Tak Akui Suap Bansos Corona Bikin Juliari Dituntut 11 Tahun Penjara

Round-Up

Tak Akui Suap Bansos Corona Bikin Juliari Dituntut 11 Tahun Penjara

Tim Detikcom - detikNews
Kamis, 29 Jul 2021 06:33 WIB
Terdakwa korupsi, mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menyimak keterangan saksi Matheus Joko Santoso (MJS) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor di PN Jakarta Pusat, Senin (7/6/2021).
Juliari Batubara (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mantan Mensos Juliari P Batubara dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun hal yang memberatkan Juliari dituntut 11 tahun salah satunya karena tidak mengakui suap bansos corona.

Juliari Batubara menjalani sidang pembacaan surat tuntutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu (28/7/2021). Selain dituntut 11 tahun dan denda 500 juta, Juliari juga dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar dan hak politik dipilihnya dituntut dicabut 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.

Berikut ini fakta-fakta terkait sidang tuntutan Juliari Batubara.

Juliari Dituntut 11 Tahun

Juliari diyakini jaksa menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan bansos Corona di Kemensos.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa KPK, Ikhsan Fernandi Z saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Rabu (28/7/2021).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," sambung jaksa.

ADVERTISEMENT

Jaksa mengatakan dalam persidangan terbukti Juliari menerima fee melalui anak buahnya yakni KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso. Jaksa mengatakan keduanya diperintah Juliari memungut fee ke perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia bansos Corona.

"Telah diperoleh fakta adanya perbuatan Terdakwa bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso telah menerima uang Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke dan Rp 1,95 dari Ardian Iskandar Maddantja serta Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia bansos lainnya sebagai akibat penunjukkan PT Pertani, Pt Hamonangan Sude, PT Tigapilar Agro Utama, dan perusahaan lainnya sebagai penyedia bansos COVID-19 2020 di Direktorat PSKBS Kemensos 2020," kata jaksa M Nur Azis.

Azis mengatakan Juliari memerintahkan Adi Wahyono dan Matheus Joko memungut fee Rp 10 ribu per paket ke penyedia bansos. Uang yang dikumpulkan itu, kata jaksa, digunakan untuk keperluan pribadi Juliari.

"Bahwa fee dari Ardian Iskandar dan Harry Van Sidabukke dan penyedia bansos lainnya karena telah ditunjuk fee. Perintah pengambilan fee atas perintah Saudara untuk kumpulkan Rp 10 ribu per paket bansos guna kepentingan terdakwa, perintah tersebut adalah kaitan erat dengan penerimaan yang diterima Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," ungkap jaksa.

Berikut fee yang diterima Juliari:

1. Penerimaan uang fee Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude. Jaksa mengatakan Harry menyerahkan secara bertahap. Harry menyerahkan uang fee sejak tahap bansos 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 melalui Matheus Joko dan Adi Wahyono.

2. Penerimaan uang fee sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja terkait penunjukan PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos. Jaksa mengatakan Ardian mulai menyerahkan fee sejak tahap 9, 10, dan 12. Uang itu diserahkan ke Juliari melalui Matheus Joko.

3. Penerimaan uang fee yang seluruhnya Rp 29.252.000.000 dari beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan paket bansos Corona. Jaksa mengatakan uang ini didapat dari beberapa perusahaan. Uang Rp 29 miliar ini dikumpulkan Adi dan Joko. Berikut ini rincian singkatnya:

- Pada Mei 2020, menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap 1 Rp 1,77 miliar;
- Mei 2020 menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap 3 sebesar Rp 1,78 miliar;
- Juni-Juli 2020 menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap komunitas 1 sebesar Rp 3,755 miliar;
- Awal Juni 2020, menerima uang dari penyedia bansos tahap 5 sebesar Rp 5,852 miliar;
- Akhir Juni 2020-awal Juli 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 6 sebesar Rp 5,575 miliar;
-.Pertengahan Juli 2020-akhir Juli 2020 menerima fee dari penyedia bansos tahap 7 senilai Rp 1,945 miliar;
- Akhir Juli 2020-pertengahan Agustus 2020 menerima uang Rp 2,025 miliar;
- Pertengahan Agustus-akhir Agustus 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 9 sebesar Rp 1,380 miliar;
- Akhir Agustus-pertengahan September 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 10 sebesar Rp 150 juta;
1- Pertengahan September-awal Oktober menerima dari penyedia bansos tahap 11 sebesar Rp 1,6 miliar;
- Awal November-akhir November 2020 menerima uang dari penyedia bansos tahap 12 sebesar Rp 150 juta;
- Awal November-akhir November 2020 menerima uang dari beberapa penyedia bansos sembako tahap komunitas 2 sebesar Rp 2,570 miliar; dan
- Adi Wahyono menerima uang sebesar Rp 700 juta dari penyedia bansos.

"Sehingga jumlah keseluruhan fee yang diterima Terdakwa berasal dari Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 32,482 milIar," kata jaksa.

Jaksa mengatakan Adi Wahyono dan Matheus Joko menyerahkan fee ke Julari melalui ajudan dan stafsus Juliari yaitu Kukuh Ary Wibowo dan Eko Budi Santoso dan Selvy Nurbaiti.

Jaksa juga meyakini Juliari mengetahui perbuatan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso yang mengumpulkan fee dari penyedia bansos. Jaksa juga meyakini uang-uang yang diterima Juliari melalui Adi dan Joko dari banyak perusahaan tidak hanya 2 atau 3 perusahaan saja.

"Pengumpulan fee pastinya diketahui terdakwa apalagi ini program atensi Presiden, jadi tidak mungkin apabila terdakwa tidak tahu, belum lagi keterangan Adi Wahyono terdakwa telah tentukan siapa penyedia bansos, terdakwa juga merintah memungut fee Rp 10 ribu, selain itu terdakwa juga menerima laporan terkait penggunaan uang. Oleh karena itu diyakini uang yang diterima tidak hanya dari 2 atau 3 penyedia saja," kata jaksa.

Juliari Batubara diyakini jaksa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Jaksa juga menuntut agar hak politik dipilih Juliari dicabut usai menjalani pidana pokoknya.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

Tonton Video: Saat Jaksa Tuntut Eks Mensos Juliari 11 Tahun Penjara

[Gambas:Video 20detik]




Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 14,5 M dan Hak Dipilih Dicabut

Jaksa KPK menuntut mantan Mensos Juliari Peter Batubara membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar. Jaksa juga menuntut hak untuk dipilih Juliari dicabut setelah menjalani masa pidana.

"Menetapkan terdakwa agar membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14.597.450.000 jika tak membayar setelah 1 bulan putusan inkrah, maka harta bendanya dilelang dan disita. Jika tidak mencukupi, maka pidana penjara selama 2 tahun," kata jaksa KPK Ikhsan Fernandi saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2021).

Jaksa menuntut Juliari, hak politik untuk dipilih dicabut selama 4 tahun. Pencabutan hak itu berlaku setelah Juliari menjalani masa pidananya nanti.

"Menjatuhkan pidana tambahan ke Terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah Terdakwa selesai menjalani pidana pokok," kata jaksa Ikhsan.

Hal yang Memberatkan Juliari Dituntut 11 Tahun: Tak Akui Terima Suap

Jaksa KPK mengungkapkan sejumlah pertimbangan dalam menuntut Juliari P Batubara 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa memiliki pertimbangan dan memberatkan. Apa saja?

Hal memberatkannya adalah Juliari berbelit-belit dalam memberikan keterangan di sidang. Selain itu, perbuatan Juliari menerima suap ini dilakukan saat kondisi negara sedang darurat COVID-19.

"Hal memberatkan perbuatan terdakwa selaku Mensos tidak mendukung program pemerintah dalam wujudkan pemerintahan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa berbelit-belit, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, perbuatan dilakukan saat darurat COVID-19," ungkap jaksa Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2021).

Adapun hal meringankannya hanya satu, yakni Juliari belum pernah dihukum.

Jaksa di Tuntutan: Uang ke Hotma Sitompul-Ketua PDIP Kendal dari Fee Bansos

Jaksa KPK menyebut penyerahan uang kepada pengacara kondang Hotma Sitompul dan kepada Ketua DPC PDIP Kendal melalui fee bansos Corona yang dikumpulkan KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso. Jaksa pun membantah pengakuan Juliari.

"Bahwa dalam persidangan telah terungkap fakta hukum, yaitu Terdakwa menugaskan Hotma Sitompul untuk bergabung dengan M Ihsan sebagai tim penasihat hukum yang mendampingi kasus kekerasan pelaku anak atas nama NF di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan selanjutnya Terdakwa memerintahkan Adi Wahyono memberikan uang Rp 3 miliar kepada Hotma Sitompul untuk pembayaran honor pengacara dalam penanganan perkara anak," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2021).

Jaksa mengatakan, atas perintah Juliari itu, Adi Wahyono meminta uang kepada salah satu vendor atau penyedia bansos bernama Go Erwin. Kemudian Go Erwin menyerahkan uang itu secara bertahap.

"Saksi Go Erwin salah satu penyedia bansos Corona menyerahkan uang Rp 3 miliar, yang terdiri atas uang dolar Amerika Serikat sejumlah USD 34.300 dan uang Rp 2,5 miliar kepada Hotma Sitompul melalui salah seorang seorang anggota tim pengacara/kuasa hukum yang bernama M Ihsan," ungkap jaksa.

Kemudian, jaksa juga menyebut Juliari menggunakan uang fee bansos untuk menyewa private jet. Pernyataan jaksa ini sekaligus membantah keterangan Sekjen Kemensos Hartono yang menyebut dana private jet memakai dana hibah Kemensos.

"Bahwa dalam persidangan telah terungkap fakta adanya perintah Terdakwa kepada Selvy Nurbaity untuk meminta uang kepada Adi Wahyono guna pembayaran sewa pesawat jet (private jet) perjalanan Terdakwa dan rombongan Kemensos ke Denpasar-Bali, Semarang, dan Lampung," tutur jaksa.

"Fakta ini menunjukkan bahwa sejak awal Terdakwa mengetahui adanya uang fee yang dikumpulkan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dari penyedia bansos sembako. Selain itu, dikarenakan perjalanan Terdakwa dengan tujuan Denpasar-Bali, Semarang, dan Lampung tersebut tidak dapat dibiayai dengan dana hibah karena tidak masuk kriteria yang disyaratkan," lanjut jaksa.

Jaksa juga mengatakan perjalanan dinas Juliari ke Bali, Semarang, dan Lampung itu tidak masuk ke dalam kriteria dibiayai dana hibah. Oleh karena itu, uang pembayaran private jet itu menggunakan fee dari penyedia bansos.

"Berdasarkan ketentuan tersebut, biaya perjalanan Terdakwa ke Denpasar-Bali, Semarang, dan Lampung tidak dapat menggunakan dana hibah dalam negeri tersebut karena tidak memenuhi syarat sehingga Terdakwa menggunakan uang fee yang dikumpulkan oleh Adi dan Matheus Joko dari para penyedia Bansos sembako," ungkap jaksa.

Selain itu, jaksa membantah keterangan Juliari yang mengaku uang Rp 500 juta yang diserahkan kepada Ketua DPC PDIP Kendal Akhmat Suyuti adalah uang pribadi Juliari. Menurut jaksa, uang itu berasal dari fee bansos.

"Bahwa dalam persidangan, Terdakwa mengatakan uang yang diterima oleh Akhmat Suyuti tersebut adalah berasal dari uang pribadi yang dititipkan Terdakwa kepada Kukuh Ary Wibowo untuk diserahkan kepada Akhmat Suyuti. Padahal faktanya Adi Wahyono yang diperintahkan Terdakwa untuk menyiapkan uang sebesar Rp 500 juta untuk diberikan kepada Akhmat Suyuti. Uang yang diterima Akhmat Suyuti tersebut adalah berasal dari uang fee yang dikumpulkan Matheus Joko," tegas jaksa.

Jaksa: Juliari Intervensi Anak Buah soal Penunjukan Vendor Bansos Corona

Jaksa KPK menyebut mantan Mensos Juliari P Batubara mengintervensi KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso dalam proses penunjukan vendor bansos. Jaksa menyebut Juliari ikut campur dalam penentuan vendor.

"Bahwa meskipun kewenangan penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa (SPPBJ) dilakukan oleh Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku PPK Bansos sembako, akan tetapi dalam proses penunjukan penyedia barang dalam pengadaan Bansos sembako tersebut terlihat sangat kental adanya campur tangan atau intervensi dari Terdakwa selaku Menteri Sosial RI dan Pengguna Anggaran Kemensos," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2021).

"Meskipun Terdakwa telah mendelegasikan kewenangannya terkait Penerbitan SPPBJ kepada PPK yang telah bertindak sebagai penerima delegasi (delegatoris), namun faktanya Terdakwa selaku pemberi delegasi mencampuri/mengintervensi kewenangan PPK tersebut," sambungnya.

Selain itu, jaksa menilai fee yang diberikan vendor bansos kepada Adi dan Matheus Joko adalah sebagai tanda 'terima kasih' ke Juliari karena telah ditunjuk menjadi vendor. Uang yang diterima Adi dan Joko juga diyakini jaksa diperuntukkan buat Juliari.

"Bahwa pemberian sejumlah uang fee dari para penyedia Bansos sembako kepada Terdakwa melalui Adi dan Matheus Joko tersebut bukanlah merupakan pemberian yang bersifat cuma-cuma atau atas dasar kemurahan hati belaka, melainkan pemberian tersebut diberikan karena atau akibat penunjukan sebagai penyedia dalam dalam pengadaan bansos sebagaimana perintah pembagian kelompok penyedia bansos dan jumlah kuotanya dari Terdakwa kepada Adi dan Matheus Joko atau dengan kata lain sebagai uang balas jasa atau tanda terima kasih," sebut jaksa.

Juliari Batubara Bakal Bela Diri Usai Dituntut 11 Tahun Bui

Juliari Batubara akan membela diri usai dituntut 11 tahun penjara. Selain tuntutan pidana badan itu, Juliari dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar.

"Ya nanti kami akan melakukan pembelaan," ucap Juliari singkat usai sidang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (28/7/2021).

Sementara itu, di tempat yang sama, pengacara Juliari, Maqdir Ismail, menilai tuntutan untuk Juliari itu terlalu berat. Selain itu, Maqdir menyebut ada saksi yang disebut dalam tuntutan memberikan uang padahal, menurut Maqdir, saksi itu tidak pernah dipanggil di persidangan.

"Iya terlalu berat apalagi itu kan tidak berdasarkan fakta persidangan, misalnya menyangkut uang, uang itu di dalam fakta sidang pengakuan saksi hanya sekitar 6 koma sekian miliar tetapi kan mereka anggap terbukti 32 (Rp 32 miliar), itu saja sudah tidak sesuai fakta sidang," ujar Maqdir.

"Kedua, ada saksi yang tidak pernah mereka hadirkan di persidangan tiba-tiba dikatakan seolah-olah memberikan uang, misalnya dari PT Pangan Digdaya itu nggak pernah dipanggil dalam sidang," imbuhnya.

Maqdir mengatakan pengacara dan Juliari akan mengajukan pembelaan pada 9 Agustus mendatang. Maqdir menyebut pleidoi akan fokus pada tuntutan jaksa terkait penerimaan uang.

"Terutama akan kita persoalkan soal isi daripada tuntutan kalau berhubungan fakta yang berhubungan dengan uang, apalagi misal 3 orang yang dianggap penerima awal atau perpanjangan tangan Pak Ari mereka di depan persidangan mengatakan nggak pernah ada uang, itu artinya kan ada 4 orang yang mengatakan tidak ada uang, ada 2 orang yang mengatakan ada uang, ini kalau bicara logic aja kan nggak mungkin," ucapnya.

Dia juga meyakini kliennya tidak bersalah. Menurutnya, Juliari sudah memberikan keterangan yang benar dan konsisten dalam persidangan.

Aktivis Pertanyakan Kenapa Juliari Bukan Dituntut Seumur Hidup


Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini dinilai terlalu ringan mengingat korupsi dilakukan di tengah pandemi Corona (COVID-19).

Juliari dinyatakan jaksa bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Bunyi Pasal 12 huruf b sebagai berikut:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000:
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Dalam penerapan pasal di atas, diketahui jaksa KPK tidak menuntut Juliari dengan hukuman maksimal, yakni penjara seumur hidup. Jaksa hanya menuntut Juliari 11 tahun penjara.

Padahal, Juliari selaku Mensos RI saat itu memegang tanggung jawab penuh terkait bansos Corona. Program bansos juga merupakan atensi dari presiden guna membantu rakyat kurang mampu yang terdampak Corona.

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari, menilai seharusnya jaksa KPK menuntut Juliari dengan hukuman seumur hidup. Hal ini diharapkan bisa memberi efek jera kepada pelaku korupsi yang memanfaatkan pandemi Corona.

"Sebenarnya kalau korupsi terkait kebutuhan sosial masyarakat apalagi di tengah pandemi memang ancaman hukuman minimal seumur hidup atau hukuman mati," kata Feri saat dihubungi, Rabu (28/7/2021).

Feri mengatakan hukuman seumur hidup pernah diterapkan di masa terpidana Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Semestinya, lanjut Feri, jaksa menuntut Juliari pada hukuman Akil Mochtar.

"Seingat saya hukuman seumur hidup memang pernah diterapkan dalam kasus Akil Mochtar, misalnya, dan itu bagi saya menjadi penting untuk kemudian timbul penjeraan bagi tindak pidana korupsi," ucapnya.

Dosen Universitas Andalas ini juga menyayangkan pidana tambahan yang dijatuhkan jaksa, yakni pencabutan hak dipilih selama 4 tahun. Feri menilai seharusnya jaksa KPK menuntut pencabutan hak dipilih itu selama 1 atau 2 periode politik.

"Lebih menarik kalau sanksi menghilangkan hak politik diganjar 1 periode hak politik, atau 2 periode politik. Jadi dia tidak akan dapat gunakan hak politik, termasuk di kekuasaan pemerintahan dan pelayanan publik agar bisa 2 periode dan itu berdampak betul bagi pelaku," sebutnya.

Hal senada dikatakan pengamat tata negara, Bivitri Susanti. Dia menilai hukuman Juliari terlalu rendah. Menurutnya, Juliari pantas dituntut hukuman lebih tinggi.

"Tapi kan ada hukuman pidana penjara maksimum 20 tahun, harusnya itu yang digunakan, yang semaksimal mungkin," katanya.

"Pada akhirnya nanti hakim yang akan memutus, tetapi besarnya tuntutan jaksa sangat penting sebagai pertimbangan hakim dalam memutus nanti, dan juga merespons kemarahan masyarakat bagi orang-orang seperti Juliari yang keji sekali mengkorupsi bantuan dalam kondisi bencana seperti ini," lanjutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads