Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), yang salah satunya mengatur jadwal Pilkada 2022, tengah digodok DPR. Anggota Dewan beda suara soal waktu Pilkada DKI Jakarta.
Draf RUU Pemilu yang mengatur jadwal Pilkada 2022 saat ini sudah diserahkan ke Badan Legislasi DPR. Pasal mengenai jadwal Pilkada 2022 tertuang dalam Pasal 731 Ayat (2) draf RUU Pemilu yang diterima dari Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi (Awiek).
Disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah hasil Pilkada 2017 dilaksanakan pada 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Draf RUU Pemilu Atur Jadwal Pilkada 2022 |
Berikut ini bunyi lengkap Pasal 731 Draf RUU Pemilu:
Pasal 731
(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2015 dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2020.
(2) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.
(3) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.
Meski demikian, jadwal pilkada yang tertuang di Pasal 731, termasuk Pilkada 2022, bisa ditunda jika terjadi bencana nonalam seperti yang termaktub di Pasal 732 draf RUU Pemilu Saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi COVID yang ditetapkan sebagai bencana nonalam.
Pasal 732
(1) Dalam hal penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 731 tidak dapat dilaksanakan karena bencana nonalam, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditunda dan dijadwalkan kembali setelah bencana nonalam berakhir.
(2) Penetapan jadwal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tertunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KPU setelah melakukan pertemuan konsultatif bersama DPR, Pemerintah, Bawaslu dan DKPP.
Menanggapi draf Pilkada 2022, muncul perdebatan anggota DPR tentang jadwal pelaksanaannya. Ada Dewan yang meminta Pilkada DKI digelar sesuai jadwal, yakni tahun 2022. Namun ada anggota DPR yang mengusulkan jadwal Pilkada DKI Jakarta digeser ke 2023.
Berikut beda-beda suara Dewan soal waktu Pilkada DKI yang jadi perdebatan:
PKS Dorong Pilkada Digeser Tahun 2023
PKS mendorong Pilkada DKI Jakarta digelar 2023, bukan di tahun 2022.
"Setuju Pilkada DKI di 2023. Bukan hanya Pilkada DKI, tapi semua Pilkada 2022 dan 2023 penting dijalankan," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
Mardani menyebut Pilkada DKI Jakarta selanjutnya penting digelar karena, jika ditunda hingga 2024, akan terjadi penumpukan jadwal.
Mardani juga menyebut penundaan pilkada bisa menyebabkan ratusan daerah dipimpin pelaksana tugas (plt) yang dia nilai tak efektif untuk keberlangsungan roda pemerintahan.
"Jika dikumpulkan jadwalnya di 2024, akan ada penumpukan jadwal dan ada ratusan plt yang berlaku pada masa yang panjang. Justru di masa krisis diperlukan kepala daerah definitif hingga bisa menjadi nakhoda utama mengawal krisis," kata Mardani.
Lalu, kenapa PKS ingin Pilkada DKI digelar 2023, bukan 2022? "2023 ada juga pilkada serentak bagi mereka yang pilkada 2018, seperti Jateng," jawab Mardani.
![]() |
PKS adalah salah satu pengusung Anies Baswedan. Ditanya soal calon yang bakal diusung di Pilkada DKI selanjutnya, Mardani menyebut semua keputusan ada di tangan Majelis Syuro PKS.
"Urusan calon akan ditentukan Majelis Syuro. Elektabilitas dan kapasitas yang jadi pertimbangan," sebut Mardani.
Demokrat Dukung Pilkada DKI Digelar 2022
Partai Demokrat mendukung pemilihan kepala daerah yang habis pada 2022 tetap digelar pada tahun yang sama, termasuk DKI Jakarta. Begitu juga kepala daerah yang habis pada 2023.
"Demokrat mengusulkan pilkada dilakukan di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pileg tahun 2024. Demokrat meminta daerah yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023 tetap menjalani pilkada di tahun 2022 dan 2023," kata Kepala Bamkostra PD Herzaky kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
"Untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR RI, dan pemilihan DPD RI, sesuai dengan putusan MK tanggal 26 Februari 2020, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itulah, Demokrat mendukung penuh pelaksanaan pemilu nasional serentak di tahun 2024," lanjutnya.
Untuk opsi pilkada serentak secara nasional, menurut Herzaky, dapat dipertimbangkan pada 2027. Dia berharap pemerintah dan DPR dapat menghasilkan keputusan bersama yang demi mewujudkan demokrasi.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi II Fraksi PD Herman Khaerun menilai keserentakan pileg, pilkada, dan pilpres akan menimbulkan masalah. Selain memberatkan penyelenggara pemilu, menurutnya, akan menyulitkan kandidat.
NasDem Setuju Pilkada DKI Tetap Digelar 2022
NasDem setuju pelaksanaan pilkada sesuai dengan jadwal digelar tahun 2022, termasuk Pilkada DKI Jakarta.
"Kalau NasDem mendorong agar pilkada dilakukan normalisasi ya," kata Sekretaris Fraksi NasDem DPR Saan Mustopa saat dihubungi, Selasa (26/1/2021).
"Tetap 2022 ada pilkada, 2023 ada pilkada. Nanti 2025 ada pilkada, 2027 ada pilkada, 2028 ada pilkada. Jadi tetap seperti siklus sekarang aja. Jadi tidak perlu diserentakkan secara nasional," sambungnya.
Saan selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI juga mengatakan semangat Komisi II DPR untuk melakukan normalisasi pilkada sesuai dengan pengaturan yang sudah ada saat ini.
Dengan demikian, menurutnya, Pilkada DKI dapat dilakukan pada 2022.
PPP: Jadwal Pilkada 2022 Tak Perlu Diubah
Politikus PPP Nurhayati Monoarfa menilai sebaiknya UU Pemilu tidak perlu diubah serta pilkada tetap digelar pada 2024.
"Soal pilkada, kami tetap dengan UU (Pemilu) yang tidak perlu diubah sehingga pilkada tetap di tahun 2024," ujar Nurhayati kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
Anggota Komisi II DPR RI itu juga menilai UU Pemilu belum relevan untuk diubah. Ia berharap UU Pemilu tidak diubah setiap lima tahun sekali.
"Seingat saya di draf RUU Pemilu belum tentu dibahas dan kami Fraksi PPP berpendapat bahwa RUU (Pemilu) belum relevan untuk diubah," ujarnya.
"Kita lebih baik mematangkan dan menyempurnakan demokrasi prosedural yang karena itu kita jangan setiap 5 tahun atau setiap pemilu mengubah UU (Pemilu)," sambungnya.
PKB Setuju Pilkada Serentak 2024
PKB mendukung adanya pilkada serentak pada 2024, bersamaan dengan pileg dan pilpres. Anggota Komisi II Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, dua tahun ke depan, pemerintah harus fokus mengatasi pandemi serta dampak yang ditimbulkan.
"Sampai sekitar dua tahun ke depan, menurut saya kita masih harus fokus pada penanganan pandemi COVID dan masalah ekonomi yang diiumbulkannya. Dengan skema pilkada serentak nasional tahun 2024. Situasi politik nasional akan lebih kondusif dan anggaran negara dapat difokuskan untuk memulihkan ekonomi, mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi COVID," kata Luqman kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
Luqman juga mengatakan penetapan pilkada serentak juga dapat mengefisiensi anggaran negara. Dia juga mengatakan pelaksanaannya juga berjalan stabil.
"Di antara pertimbangan menetapkan pilkada serentak nasional 2024 adalah untuk efisiensi anggaran negara. Juga sebagai upaya menciptakan kehidupan politik nasional yang stabil. Pelaksanaan pilkada berpotensi menimbulkan dinamika sosial-politik yang negatif, bahkan kadang memicu pembelahan serius di tengah masyarakat," ujarnya.
Untuk itu, dia mendukung skema pilkada serentak yang diatur dalam UU No 10 Tahun 2016. Skema ini sebelumnya telah diubah presiden dan DPR dengan UU 10/2016, di mana pilkada serentak nasional akan dilaksanakan pada 2024.
Lebih lanjut Luqman mengatakan, jika masih ada aturan Pilkada 2022 dalam RUU Pemilu, itu berarti masih mengacu pada UU Tahun 2015. Dia menegaskan skema yang ada sekarang adalah UU Tahun 2016.
"Di dalam UU ini diatur pelaksanaan pilkada terakhir sebelum pilkada serentak 2024 dilaksanakan tahun 2020 yang sudah dilaksanakan bulan Desember 2020 kemarin. Nah draf RUU pemilu yang beredar sekarang ini, dalam hal pengaturan pilkada, tampaknya dicomot dari UU 01/2015, yang sekali lagi, telah diubah dengan UU 10/2016," ujarnya.
"Karena itu, menurut saya, Presiden dan DPR tidak perlu mengubah ketentuan di dalam UU 10/2016 tentang pelaksanaan pilkada serentak nasional tahun 2024. Apalagi tidak ada urgensi mendesak yang dapat menjadi alasan rasional untuk merubah skema Pilkada Serentak 2024," lanjut Luqman.