Saat itu, lanjut tim hukum Bareskrim, Tommy Sumardi telah membawa uang suap dari Djoko Tjandra sebesar USD 100 ribu. Uang USD 100 ribu itu dibagikan kepada ketiga tersangka. Namun Irjen Napoleon menolak bagiannya dan meminta lebih.
"Kemudian dibagi 3, sebesar USD 20 ribu kepada Prasetijo, USD 30 ribu untuk Tommy Sumardi, dan USD 50 ribu untuk Irjen Napoleon Bonaparte. Namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan jumlah tersebut dan meminta Rp 7 miliar," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah nilai nominal Rp 7 miliar disepakati, Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Arya membuat sejumlah produk surat terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra dan surat itu telah ditandatangani Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.
Atas hal itu, kuasa hukum Irjen Napoleon meminta Polri menunjukkan uang yang disebut bukti suap Djoko Tjandra ke kliennya. Tim penasihat hukum Irjen Napoleon sendiri mengaku mengajukan 38 alat bukti untuk mematahkan sangkaan Bareskrim Polri.
"Jadi gini... kalau urusan duit itu, duitnya bawa sini deh. Saya nggak mau tanggapin. Kalau narasi, cerita, aduh saya nggak mau tanggapin. Duitnya mana? Itu saja. Kalau 20 ribu USD kan jelas, katanya ada duit yang itu kan Rp 15 miliar, Rp 10 miliar, Rp 7 miliar, Rp 3 miliar. Duitnya mana? nggak lihat," ujar salah satu penasihat hukum Irjen Napoleon, Gunawan Raka, Selasa (29/9).
Karena itu, Irjen Napoleon mengajukan praperadilan dan para perkembangannya, hakim menolak praperadilan Irjen Napoleon. Pihak Irjen Napoleon mengaku menghormati putusan itu dan bakal mengikuti semua proses hukum.
"Kalau soal itu sudah disampaikan beberapa kali, Pak Napoleon setia pada Polri. Mengikuti proses hukum dan kooperatif. Apa pun yang dilakukan oleh Polri, harus kooperatif karena beliau adalah bagian dari Polri," kata Gunawan Raka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (6/10).
(dkp/lir)