Senada dengan yang diungkapkan Pendeta Michiko, salah seorang jemaat yang hadir juga masih merasakan sukacita dalam Natal tahun ini sekalipun diakuinya berbeda seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Cuma kesedihan itu tak akhirnya membuat rasa sukacita untuk merayakan kelahirannya itu menurun, tidak tapi dalam kesedihan. Kita juga bersukacita karena kita juga mengingat bahwa Yesus itu lahir menembus batas-batas kehidupan. Meskipun sedih, dia hadir memberikan damai dan sukacita dalam kehidupan kita," kata Ayu Ratu saat diwawancarai selepas ibadat Natal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perasaan berbeda itu terletak pada kebiasaan yang sering dilakukan selepas ibadat Natal. Biasanya jemaat bisa saling sapa dan bersalaman, namun perayaan Natal saat pandemi COVID-19, interaksi tersebut jadi terbatas.
"Karena biasanya orang identik rayakan sukacita dengan keramaian. Apalagi dengan adat Timur, selesai ibadat itu salaman, cipika-cipiki, pelukan sebagai rasa kebersamaan. Tapi saat ini dibatasi," jelasnya.
Kembali menjelaskan, Ayu Ratu bercerita tentang pengalamannya saat ibadat Natal tahun-tahun sebelumnya di tempat yang sama. Tahun sebelumnya saat malam Natal, GPIB Jakarta Pusat bisa dipadati jemaat hingga 800 orang.
"Biasa Natal itu 100 untuk ibadat di dalam. Kalau malam Natal, kita sampai buka tenda, sampai 500, 800. Cuma kalau Natal, paling banyak 100-200. Tapi sekarang dibatasi cuma 50," lanjutnya.
Selanjutnya, protokol kesehatan: