Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei elektabilitas paslon Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) yang menempatkan pasangan Muhamad-Sara di puncak. Namun hasil survei itu disebut anomali.
Dalam hasil survei Indikator pada bulan November, Muhamad-Saraswati menduduki peringkat teratas dengan 34,5%, sementara di posisi kedua ada Benyamin-Pilar dengan 31,8%, dan Siti Nur Azizah-Ruhamaben 12,1%. Dalam hasil survei yang sama diketahui bahwa pada bulan Agustus, hasil survei pasangan Muhammad-Saraswati adalah 15,2%.
Pengamat politik dari Universitas Islam Syekh Yusuf, Adib Miftahul, menilai rilis survei itu untuk penguatan persepsi belaka. Dia menyebut dalam strategi politik, ada pola menyebarkan aura kemenangan sebelum kontestasi guna mempengaruhi opini publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini biasa. Saya melihat ini sebagai strategi politik guna mendulang opini kemenangan di masyarakat. Meningkatkan elektabilitas 5% dalam sebulan, itu sangat luar biasa. Jadi kalau ini bisa naik lebih dari 19%, artinya pasangan Muhammad-Saraswati dibantu Superman," kata Adib kepada wartawan, Jumat (20/11/2020).
Adib meyakini metodologi penelitian yang digunakan dan hasil yang tergambar bukan rekayasa. Namun dia mempertanyakan soal sampel.
"Bisa saja survei dilakukan pada sampel yang kebetulan merupakan basis Muhammad-Saraswati, atau bisa jadi pasangan itu melakukan sosialisasi melekat sebelum survei dilakukan, sehingga hasilnya abstrak," ujar Dosen Fisip ini.
Lebih lanjut Adib mengatakan bahwa banyak kontestan dalam pemilu terlena dengan hasil survei yang tinggi, sementara pada implementasinya bertolak belakang.
Pendapat senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah. Dedi menilai peningkatan elektabilitas calon kepala daerah secara signifikan hanya dalam kurun dua bulan secara teori sulit dilakukan.
"Secara teori, kenaikan elektabilitas dalam masa kampanye, sangat sulit dilakukan," kata Dedi.
Dedi meragukan terjadi peningkatan elektabilitas kandidat secara drastis ketika masih berada di masa kampanye. Apalagi selama pandemi Covid-19 gerak kampanye kandidat dibatasi, salah satunya dengan pembatasan jumlah massa yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020. "Kalau masih di masa kampanye, peningkatan drastis sulit terjadi. Jadi ini adalah anomali," pungkasnya.