berdasarkan pembagian kelompok dan kuota dari Juliari P Batubara tersebut dan hanya mengumpulkan uang fee sebesar Rp 10 ribu per paket dari penyedia kelompok bina lingkungan yang dikelola Terdakwa dan Adi Wahyono," kata jaksa.
Tonton video 'Sederet Vonis Untuk Para Penyunat Bansos Corona':
Terungkap Deretan Perusahaan Pemberi Fee
Dalam perkara ini, terungkap juga deretan perusahaan pemberi fee yang jumlahnya jika ditotal mencapai Rp 32,4 miliar. Selain dari Harry Van Sidabukke 1,28 miliar dan Ardian Iskandar Rp 1,95 miliar, Juliari juga menerima Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia bansos.
Dalam pengumpulan fee yang berjumlah banyak ini, Matheus Joko di persidangan juga diberi target fee bansos oleh Juliari. Target fee bansos harus terkumpul senilai Rp 36.554.084.000, tapi setelah didiskusikan, Juliari akhirnya menargetkan Rp 35 miliar.
Namun, Joko mengatakan target Rp 35 miliar itu tidak tercapai. Sebab, ada beberapa vendor yang belum memberikan fee ke Joko.
"Waktu itu emang banyak yang belum terisi kolom-kolom terkait vendor yang belum berikan (fee). (Karena) pertama ada keterkaitan dengan akses yang bisa kita ambil karena ada perusahaan rekomendasinya dari pejabat misal dari rekomendasi Sekjen saya nggak berani pak, kemudian disampaikan Pak Adi follow up perusahaan tersebut supaya bisa penuhi kewajiban berikan fee," jelas Joko.
Joko mengatakan adapun uang yang sudah diberikan ke Juliari itu baru Rp 11,2 miliar. Joko mengatakan target itu masih kurang Rp 24 miliar lagi.
"Untuk fee yang diserahkan kepada Pak Juliari sebanyak lima kali sejumlah Rp 11,2 miliar. Ada sisa fee sebanyak Rp 2,815 miliar masih saya simpan di koper. Untuk fee operasional disampaikan Rp 4,825 miliar dan ada sisa Rp 2,9 miliar saya simpan," ungkap Joko saat itu.
Terkait dengan kesaksian di atas, jaksa dan majelis hakim menilai Adi dan Matheus Joko layak menerima JC berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2011, bunyinya sebagai berikut:
Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (Justice Collaborator) adalah sebagai berikut:
a. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;
b. Jaksa penuntut umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana;
Dalam sidang ini, Adi dan Joko diputus terbukti bersalah oleh majelis hakim. Adi divonis 7 tahun penjara dengan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Joko divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 450 juta subsider 6 bulan kurungan.
Joko juga diperintahkan majelis hakim untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,56 miliar. Denda ini harus dibayarkan paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh hukum tetap.
Saat ini kinerja KPK dalam mengusut aktor lain di perkara bansos ini sangat dinantikan setelah KPK mendapat sejumlah fakta-fakta baru di persidangan. KPK juga telah mengumumkan sedang melakukan penyelidikan baru sebagai pengembangan dari perkara suap bansos Corona ini. Penyelidikan baru ini berfokus pada perkara korupsi terkait ada tidaknya kerugian keuangan negara.